Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dari hutan ke pengadilan

Hutan damar di ipuh, bengkulu utara, dibabat habis oleh pengusaha hph. penduduk setempat merasa sangat dirugikan. kini mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 7,7 miliar.

18 September 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH lama juga penduduk Kampung Dusunpulau, Kabupaten Bengkulu Utara, tidak lagi menakik kayu damar di hutan Ipuh yang terletak di kawasan hutan milik seorang pengusaha pemegang HPH. Kebiasaan tradisional itu tidak mereka teruskan bukan karena apa-apa, tapi lantaran kayu damar warisan leluhur mereka habis ditebang oleh pihak pemegang HPH. Dan inilah pangkal sengketa yang akhirnya membawa warga Dusunpulau ''berjuang'' ke pengadilan. ''Kami baru bisa membeli baju untuk berlebaran cuma dari hasil getah damar,'' ujar Zulkifli, 47 tahun, bekas kepala Desa Dusunpulau. Juga Dahlan, 35 tahun, dan rata-rata warga desa itu, memang terbiasa menikmati rezeki damar untuk memeriahkan Idulfitri dari tahun ke tahun. Kebiasaan turun-temurun itu sekarang punah bersama lenyapnya hutan damar. Ini satu kehilangan besar bagi Dahlan, yang pernah memiliki sekitar 200 batang damar. ''Sejak kecil saya sudah akrab dengan pohon damar. Biaya sekolah pun tidak pernah merepotkan orang tua, asal mau menakik damar,'' ujar Dahlan yang lulusan Madrasah Ibtidaiyah Negeri ini. Kini, ayah tiga anak itu tak lagi punya sumber nafkah tambahan. Tanah warisannya seluas 2 ha kemudian ditanami pohon kayu putih yang belum memberikan hasil. Rasa kecewa penduduk tak pernah terobati, hingga akhirnya mereka menuntut PT Maju Jaya Raya Timber ke meja hijau. Di mata 1.015 warga penduduk Dusunpulau, perusahaan itulah yang telah menyengsarakan hidup mereka. Maka, dipelopori Abusalim, 35 tahun, Kepala Desa Dusunpulau, dan Gussalam Rozak, tokoh masyarakat Mukomuko, penduduk pun mengadu ke lembaga penegak hukum. Harus diakui, damar sebagai sumber daya alam mempunyai nilai ekonomi yang lumayan. Setiap tiga bulan, damar putih (shorea javanicus) bisa menghasilkan 15 kg dengan harga Rp 1.250 per kilogram. Hasil panen itu tidak sulit dipasarkan. Para pedagang selalu siap menampung getah damar di pasar Mukomuko Selatan. Mereka sengaja datang jauh-jauh dari Padang untuk membeli getah berwarna bening itu. Bila ditebang, harga kayu damar bisa mencapai Rp 150 ribu per m3. Berdasarkan perhitungan itulah, di Pengadilan Negeri Bengkulu, warga Dusunpulau menuntut ganti rugi pada PT Maju sebesar Rp 7,7 miliar lebih. Terakhir sidangnya digelar 9 September pekan lalu. Adapun PT Maju mendapat hak konsesi hutan seluas 80 ribu ha selama periode 1974-1994. Kawasan konsesi itu terletak di lingkungan hutan Ipuh yang jaraknya cuma 3 km dari balai desa Dusunpulau. Semula perusahaan ini hidup rukun dengan penduduk setempat. PT Maju bahkan membiarkan penduduk memelihara pohon damar seperti biasanya. Bahwa pohon damar itu tumbuh di areal hutan adat yang kemudian dimasukkan ke dalam HPH yang dipegang PT Maju, rupanya tak jadi soal benar. Alkisah, pohon damar pertama kali ditanam oleh seorang bangsawan bernama Datuk Cahayo Radjo, yang lantas dijual kepada empat orang tokoh masyarakat adat. Dari sinilah tanaman itu diwariskan turun-temurun. Sebuah dokumen beraksara Arab yang dijadikan penduduk sebagai bukti pemilikan hutan damar hanya menyebutkan batas-batas hutan damar tersebut. Dokumen yang bertanggal 14 Zulhijah 1330 Hijriyah itulah bertepatan dengan tahun 1883 Masehi yang dijadikan senjata bagi penduduk untuk maju ke pengadilan. Namun, mereka tak tahu pasti berapa banyak pohon damar yang mereka miliki. Tapi, menurut Abusalim, berdasarkan tunggul sisa tebangan, penduduk mengklaim 3.950 batang. Pohon-pohon damar itulah yang dibabat oleh awak PT Maju. Mungkin hal ini dilakukan karena kayu log sudah mulai berkurang. Mungkin juga karena kualitas kayu damar cukup tinggi, hingga bisa mendatangkan laba besar. Pokoknya, damar yang dulu tak mereka sentuh belakangan ditebangi tanpa tersisa sebatang pun. ''Kami tak berdaya menghalangi karena mereka dikawal satpam,'' ujar Dahlan. Padahal, penebangan pohon damar ini melanggar Surat Keputusan Menteri Pertanian Tahun 1974, yang menyatakan bahwa hak pemungutan hasil hutan dari penduduk yang dasarnya dari hak adat setempat tetap berlaku dan wajib diindahkan. Berbagai surat dilayangkan penduduk ke camat, bupati, sampai kantor wilayah kehutanan. Hasilnya, Bupati Bengkulu Utara Djoko Martopo minta agar PT Maju menyelesaikan persoalan itu secara baik-baik. Tapi PT Maju menolak memberi ganti rugi. Perusahaan itu cuma mau menyumbangkan Rp 2 juta dan membangun mesjid seharga Rp 3,5 juta. ''Sumbangan ini tak ada kaitannya dengan tuntutan ganti rugi,'' ujar Abusalim. Lalu, awal Mei silam, lewat pengacara dari Juwita & Association Bengkulu, mereka menggugat PT Maju ke pengadilan. Pimpinan PT Maju menolak tuntutan ganti rugi dan menilainya sebagai sesuatu yang mengada-ada. ''Tidak ada damar putih yang tumbuh di kawasan HPH PT Maju. Di sana yang ada cuma pohon liar. Lagi pula, sebelum jadi HPH, kawasan itu hutan lebat yang tak bisa dimasuki orang,'' ujar pengacara PT Maju, Edi Danuwijaya. Apa kata penduduk? ''Hutan itu sumber nafkah bagi kami. Jadi, masuk ke hutan sudah merupakan kerja kami sehari-hari. Memang hanya orang berdasi dan pakai mobil yang tak bisa masuk hutan Ipuh,'' kata Zulkifli, menyindir. Sementara menunggu keputusan pengadilan, warga Dusunpulau hidup dari hasil palawija. Tanaman ini memenuhi ladang yang letaknya berbatasan dengan lokasi hutan damar, yang kini telah hilang. Hasan Syukur

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus