Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Di bali, siapa salah

Pantai pasir pengapit landasan lapangan terbang i ngurah rai terkikis sampai 5 meter setahun. berkat tetrapod pengikisan dapat dihentikan. (ling)

6 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBELUM lapangan terbang I Ngurah Rai dibangun, ahli-ahli teknik Gajah Mada membuat model miniaturya, lengkap dengan laut dan gelombang buatan. Risiko erosi laut lantaran terpaan gelombang belokan dari Samudera Hindia memang sudah dibayangkan. Setelah analisa model itu okeh, dibangunlah lapangan terbang internasional pertama di Indonesia yang mirip Kai Tak di Hongkong -- menjorok satu km ke laut. Ternyata, gelombang laut di pantai Bali itu lebih dahsyat dari dugaan sebelumnya. Pantai pasir pengapit landasan terbang ini "terkikis sampai 5 meter setahun," tutur Adpel Ngurah Rai, Sutarjo kepada I Nengah Wedja dari TEMPO. Mereka dari Direktorat Landasan Ditjen Perhubungan Udara jadi garuk-garuk kepala. Lantas dipasang banyak kerucut beton berkaki empat (tetrapod) setinggi 1« meter sebagai benteng pelindung landasan dari gempuran gelombang. Cara ini, kabarnya, hasil penyelidikan PT Dwi Delta yang khusus mendalami perihal gelombang laut. Kini, setelah tiga ribu tetrapod terpasang di situ, pengikisan pantai terhenti. Malah "di selatan Pelabuhan Udara, pantai sudah bertambah lebar 50 meter," ucap Sutarjo. Pihaknya masih merencanakan menambah enam ribu tetrapod lagi. Kapan? "Tergantung biaya," katanya. Penambahan alat penolak erosi pantai itu dianggap masih perlu, sebab kadang-kadang air bisa naik setinggi 3« meter. "Belum pernah saya menjumpai pantai seperti ini," ucap seorang nakhoda kapal laut yang kebetulan sedang turun ke darat. Namun ada dugaan, justru bangunan menjorok seperti landasan I Ngurah Rai itu telah membangkitkan arus balik yang begitu kuat menghantam pantai. Para pencari karang laut, yang nyatanya berusaha secara besar-besaran, hadir pula di situ. Dengan menipisnya karang di pantai, berkurang pulalah ikan hias yang berenang di perairan pesisir situ. "Lima tahun lalu kami masih mudah menangkap ikan hias di air dangkal untuk akuarium kami di rumah. Tapi sekarang, ikan-ikan itu sudah menghilang," cerita seorang ibu rumah tangga yang suaminya bekerja di kompleks Pusat Informasi Bangunan Werdhapura, Sanur. Maklum saja karena rumahnya diamhil, ikan-ikan itu pun mengungsi ke tempat yang lebih aman. Dan dengan menipisnya karang, berkurang pulalah ketahanan pantai menghadapi kikisan gelombang laut. Betulkah begitu? "Kalau betul pengambilan karang laut itu menyebabkan erosi pantai, mengapa pantai dekat Pura Dalem malah tambah maju? Padahal di sampingnya orang ramai mencari karang?" tanya Ida Bagus Ketut Beratha, Perbekel (Lurah) Desa Sanur. Dekat pura itu memang terjadi suatu kelainan. Penambahan pantai di situ telah mencapai 1 Ha. "Dulu pura itu berdiri jauh di tengah laut. Tapi nyatanya kini telah menyatu dengan daratan. 'Kan tak mungkin itu terjadi karena karang diambil?" begitu seorang pencari karang Wayan Bontok menimpali. "Pekerjaan ini sudah kami lakukan sejak tahun '45. Kami tak mau merugikan pihak lain. Dan di sinilah beras penghidup anak dan isteri kami," Wayan Kernet, seorang pencari karang lain menyambung ucapan Bontok. Ir. Kertiyasa, Kepala PU Kabupaten Bandung mengatakan ada larangan mencari batu karang, tapi selalu dilanggar orang. Tahun 1976, ada sekitar 60 orang pencari batu karang diangkut ke Pengadilan Negeri Denpasar. Mereka diberi dua pilihan: didenda Rp 2000 seorang, atau menjalani hukuman kurungan seminggu lamanya. Mereka memilih alternatif kedua. Sekarang, mereka mencari batu karang lagi, tanpa ada yang melarang. Hanya saja ada ketentuan, batu karang tak boleh dibawa ke luar Desa Sanur. Pernah ada yang mencoba melanggar, tapi keburu dicegat polisi. Truk yang mengangkutnya ditahan polisi tiga hari. Sementara pengambilan batu karang jalan terus, ombak laut terus mengikis pantai. Siapa tahu, arus balik gelombang laut semakin aktif menggerogoti pasir pantai Sanur untuk didrop di Ngurah Rai. Tapi kalau ini terus terjadi, tempat kaum pelancong berjemur santai di Hotel Bali Beach semakin sempit . . .

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus