Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

lingkungan

Ini Arti Galodo, Banjir Bandang dari Gunung Singgalang Sapu Wilayah Berbagai Daerah di Sumbar

Banjir bandang dari Gunung Singgalang menghantam Galudua, Koto Tuo Ampek Koto, Kabupaten Agam, Sumbar. Apa arti galodo bagi suku Minangkabau?

16 Mei 2024 | 10.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang dari Gunung Singgalang menghantam Galudua, Koto Tuo Ampek Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (Sumbar) pada Sabtu, 11 Mei 2024. Hujan dengan intensitas tinggi membuat sungai Tuhua dipenuhi material kayu dan rumpun bambu dari arah Gunung Singgalang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mawaddah, warga Galudua menyebutkan curah hujan lebat disertai petir sejak Sabtu senja sehingga terjadi bencana Galodo. Warga panik karena air sungai yang deras disertai material limbah kayu dan rumpun bambu dari Gunung Singgalang. Masyarakat setempat menyebutnya banjir galodo. Lantas apa arti kata galodo?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arti Kata Galodo

Dikutip dari buku bertajuk Bersahabat dengan Alam karya Ediar Buana dijelaskan bahwa galodo adalah istilah masyarakat Minangkabau menyebut air bah yang bercampur dengan lumpur dan batu. Sebelumnya, galodo juga pernah terjadi di Sumbar di daerah Solok pada 1995 silam. Banjir bermula dari dahsyatnya ombak di Danau Singkarak. Akibatnya segala bangunan yang ada di pinggiran Danau Singkarak amburadul. 

Ombak terus bergerak menuju ruas jalan yang ada di tepi danau hingga menyapu pemukiman warga. Tak hanya itu, air Sungai Batang Lolo meluap meluap. Airnya menimbulkan banjir galodo dan menenggelamkan empat desa yang dilaluinya.  

Dikutip dari Antaranews, data terbaru dari Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Padang melaporkan jenazah korban yang dilaporkan hilang akibat banjir lahar hujan Gunung Marapi maupun banjir bandang mencapai 47 orang pada 13 Mei pukul 23.00 WIB.

Penyebab galodo menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati adalah hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat. Ia juga menyampaikan, berdasarkan analisa BMKG per 6 Mei 2024 telah terdeteksi adanya pola sirkulasi siklonik di sebelah barat Aceh yang berpotensi memicu pertumbuhan awan hujan secara intensif.

"BMKG mendeteksi selama sebulan terakhir terjadi gempa-gempa kecil dengan Magnitudo sekitar 3 yang cukup mampu meretakkan batuan ataupun menyebabkan runtuhan batuan di banyak tempat,” kata Dwikorita.

Dia menduga runtuhan batuan menyumbat aliran sungai di hulu Marapi. Retakan akibat gempa juga mudah menjadi longsor setelah guyuran hujan sedang-lebat berhari-hari.

Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, mencatat jumlah pengungsi di Kabupaten Agam sebanyak 1.159 jiwa dan di Kabupaten Tanah Datar sebanyak 2.039 jiwa. Dia memastikan, tim gabungan yang terdiri dari BPBD Kabupaten Tanah Datar bersama dengan Basarnas, TNI, Polri, dan relawan terus melakukan penanganan darurat di lokasi terdampak.

KARUNIA PUTRI | YOHANNES MAHARSO JOHARSOYO 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus