Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tuah Angka Sembilan

Pabrik rokok Sampoerna genap 75 tahun. Pendirinya, Liem Seeng Tee selain bisnis, aktif di Partai Nasional Indonesia. Liem Tien Pao alias putera Sampoerna 41, mengadakan promosi besar-besaran.

20 Agustus 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TONGGAK industri kretek Indonesia ditegakkan awal abad ke-20 oleh Nitisemito, di Kudus, Jawa Tengah. Tapi pabrik kretek pertama dibangun tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee di Surabaya. Imigran dari Cina yang masuk Indonesia tahun 1890 itu mulai melinting rokok di teras rumahnya di Jalan Ngaglik. Ia kemudian mendirikan perusahaan kretek tertua di dunia Sampoerna, yang pekan ini genap berusia 75 tahun. Liem Seeng Tee memang jago ramu-meramu tembakau. Dari tangannya lahir 234 alias Dji Sam Soe yang tersohor dan banyak digemari itu. Tapi di balik bisnis rokok, ia diam-diam aktif dalam Partai Nasional Indonesia. Koran Soeara Oemoem, yang berhaluan nasionalis, juga banyak dibantunya. Salah satu sumbangan Liem Seeng Tee masih bisa dilihat di Surabaya: Gedung Nasional Indonesia di Jalan Bubutan -- dulu sering dipakai untuk rapat-rapat perjuangan. Tahun 1932, Seeng Tee mendirikan Gedung Sampoerna dekat Dapuan, Surabaya Utara, yang sekarang dipakai untuk memproduksi sigarit kretek tangan (SKT). Di masa perang kemcrdekaan, bisnis Seeng Tee porak poranda. Ia wafat tahun 1956, sebelum sempat menegakkan pabriknya kembali. Namun, pada 1958-1959, Liem Siew Ling alias Aga Sampoerna -- sang anak yang dipersiapkan untuk menggantikannya -- berhasil membuat pabrik baru. Sejak itu alat pelinting tangan kembali berderik-derik. Pada tahun 1959, produksi sehari tercatat 100 ribu batang. Cukup maju, hanya saja gaya manajemen tak beranjak dari manajemen keluarga. Semua jabatan kunci dipegang "orang dalam". Pengembangan perusahaan juga sangat konservatif. Memang, kepemimpinan Liem Seeng Tee masih banyak membekas. Ia percaya pada angka 9 -- "kow" dalam bahasa Cina -- adalah angka tertinggi. Dari "kow" ia terilhami memberikan angka 234 -- yang jumlahnya sembilan di belakang merk Dji Sam Soe. Jumlah huruf dalam kata "Sampoerna" juga scmbilan. Percaya atau tidak, yang jelas angka sembilan masih diakui tuahnya sampai sekarang. Ukuran pabrik Sampoerna yang modern di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya persis 27 X 27 m. Luas arealnya 5,22 hektar. Angka-angka ini semua kalau dijumlahkan tentu sembilan. "Desain perusahaan kami memang serba sembilan," tutur Ir. Hendra Prasetya, General Manager Sampoerna. Toh tak semua "kepercayaan" Liem Seeng Tee dipertahankan. Kepercayaan pada sebuah pemeo Cina: harta tak pernah bisa lewat tiga generasi, justru kini dicoba ditangkal dengan sepenuh dana dan daya. Agar pemeo itu tak menimpa Sampoerna sejak 1980 terjadi perubahan besar. Dimulai dengan naiknya Liem Tien Pao atau Putera Sampoerna. Tien Pao, yang sekarang berusia 41 tahun ini, lahir di Belanda dan "kenyang" pendidikan Barat -- antara lain menekuni bidang kimia dan akuntansi di Amerika Serikat. Dia memasukkan orang-orang profesional. Putera Sampoerna juga mulai aktif memasang iklan -- menembus isolasi perusahaannya. Dan untuk tahun 1988 ini, ia sudah merencanakan biaya promosi sampai Rp 11 milyar, meningkat 75% dari tahun sebelumnya. Mengapa tak dari dulu? "Kami masih mengembangkan infrastruktur dulu," begitu alasan Hendra Prasetya. Di bidang pemasaran, sejak 1986 Sampoerna mulai mengandalkan agen. "Kami mulai banting setir tahun itu" ujar Darwan Halim, staf pemasaran. Agaknya disadari bahwa gaya lama pemasaran -- tanpa agen dan tanpa promosi besar-besaran -- menyebabkan perusahaan rokok tertua ini tertinggal dari Bentoel, Djarum, atau Gudang Garam. Mungkin karena promosi juga, Putera Sampoerna berhasil membawa perusahaannya masuk tujuh besar dalam jumlah produksi. Dia pun melakukan diversifikasi, dengan misalnya membeli pabrik rokok dari Phillip Morris Malang (1978), yang kemudian diberi nama PT Panamas. Di Rungkut, ia membangun percetakan PT Jawa Printindo dan PT Jawa Transitindo untuk memenuhi kebutuhan kertas kemasan. Sampoerna juga masuk ke bidang real estate. Di areal seluas 600 hektar di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, tengah dibangun Griya Serba Guna Sampoerna Taman Dayu, sebuah permukiman lengkap untuk masa depan. Dalam pembayaran cukai, Sampoerna menduduki peringkat keempat. Tahun 1987 mereka menyetor Rp 32 milyar. Malah, pada 1988, Sampoerna menargetkan pembelian pita cukai Rp 45 milyar. Produksi Sampoerna juga sudah meningkat di atas 20 milyar batang per tahunnya. Memiliki 12 ribu karyawan, Sampoerna kabarnya memberikan upah tertinggi, minimal sehari Rp 1.600. Dan mereka tampak bersemangat, seperti sadar bahwa sedang tertinggal. "Sekarang Pak Putera, yang pegang tongkat komando, mengajak kami lari. Dan kami ikut lari," kata Hendra. Wahyu Muryadi dan Toriq hadad (Biro Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus