Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Banda Aceh - Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menilai deforestasi telah menyebabkan satwa liar di hutan semakin terisolir. Hilangnya hutan alam kini utamanya dihadapi oleh satwa kunci di hutan Aceh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Deforestasi berdampak terhadap satwa kunci yaitu fragmentasi habitat hingga satwa menjadi terisolir," kata Koordinator Polisi Kehutanan BKSDA Aceh, Rahmat, seperti dikutip dari Antara di Banda Aceh, Senin, 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rahmat menuturkan, Aceh memiliki empat satwa kunci. Pertama adalah gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang populasinya diperkirakan tinggal sekitar 1.100 ekor. Satwa kunci berikutnya adalah orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan populasi ditaksir 1.400 ekor.
"Lalu yang mengkhawatirkan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) sekitar 170-200 ekor. Dan badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) lebih mengkhawatirkan, tinggal 20 ekor lagi, dia tidak menyatu lagi, kelompoknya sudah terpisah," kata Rahmat.
Merujuk data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, angka deforestasi pada hutan alam Aceh periode 2021-2022 mencapai 5,3 ribu hektare. Hutan alam seluas 2,8 ribu hektare yang hilang berada di kawasan hutan. Sedangkan sisanya, sekitar 2,5 ribu hektare, di luar kawasan hutan.
Menurut Rahmat, deforestasi menyebabkan berkurangnya luas hutan, hilangnya berbagai jenis flora dan fauna, serta mempersempit habitat satwa liar. Satwa kunci, kata dia, menjadi terisolir karena berkurangnya ruang gerak atau jelajah. Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan perubahan perilaku satwa liar dan meningkatkan insiden konflik dengan manusia.
"Perubahan perilaku satwa yang cenderung turun ke pemukiman. Contoh monyet sering dikasih makan, perilakunya menunggu di jalan berharap dikasih makan," kata Rahmat. Pada sisi lain, dia mengingatkan, deforestasi juga meningkatkan potensi bencana hidrometeorologi dan rusaknya sumber daya air.
Sebagai informasi, merujuk Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kawasan hutan dan perairan Aceh mencapai 3,5 juta hektare. Kawasan hutan ini terbagi menjadi hutan konservasi–termasuk perairan—seluas 1 juta hektare; hutan lindung sekitar 1,7 juta hektare; dan hutan produksi 710 ribu hektare. Sementara itu, wilayah konservasi daratan dan perairan dalam pengelolaan BKSDA Aceh totalnya seluas 419 ribu hektare, yang dibagi dalam delapan kawasan.
Karena itu, Rahmat menegaskan, BKSDA Aceh terus melakukan upaya perlindungan dan pengamanan kawasan konservasi. Upaya yang dimaksud berupa patroli pengamanan, penandaan batas, pemasangan papan informasi kawasan atau larangan, serta pemberdayaan masyarakat setempat. "Kami juga memberikan sosialisasi, pelatihan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, serta operasi represif dalam rangka penegakan hukum," kata Rahmat.