PETANI di Karo, terutama yang menanam kentang, menjerit lagi. Hampir 80% penduduk di kabupaten berhawa dingin di Sum-Ut itu hidup dari sayur. Dulu terpuruk karena kubis mereka sulit diekspor ke Singapura dan Malaysia. Kini hasil panen kentang mereka seperti hitam terbakar. "Seolah disiram pestisida," ucap Alias Perangin-angin, 31 tahun, petani sayur di Tiga Panah. Muncul Frits Halomoan Silalahi, 32 tahun, pimpinan proyek penelitian di SubBalai Penelitian Holtikultura, Tongkoh, Brastagi. Menurut dia, kentang itu dimangsa kutu. Ratusan hama berwarna putih, kotor, dan besarnya 1 mm itu bercokol di pohon kentang. Alumnus Fakultas Pertanian USU itu, sejak enam bulan lalu, meneliti. Ia menanam kentang, Solamun tuberosum, di rumah kaca. Di tempat lain ia menanam cabai yang diselingi sawi cina, Brasisca chinensis. Kutu yang menyerang kentang itu, jenis Apix yang juga memangsa cabai. Meleset, dikira sebelumnya tak doyan kentang dan sawi. Ketiga tanaman itu ditelan si Apix, namun sawi petani belum diserangnya. Nanti, ketika populasi meningkat di musim kemarau, Apix entah berpesta menghisap cairan protoplasma di bagian bawah daun. Bukan yang muda saja, daun tua disikat ramai-ramal. Sehari daun itu layu, sehingga proses metabolismenya terganggu. Serumpun umbi kentang cuma sekitar 0,5 kg. Umbi itu kecil dan jarang-jarang, persis kentang di kebun Alias. Dulu kebunnya menghasilkan kentang sekepal tinju. "Sejak menerima serangan, pertumbuhan umbi terhenti" tutur Halomoan kepada TEMPO. Belum ditemukan pestisida yang cocok, walau beberapa sudah dicoba. Kutu itu tumpul disemprot insektisida seperti Decis, Sevin, ataupun Dursban. Bila dosisnya ditambah, begitu Halomoan mensinyalir, justru membuat predatornya mati. Sebaliknya, bibit kutu makin sesak membiak. Lalu lahir insektisida ramuan petani yang ampuh membunuh hama itu. "Tak jelas insektisida apa. Mereka mencampurnya dengan bermacam insektisida," kata Halomoan. Ramuan tersebut kini sibuk pula dipelajari oleh ayah dua anak itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini