Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Dicari Pengganti Perusak Ozon

Bank Halon Indonesia mendapat Montreal Protocol Award. Di industri penerbangan, gas halon belum tergantikan.

18 Oktober 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMANYA sebuah bank, tapi tak ada barisan petugas keamanan berjaga di sekeliling bangunan. Tak tampak pula deretan kasir cantik dan wangi yang menebar senyum seribu watt-nya kepada para nasabah.

Bangunan itu malah lebih mirip gudang ketimbang kantor sebuah bank. Yang tampak seketika saat menghela pintu ruang utamanya justru puluhan tabung baja dengan bermacam ukuran dan warna. Ada yang seukuran tabung elpiji di rumah, ada pula yang seukuran drum solar. Di ruang sebelah terdengar suara mesin menderu dengan selang-selang menjulur ke beberapa tabung. Inilah Bank Halon Indonesia.

Bank ini, menurut Richard Budihadianto, Direktur Utama GMF AeroAsia, beroperasi sejak 2000. Kala itu, anak perusahaan Garuda Indonesia ini mendapat tawaran Kementerian Lingkungan Hidup untuk mengelola stok gas halon di Indonesia.

”Kebetulan kami merupakan salah satu penggunanya,” kata Richard, Selasa dua pekan lalu. Sudah sejak 1985, GMF mengelola cadangan gas halon milik Garuda. Berdasarkan pengalaman GMF mengelola stok halon inilah Kementerian Lingkungan menunjuk perusahaan perawatan pesawat itu sebagai pengelola Bank Halon Indonesia.

Akhir September lalu, bank halon yang dikelola GMF itu menerima penghargaan Montreal Protocol Award dari Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat karena dianggap turut mengurangi penggunaan gas perusak ozon. ”Kami satu-satunya maskapai di dunia yang mengelola bank halon.”

Halon biasa dipakai di pesawat, kapal, gedung perkantoran, instalasi listrik, atau kilang minyak untuk pemadam kebakaran. Ada tiga jenis gas halon yang dipakai untuk pemadam api, yakni Halon 1211 atau bromoklorodiflorometana (CF2ClBr), Halon 1301 atau bromotriflorometana (CF3Br), dan Halon 2402 atau dibromotetrafloroetana (C2F4Br2). Ketiga jenis gas halon ini mulai dipakai sejak akhir 1960-an. Efektivitasnya memadamkan api membuat halon sangat populer.

Repotnya, gas halon merupakan pencemar lingkungan dan perusak lapisan ozon. Ketika terlepas di udara dan mencapai lapisan ozon, gas halon akan bereaksi dengan ozon (O3) dan memecahnya menjadi partikel O2 atau oksigen. Padahal ozon inilah yang melindungi bumi dari paparan panas sinar ultraviolet. Jika lapisan ozon bolong, bumi akan terpanggang matahari.

Daya rusak halon jauh berlipat ketimbang kloroflorokarbon (freon) yang biasa dipakai sebagai pendingin pada kulkas. Halon 1211, menurut Wilman Rajiman, General Manager Bank Halon GMF, daya rusak ozonnya enam kali lebih kuat ketimbang freon. ”Bahkan kemampuan Halon 1301 melubangi ozon sepuluh kali lipat freon,” ujar Wilman. Satu kilogram gas halon sanggup merusak satu ton ozon.

Protokol Montreal mengenai materi perusak ozon yang ditandatangani pada September 1987 menempatkan halon sebagai perusak ozon kelas 1 bersama freon, karbon tetraklorida, dan metil bromida. Di seluruh dunia, produksi gas halon sudah dihentikan sejak Januari 1994.

Indonesia sudah menghentikan impor gas halon sejak 1998. Pemanfaatannya diatur ketat lewat peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup tahun 2009 mengenai pengelolaan halon. Indonesia, yang masuk di antara 196 negara yang telah meratifikasi Protokol Montreal, mestinya sudah menghapuskan penggunaan halon mulai 2010, kecuali untuk kategori penggunaan kritis (critical use).

Industri penerbangan, Richard mengatakan, tergolong ke dalam pengguna kritis bersama industri pertahanan, instalasi nuklir, industri minyak, dan gas serta petrokimia. Bank halon mendapat tugas dari Kementerian Lingkungan untuk menyimpan, memulihkan kualitas (recycled) gas halon, dan menjualnya kembali kepada mereka yang sudah mengantongi izin sebagai pengguna kritis.

Saat ini di gudang Bank Halon Indonesia masih tersimpan 1.569 kilogram gas Halon 1211 dan 28.719 kilogram gas Halon 1301. Di luar cadangan yang tersimpan di GMF, masih ada sejumlah perusahaan, seperti Pertamina, yang punya stok halon cukup besar.

Untuk menambah stok, bank halon berniat menarik tabung-tabung gas halon yang masih ada di beberapa perusahaan, terutama mereka yang berniat menggantinya dengan gas nonhalon. Gas halon itu akan didaur ulang untuk memisahkan halon dari nitrogen (biasa dipakai untuk menambah tekanan dalam tabung) dan materi pencemar lain. Setelah didaur ulang di mesin milik bank halon dan sudah memenuhi standar kualitas ISO 7201, gas itu bisa digunakan kembali.

Setiap perusahaan yang sudah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup sebagai pengguna kritis dapat membeli gas halon dari bank halon. Berapa harga jual halon? Wilman mengatakan, ”Cukup mengganti biaya operasional bank saja. Sebab, kami tidak boleh mengambil untung.” Selama ini seluruh ongkos operasional bank halon memang masih menjadi tanggungan GMF AeroAsia.

Untuk mencukupi kebutuhan halon, sisa-sisa gas halon yang masih ada di beberapa perusahaan terus didaur ulang. Padahal tanpa ada tabung halon di mesin, kabin, kokpit, kargo, dan toilet (lavatory), pesawat tak boleh mengangkasa. Di pasar pun beredar gas halon ”aspal”. Herru Soetomo, Manajer Bank Halon, bercerita suatu kali ada satu helikopter hampir terbakar gara-gara tabung pemadam apinya ternyata berisi gas halon palsu.

Karena gas ini sudah tak lagi diproduksi, halon menjadi benda yang sangat berharga. Gas halon yang tersimpan di Bank Halon Indonesia pun banyak yang mengincar.

Wilman mengaku berkali-kali menerima e-mail dari luar negeri yang menyatakan minat hendak membeli halon yang tersimpan di gudang GMF. Tentu saja GMF menolak karena stok halon di negeri ini terbatas. ”Bagaimana nanti mencukupi gas halon jika industri penerbangan terus tumbuh dan pesawatnya terus bertambah,” kata Richard.

Di dunia penerbangan, halon belum tergantikan. Syarat penggantinya memang berat. Penggantinya, kata Wilman, harus mampu memadamkan api dalam sepuluh detik. Gas pengganti itu juga tidak boleh menyisakan residu, tidak beracun, tidak mengantarkan listrik, tidak mengandung kloroflorokarbon, dan tentu saja tidak merusak ozon.

Di industri lain, mungkin syarat itu sudah cukup untuk menggusur gas halon, tapi tidak cukup untuk industri penerbangan. Yang tak kalah penting, berat dan volume gas pengganti harus setara dengan halon. Jika berat dan volumenya melebihi halon, desain pesawat harus diubah. ”Kalau di kabin, apakah kursi penumpangnya mau dikurangi?” tanya Richard. Belum lagi, setiap perubahan desain perlu sertifikasi dari Badan Administrasi Penerbangan Federal (FAA). Sertifikasi ini makan waktu lama.

Memang ada sejumlah gas yang telah diuji coba sebagai calon pengganti halon, misalnya FE-25 dan FM-200. Gas FE-25 ini sudah dipakai sebagai pengganti Halon 1301 di pesawat tempur F/A 18 E/F milik Angkatan Laut Amerika Serikat. Tapi ini pesawat tempur yang tak terlalu risau dengan perbedaan berat dan volume, bukan pesawat penumpang seperti milik Garuda.

Selama gas calon pengganti itu belum bisa mengimbangi spesifikasi halon, bank di GMF akan terus hidup. ”Kalau setahun perlu satu ton, stok di Bank Halon Indonesia masih cukup untuk 30 tahun,” kata Herru.

Halon sepertinya masih akan berumur panjang.

Sapto Pradityo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus