Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Halmahera - Gunung Dukono di Halmahera Utara, Maluku Utara, kembali erupsi dan memuntahkan abu kelabu setinggi 600 meter ke langit pada Senin pagi, 17 Maret 2025. Saum Amin, petugas pengamatan Gunung Dukono mengatakan abu dari letusan pada 10:45 waktu Tobelo itu berintensitas sedang hingga tebal, serta bergerak ke arah barat dan barat laut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Erupsi ini terekam dengan durasi 33.06 detik. Hingga saat ini erupsi masih berlangsung,” kata Amin kepada Tempo, tak lama usai kejadian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski aktivitas vulkaniknya meningkat selama beberapa hari terakhir, status Waspada Gunung Dukono belum berubah. Masyarakat lokal bisa berkegiatan biasa, namun diminta tidak mendekati maupun mendaki area Kawah Malupang Warirang dalam radius 4 kilometer dari kawah.
“Mengingat letusan dengan abu vulkanik secara periodik masih terjadi, maka masyarakat di sekitar Gunung Dukono kami anjurkan agar selalu menyediakan masker,” ujar Amin
Letusan serupa juga terjadi pada Ahad kemarin, namun kolom abunya mencapai ketinggian 3.100 meter dari puncak. Erupsi Gunung Dukono itu bahkan melontarkan batu ke area sekitar kawah.
Erupsi Gunung Dukono kerap disusul kemunculan aliran lahar yang mengalir melalui sungai-sungai di sekitarnya. Lahar ini terbentuk dari campuran material vulkanik dengan air hujan atau air tanah.
Ketika meletus pada 1933 silam, kata Amin, lahar Gunung Dukono yang mengalir ke arah utara merusak lahan pertanian dan infrastruktur penduduk setempat. Aliran lahar dapat menghancurkan jembatan, jalan, dan bangunan di sepanjang jalurnya.
Berdasarkan analisis potensi bahaya erupsi Gunung Dukono, pemerintah menetapkan tiga daerah Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, II, dan I di sana. Beberapa aliran sungai yang masuk dalam KRB I berpotensi menjadi jalur lahar. Bila dipetakan, terdapat Sungai Mamuya dan Auluto di wilayah barat laut; Sungai Mede dan Ruko di timur laut, serta Sungai Mancile di barat.
Untuk mengurangi dampak bencana akibat lahar, Amin menyebut pemerintah bisa mengembangkan infrastruktur pengendali aliran lahar. “Seperti tanggul, checkdam, sabo dam, dan kantong lahar,” kata dia.