Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Pelindungan Hukum Terhadap Orang yang Memperjuangkan Hak atas Lingkungan Hidup yang Baik dan Sehat. Ketentuan yang disahkan pada 30 Agustus 2024 ini disebut sebagai Anti-SLAPP (Anti Strategic Lawsuit Against Public Participation),
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menyatakan, sebenarnya institusi kehakiman sudah memiliki regulasi khusus yang mengatur tentang Anti-SLAPP melalui Peraturan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan. "Jadi yang awal-awal punya regulasi Anti Slapp ini adalah MA," kata Bella Nathania Plt. Deputi Direktur Bidang Program ICEL kepada Tempo, Ahad, 13 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif ICEL, Raynaldo G. Sembiring menambahkan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup itu menjadi instrumen yang ikut melengkapi penemuan hukum dari lembaga penegak hukum lainnya untuk kebutuhan perlindungan kepada pejuang lingkungan.
Menurut Raynaldo, selain MA yang juga punya kebijakan anti-SLAPP adalah Jaksa Agung yang dituangkan dalam Pedoman Jaksa Agung (JA) Nomor 8 Tahun 2022. “Permen LHK 10/2024 sebaiknya dioperasionalkan sebagai satu kesatuan dengan Pedoman JA 8/2022 dan Perma 1/2023,” kata dia.
Peraturan Menteri LHK Nomor 10 tahun 2024 itu merupakan aturan pelaksana dari Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 atau Undang Undang Lingkungan Hidup. Dengan hadirnya beleid anyar dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), maka para pejuang lingkungan lebih terlindungi.
Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri LHK itu dikatakan bahwa "Orang yang Memperjuangkan Lingkungan Hidup’ tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata." Pejuang lingkungan hidup, dalam hal ini, meliputi korban atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
Dengan terbitnya Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024, ujar Raynaldo, satu-satunya institusi yang belum memiliki kebijakan perlindungan bagi pejuang lingkungan hanya Kepolisian RI (Polri). Para pegiat lingkungan menanti komitmen dan kebijakan sejenis ini dari petinggi Polri. “Upaya penyerangan hukum dan pelanggaran hak bagi pejuang lingkungan sering berasal dari upaya paksa dalam penyidikan,” ujarnya.