PENYAKIT itu meludeskan seluruh tanaman cengkeh di Kecamatan Munthe, Tanah Karo. Masih di kabupaten ini, bahkan sebagian pohon cengkeh di Kecamatan Tigabinanga turut digasak. Kebun yang luasnya 8.500 hektar dan menghasilkan sekitar 1.700 ton cengkeh setahun itu belum bisa diharap pulih cepat. "Kita seperti tidak punya harapan lagi pada cengkeh," ujar Masdin Efendi Girsang, Kepala Dinas Perkebunan Tanah Karo, Sum-Ut. Kecuali kalau hasil penelitian entomolog Inggris Berry Stride segera dihadirkan ke daerah ini. Mei lalu pihak Disbun telah menjalin kerja sama dengan tim Agriculture Technical Assist (ATA 71) dari Inggris. Bantuan selama dua tahun itu berupa teknik pertanian. Tapi Misdin pesimistis setelah ia melihat kelakuan penyakit yang disebut Sumatera desease itu. Bakteri itU menyumbat pembuluh xylem tanaman cengkeh, hingga pucuk daunnya kering, terbakar, atau berubah gugur seluruhnya. Batangnya bahkan kering atau memutih, mati. Proses kehancuran terlama, dalam pengamatan Selesai Perangin-angin, 62 tahun, sckitar 6 bulan saja. Kebun cengkeh milik Selesai di Desa Kutabuluh bahkan mendapat serangan kilat pada pergantian musim kemarau ke penghujan, atau sebaliknya. "Hari pertama pucuk daun layu, seminggu kemudian mati," kata Selesai. Setelah itu, kebunnya seluas 2 hektar itu selesai pula riwayatnya. Sebelumnya, ketika pohonnya diserang cacar daun dan batangnya berulat, dengan cepat, dia mampu mengatasinya. Penyakit Sumatera 12 tahun silam menyerang ke Sum-Bar dan menelan 10.000 hektar kebun cengkeh. Setelah sepi, tiga tahun lalu penyakit itu bergerak ke Sumatera Utara, melalui Kabupaten Tapanuli Selatan, sebatas dengan Kabupaten Pasaman di Sum-Bar. Usai dari sini, bakteri itu menyikat puluhan ribu hektar kebun cengkeh di Labuhanbatu, Simalungun, Deli Serdang dan terakhir di Karo itu. Dari pengamatan Masdin, bakteri itu gampang ke Karo karena ketinggiannya kurang dari 950 meter di atas permukaan laut. Kebun yang di atas ketinggian itu, seperti di Kecamatan Tiganderket, Payung, Simpang Empat, dan Kabanjahe, belum ada tanda diserang. Apakah ketinggian tanah memudahkan intensitas serangan penyakit tersebut, belum pasti. Hanya Masdin sudah menyarankan, pohon cengkeh yang belum digebuk bakteri itu agar cepat dipupuk lebih intensif. Maksudnya, memperlambat kematian. Sembari menunggu padam, petani segera mencari penggantinya, misalnya menanam kapulaga dan vanili. Sumatera desease pertama kali tersingkap ketika diteliti di Sub-Balai Penelitian Rempah dan Obat Solok, Sum-Bar. Konon, bakteri itu disebarkan oleh Hindola fulva serangga bertabung yang bentuknya menyerupai nyamuk. Penelitian lanjutan Berry, selain diharap mengidentifikasikannya lebih jelas, juga bisa dicari pemberantasnya yang tepat. Sekarang yang dicoba baru Monocrotofos, Sihalotrin, dan Delthametrin -- untuk mendapat penangkal paling ampuh, plus aman terhadap lingkungan. Dalam pada itu, para petani cengkeh di Karo kini terpaksa menyuruh anak-anak mereka yang kuliah di kota pulang ke kampungnya. Mereka tak sanggup membiayainya lagi. Selama ini, di antara penduduk Karo -- di samping kebun sayurnya yang kini juga sedang diserang kutu itu (lihat Jeritan Petani Kentang) -- cengkeh merupakan mata pencaharian pokok mereka. "Kalau teringat pada cengkeh, rasanya mau menangis saja aku," ujar Sureti. Kini istri petani ini terpaksa berjualan jeruk, menyangga periuk nasi keluarga dengan dua anak itu. Suhardjo Hs. & Mukhlizardy Muhktar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini