Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Lingkungan

Indonesia Kirim 21 Pemuda Pelajari Industri Nikel dan Baterai di Cina

Luhut memaparkan potensi dan harapannya dari industri nikel dalam HUT BPPT ke-43, Senin 23 Agustus 2021.

24 Agustus 2021 | 15.40 WIB

Shanghai Decent Investment (Group) Co., Ltd. bekerja sama dengan PT Bintang Delapan Investama mendirikan PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di Indonesia pada 2009, dan mulai melakukan pengembangan terhadap tambang nikel seluas hampir 47.000 hektar di Kabupaten Morowali. - imip/BISNIS
Perbesar
Shanghai Decent Investment (Group) Co., Ltd. bekerja sama dengan PT Bintang Delapan Investama mendirikan PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di Indonesia pada 2009, dan mulai melakukan pengembangan terhadap tambang nikel seluas hampir 47.000 hektar di Kabupaten Morowali. - imip/BISNIS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkap pentingnya industri nikel dalam pemulihan ekonomi Indonesia ke depan. Diperhitungkannya, hanya dari proses ekstraksi untuk produksi bakteri litium, dari satu tambangnya yang ada di Morowali, Sulawesi Tengah, nilai ekspor tahunannya pada 2024 nanti bisa mencapai US$ 35-40 miliar atau setara Rp 503-575 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Pada 2014 lalu, Luhut membandingkan, nilai ekspornya tercatat sebesar US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 16 triliun dari total investasi US$ 7,34 miliar atau sekitar Rp 106 triliun. “Tapi tahun lalu sudah ekspor US$ 10,9 miliar dan tahun ini, per Juli, sudah US$ 10,4 miliar dan berpotensi jadi 19 miliar pada akhir tahun ini,” katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Luhut mengungkap itu dalam HUT BPPT ke-43, Senin 23 Agustus 2021. Menyampaikan paparannya daring, Luhut menyebut potensi industri nikel untuk bisa menolong ekonomi Indonesia. Namun dia menyatakan bangsa Indonesia harus melakukan lompatan dengan kekayaan mineral yang dimilikinya tersebut. Ini senada dengan dorongannya kepada BPPT untuk terus menghasilkan inovasi-inovasi yang bisa diaplikasikan menjadi basis pembangunan ekonomi di tanah air.

Di bidang industri nikel tersebut, dia mengungkapkan, pemerintah telah mengirim sebanyak 21 pemuda dari sejumlah universitas terkemuka di dalam negeri untuk melihat proses produksi baterai litium di Cina. “Mereka sudah setahun di sana dan harapannya mereka nanti terlibat dalam proses produksi baterai litium di Indonesia.”

Dalam paparannya, Luhut juga mengatakan terus mendorong anak-anak superpintar Indonesia untuk diambil dan disekolahkan ke luar negeri dengan pemerintah sebagai promotornya. Menurutnya, akan dibuatkan pula ‘cangkang’ di dalam negeri untuk bisa menampung anak-anak itu sekembalinya nanti dan berkambang menjadi ahli-ahli hebat di Indonesia.

“Masa tidak bisa kita ambil 150 anak-anak superpintar Indonesia? Masa ga ada 0,05 persen dari 280 juta rakyat Indonesia, anak superpintar Indonesia?” kata dia.

Dalam gilirannya, mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengingatkan kepada BPPT bahwa sumber daya manusia unggul menjadi kunci bagi Indonesia tak terjebak sebagai negara berkembang atau negara berpendapatan menengah. Dia merujuk kepada bonus demografi yang sedang dinikmati Indonesia.

Bonus demografi adalah ketika jumlah usia produktif lebih besar daripada yang non produktif. Masalahnya, Komisaris Utama di PT Telkom dan Bukalapak itu mengatakan bonus demografi tak dinikmati selamanya. Sebaliknya, ada tenggat sebelum di Indonesia beralih menjadi dominan yang usia non produktif atau dalam demografi disebut aging alias menua.

“Waktu kita tinggal 24 tahun lagi. Kita berupaya ke luar dari income trap,” katanya sambil menambahkan, “Pada 2045 sudah harus menjadi pendapatan tinggi atau negara maju, dan untuk itu kuncinya adalah sumber daya manusia.”

Bambang yang juga pernah menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas ini lalu mengajak belajar dari pengalaman sukses Korea dan Jepang serta Cile. Mereka disebut negara-negara yang berhasil lolos dari jebakan pendapatan menengah itu. Sedang beberapa negara yang gagal memanfaatkan masa bonus demografinya adalah Argentina, Peru, Meksiko, Filipina.

Foto udara penambangan nikel PT Tiran Mineral di Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, Jumat, 11 Juni 2021.  ANTARA/Jojon

Dua pelajaran yang bisa diambil, Bambang mengatakan, yang pertama, Indonesia harus bisa membuat perubahan yang transformatif berbekal pembangunan ekonomi yang berbasis inovasi. Ini sejalan dengan yang dinyatakan Luhut dengan rencana industri nikel di tanah air. Kedua, membuat pajanan teknologi kepada kalangan UKM sebagai pelaku ekonomi terbesar di dalam negeri. 

Kedua cara itu yang disebut Bambang dilakukan Jepang dan Korea saat bertransformasi menjadi negara maju. “Indonesia berada di level high risk untuk tidak bisa lolos tapi tentu kita tidak mau pasrah. Kita harus berupaya,” katanya.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus