Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Menjerat Pengkhianat Bangsa

Jaksa Tinggi Bob Rusli Nasution menangkap penyelundup rotan Robby Ng alias Robby Mandolang, 30. Untuk kegiatan ekspornya direktur CV Indonesia shell ini memanipulasi dokumen pemberitahuan ekspor barang.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"ANGIN buruk" kembali bertiup bagi para penyelundup. Jaksa Agung Sukarton Marmosudjono, Sabtu pekan lalu, di Ujungpandang menyatakan tekadnya hendak memerangi penyelundup sampai tuntas. Para penyelundup, yang disebutnya "pengkhinat-pengkhianat bangsa", harus dibekuk batang hidungnya. Artinya, tak lagi akan diadili in absentia -- cara yang dianggapnya mengesankan kejaksaan tak ulet. "Kita harus membuktikan keuletan itu, seperti yang dilakukan Kajati Sul-Sel Bob Nasution. Ia berhasil menjaring penyelundup rotan yang sudah lari ke Hong Kong," kata Sukarton di depan Tim Penanggulangan dan Penanganan Perkara Penyelundupan Daerah (TP4D) Sulaesi Selatan Bob Rusli Nasution, yang hari itu dilantik sebagai ketua TP4D Sul-Sel, tersenyum mendapat pujian "bos"nya. Jaksa tinggi bertubuh besar ini, yang baru sebulan bertugas di Ujungpandang ini, memang sepekan sebelumnya sukses besar menjaring otak penyelundup rotan di daerah itu, Robby Ng alias Robby Mandolang, 30 tahun, presiden direktur CV Indonesia Shell. Padahal, ketika perbuatannya terbongkar, Robby bersama istrinya sudah berada di Hong Kong. Tim Jaring, yang dipimpin Bob, segera menyusun strategi agar Robby bersama istrinya bisa dipancing kembali ke Indonesia: agar mengurus hartanya disini. Selama masa "penantian" itu, godaan pun muncul terhadap aparat kejaksaan. Seorang famili Robby di Indonesia menghubungi Bob dan kepala Operasi Intelijen Kejaksaan B.T.P. Siregar, agar mengklirkan masalah itu. Untuk kedua pejabat kejaksaan itu, katanya, disediakan dana Rp 1 milyar. "Tapi mata saya belum hijau oleh uang," cerita Bob, yang menolak "rezeki" itu bersama Siregar. Akhirnya pancingan Bob mengena. Robby terbujuk dan bersedia pulang. Sabtu dua pekan lalu, tersangka penyelundup itu mendarat bersama istrinya di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Ia kaget, karena begitu turun, langsung diringkus petugas kejaksaan yang sudah menunggunya. Kini Robby, WNI kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah itu meringkuk sebagai tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sari, Ujungpandang. Hanya saja, kaki tangan Robby, yang disebut sebagai direkturnya, Marzuki Madjid dan Willem Daud serta kepala gudang Hary kini dinyatakan buron. Kejaksaan juga menyita tiga ribu ton rotan di tiga gudang Robby, di Ujungpandang. "Saya kaget sendiri, kok jumlahnya begitu banyak," kata Bob Nasution. Ketika melakukan peninjauan itu, Jaksa Agung Sukarton mendapat informasi terbaru. Seorang karyawan Robby sempat menyelipkan sebuah surat yang hanya bertulisan tangan. Isinya mengungkapkan bahwa perbuatan Robby itu sudah dilakukan sejak 1986. Si karyawan memohon maaf karena selama ini tak berani melaporkan kejahatan itu. Berkat laporan semacam itu pula sebenarnya kegiatan Robby terbongkar awal bulan ini. "Ada seorang penduduk yang menelepon saya malam hari, melaporkan kegiatan Robby itu," kata Sukarton. Malam itu juga ia menelepon Bob Nasution untuk mengusut informasi itu, dan ternyata akurat. Pada Juni lalu, Robby baru saja mengapalkan ribuan ton rotan dengan kapal KM Sangkuriang VII dari dermaga Soekarno, Ujungpandang, menuju Hong Kong. Dalam rangka ekspor rotan itulah Robby memanipulasikan dokumennya, sehingga jumlah rotan yang diekspornya tak sesuai dengan Pemberitahuan Ekspor Barang (PFB). "Dalam dokumen tertera 510 ton, tapi barang riil yang diekspor 2.510 ton." kata Sukarton. Akibatnya, ncgara dirugikan Rp 2 milyar lebih. Manipulasi milyaran rupiah itu apalagi kalau benar telah berlangsung sejak 1986 -- kata Sukarton. hisa terjadi akibat keteledoran Sucofindo di Ujungpandang, perusahaan swasta yang berwenang memeriksa barang-barang sebelum diekspor. "Mereka sehamsnya agak telitilah. Periksalah dengan betul, dan jangan tidur," tutur Sukarton. Pimpinan Sucofindo Ujungpandang, Nyoman Suryade, kepada TEMPO mengatakan, pihaknya merasa sudah menjalankan tugas sebaik-baiknya. Hanya saja, Nyoman mengakui terdapat kelemahan dalam mekanisme pengawasan pemuatan barang yang hendak diekspor itu. Mestinya, katanya, pihak Sucofindo mendapat informasi dari eksporter tentang jadwal pengapalan dan nama kapal yang hendak mengangkut barang ekspor itu. Tapi itu pula yang sclama ini tak didapat Sucofindo, sehingga perusahaan itu tak bisa melakukan cross chek. Tapi bukan hanya di Ujungpandang penyelundupan rotan itu akhir-akhir ini merajalela. Minggu kedua Juli lalu, misalnya, pihak Bea Cukai berhasil pula menggagalkan penyelundupan rotan setengah jadi sebanyak 100 ton melalui. Tanjungpriok. Padahal, ekspor rotan semacam itu, sejak Juli lalu terlarang. Sebab itu, di PEB, eksportir menyebutkan barangnya kawat besi. "Dengan kejelian kita buktikan bahwa itu barang selundupan," kata Direktur Pemberantasan Penyelundupan Direktorat Bea dan Cukai Bambang Subadi. Dari perbatasan di Kalimantan Timur, patroli Bea Cukai berhasil pula menyeret kapal Mulya Jaya yang berusaha menyelundupkan rotan 184 ton setengah jadi Kapal berbendera Indonesia ini langsung ditangkap begitu meninggalkan pelabuhan Pantalon menuju ke bandar Tawao, Malaysia Timur Karni Ilyas, Widi Yarmanto, dan Agung Firmasyah (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus