DUA-tiga bulan menjelang akhir tahun. Ada kesibukan rutin bagi
beberapa disainer grafis, percetakan dan instansi -- swasta
maupun pemerintah. Ialah menerbitkan penanggalan 1979.
Apakah arti penanggalan Fungsinya untuk mengikuti perjalanan
waktu, sebenarnya nomor dua -- sekarang. Lebih penting kiranya
sebagai hiasan dinding -- dan promosi perusahaan.
Seperti kalender perusahaan bir San Miguel misalnya -- yang
terdiri dari hanya selembar, dan sebagian besar kertas
dihabiskan unNk gambar botol bir. Kalender jenis ini banyak.
Toyota, Honda, Tetoron, barang-barang lain. Biasanya toh tak
begitu memperhitungkan benar keindahan gambarnya -- selain
barang yang dipromosikan tadi. Karena itu, diduga yang memasang
kalender jenis ini kebanyakan para agen atau toko yang menjual
produk yang dipromosikan - ataupun, kalau memakai gambar cewek
yang menantang: ruangan atau kamar muda-mudi.
Agen Susu
Yang juga menjadikan kalender sebagai media iklan tapi dengan
agak mengingat nilainya sebagai hiasan, antara lain pabrik
kertas Basuki Rahmat, PT Semen Padang atau PT Maskapai Asuransi
Umum Wuwungan dan beberapa lagi. Juga Dumex, yang kalender
1978-nya memenangkan uara kedua pemilihan kalender terbaik.
Dengan dasar gelap dan potret topeng-topeng kuno, penanggalan
itu hanya memuat tulisan Dumex yang tak cukup besar di bagian
bawah tanggal. Cukup sopan untuk dipajang di rumah, tanpa
seorang tamu mengira si tuan rumah agen susu Dumex.
ascot 1979 juga contoh kalender topeng yang bagus. Dalam
pameran grafika pertengahan Desember lalu di RRI Jakarta,
kalender ini nampak menonjol dengan topeng-topengnya, tanpa
harus menonjol-nonjolkan gambar rokoknya. (Satu pak Mascot itu
diletakkan di sudut kiri bawah). Juga tanggal-tanggal gampang
dilihat.
Yang agak punya nilai lebih, ialah kalender Astra Grapha (Xerox)
1979. Gambar-gambarnya potret benda-benda koleksi Museum Pusat
Jakarta. Antara lain potret kalender Batak yang berujud bambu
yang diukir. Lalu catatan ajaran agama dan doa dari suku Bugis
yang ditulis di daun lQntar. Ada juga pustaha Batak, catatan
kesejahteraan hidup manusia, perhitungan watak manusia berdasar
hari lahir, uraian ramuan obat-obatan, mantera dan sebagainya
--yang ditulis pada selembar kulit kayu. Selain indah dan rapi,
tulisan Astra Grapha juga tak memberi kesan promosi: diletakkan
antara angka penanggalan dan hiasan gambar, dan menghubungkan
dua hal yang sebenarnya tak langsung berhubungan. Hal itu yang
jarang kita lihat pada kalender sebagai media iklan.
Jenis yang lain adalah kalender kantor pemerintah -- yang
tentunya tidak bermaksud berpromosi, melainkan lebih sebagai
gengsi dan informasi. Kalender Telkom 1979 gambarnya kegiatan
perusahaan telekomunikasi: dari potret alat-alat yang penuh knop
merah dan hijau sampai gambar seorang ibu yang sedang menerima
kertas telegram.
Lalu kalender yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta. Kalender 1978
itu bertemakan 'Peranan Pemuda dalam Masa Penjajahan dan
Perjuangan Kemerdekaan'. Potretnya dari dokumentasi sejarah.
Dengan penyusunan sedemikian rupa, tanpa mengecilkan arti
foto-foto sejarah itu, kalender ini enak dipandang sebagai
hiasan.
Senilai dengan kalender DKI Jakarta 1978 ialah kalender PT
Pembangunan Jaya grup 1979, yang agaknya direncanakan dengan
matang. Mengambil ilustrasi karya Raden Tumenggung Joyodipuro
yang dibuat tahun 1873-1903 guna menghias naskah Perang
Bharatayudha yang disusunnya sendiri. Huruf, angka dan warna
dibuat sedemikian rupa hingga keklasikan gambar terjaga. Suasana
keseluruhan halaman -- yang tiap-tiapnya memuat penanggalan dua
bulan -- memang dekoratif sekali: mau ditaruh di mana saja tetap
akan baik. Ini juga karena warna dasar yang bukan merupakan
warna primer, hingga bisa selaras dengan suasana tiap
lingkungan.
Offset
Tentu saja andil mutu lukisan itu sendiri besar. Jadi sekaligus
PT Pembangunan Jaya mengenalkan kepada kita seorang pelukis
jagoan dari Yogya, walaupun sayang tak dilengkapi riwayatnya.
Juga pemilihan ilustrasi yang diusahakan membentuk satu
rangkaian cerita terasa tak adil: yang ditampilkan hanya
Pandawa, sementara Kurawa tidak. Lagi, halaman
Nopember-Desember, merupakan indeks ilustrasi. Biasanya indeks
ditaruh di halaman tersendiri --misalnya pada kalender DKI
Jakarta 1978. Mungkin pertimbangan biaya. Tapi perencana tata
mukanya ternyata punya alasan: kalau ditaruh di halaman
tersendiri, mudah dilupakan.
Agaknya kini sebagian besar kalender adalah media iklan. Dan
karena itu dibuat praktis saja: hanya ada angka-angka Masehi
plus nama-nama hari. Jarang sekali kini yang menyertakan
misalnya penanggalan Jawa, Arab atau Cina. Menurut salah seorang
disainer yang laris, "itu menambah ruwet dan tidak disukai orang
lagi."
Tentunya karena ia lebih banyak bergerak di lingkungan dagang.
Sebab tetap diterbitkan misalnya kalender dari Menara Kudus yang
penuh angka dan ulisan Arab, dicetak berbagai warna untuk tiap
lembar, lengkap dengan kutipan ayat atau hadis-hadis tentang
budi pekerti dan juga jadwal shalat. Seluruh disain memberi
kesan lugu, ramai, naif dan unik. Kalender seperti itu sama
sekali tak berhubungan dengan dunia perusahaan, dan diterbitkan
semata sebagai barang dagangan dengan omzet yang diduga besar.
Mengingat bahwa orang sebenarnya sering kesulitan mencari
tanggal Hijriah, misalnya untuk bersiap-siap menghadapi awal
bulan puasa, memang ada baiknya dicantumkan setidak-tidaknya
tanggal hari-hari besarnya.
Yang belum digarap agaknya bentuk kalender. Umumnya orang masih
menyukai kalender gantung untuk dipasang di dinding. Memang
sudah agak biasa juga kalender meja, yang kalau dipasang
(biasanya di meja kantor) berbentuk prisma. Tahun 1979 Toyota
Astra Motor membuat juga kalender jenis itu, di samping yang
gantung -- dengan ukuran mungil dan potret-potret aktris cukup
sopan.
Ada juga kalender meja yang dibaringkan seperti buku, seperti
yang dari kedutaan. Di samping gambar-gambar yang khas
menggambarkan budaya negeri yang bersangkutan, disediakan bagian
kosong buat catatan -- dan formatnya dibikin untuk memudahkannya
dimasukkan dalam tas. Ini berbeda dari kalender saku yang juga
banyak dibuat -- yang mungkin karena ukurannya, menyebabkannya
lebih banyak dibuang ('kan sudah makin jarang orang yang
menyimpan semua barang dalam saku). Perkembangan kalender
agaknya sejalan dengan masuknya cetak offset yang memungkinkan
mencetak potret berwarna dengan baik. Yah, potret inilah yang
masih menjadi acara pokok kalender dan memang menentukan nilai
hiasan.
Kalender Garuda 1979, misalnya, meski bentuk keseluruhan
direncanakan baik, potret-potretnya kurang tajam-tidak begitu
menarik. Masih lumayan kalender pabrik Semen Cibinong, meski
secara keseluruhan kurang artistik: tulisan Semen Cibinong dan
angka-angka penanggalan tak diperhitungkan supaya selaras dengan
potret pemandangannya.
Ternyata kita memang tak bisa melepaskan diri dari berhias. Dan
berhias memang harus serasi kombinasinya, selain bagus
barangnya. Lagi pula kalau berlebihan 'kan lantas norak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini