Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu dampak perubahan iklim yang terjadi ialah pada sektor pertanian. Perubahan ini dapat terlihat dari kenaikan suhu di permukaan bumi dan menyebabkan terjadinya kekacauan pola musim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laman mpr.go.id menyebutkan sekitar 578,5 hektare lahan padi gagal panen akibat curah hujan yang tinggi di daerah Jambi. Di Kabupaten Garut, ratusan hektare tanaman tomat dan cabai rusak akibat terjadi curah hujan yang cukup tinggi. Ini tentu membuat para petani gagal panen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai kesuburan tanah, perubahan iklim seperti curah hujan yang menurun berdampak signifikan terhadap daya dukung tanah. Ketersediaan air tanah pun semakin berkurang dengan kualitas yang terus menurun.
Gangguan yang paling umum terjadi seperti munculnya hama wereng batang coklat. Hama ini akan mudah berkembang pada lingkungan mikroklimat (iklim mikro) yang lembab, terlebih banyak menyerang tanaman padi di periode musim kemarau.
Wereng batang coklat merupakan hama tanaman padi. Hama ini tumbuh-kembang pada lingkungan mikroklimat (iklim mikro) yang lembab. Salah satu penyebab kelembaban lingkungan adalah tingginya curah hujan pada periode kemarau.
Dengan begitu, kecenderungan produktivitas pertanian akan menurun seiring waktu berjalan. Bagi para petani, kondisi ini terasa sulit dihadapi karena perubahan iklim membuat cuaca serba tak menentu.
Dampaknya akan menjadi domino effect kepada masyarakat yang akan mengalami kenaikan harga bahan pangan. Dalam catatan Tempo, kondisi seperti ini membuat petani mulai menyesuaikan harga jual karena naiknya beban biaya impor bahan baku.
Akan halnya, kenaikan tingkat suku bunga yang mendorong penurunan konsumsi rumah tangga. Alhasil terjadi kenaikan cost of fund pelaku usaha dan berpotensi mengganggu pemulihan ekonomi.
FATHUR RACHMAN