KAUM nelayan di kecamatan Socah Madura, yang berseberangan
dengan daerah Gresik di daratan Jawa Timur sejak lima tahun
terakhir sudah semakin sulit menjala ikan di Selat umal.
Keluhan mereka tidak jauh mendengar. Tapi setelah Camat Socah,
Rusdi Abdullah, membikin pernyataan pers, gubernur Ja-Tim
Sunandar Priyosudarmo turun tangan Januari ini. Dikirimnya Tim
PPLH (Pengendalian Polusi dan Lingkungan Hidup) ke Gresik.
Sasarannya: pabrik pupuk PT Petrokimia Gresik, milik negara yang
sudah lama dicurigai sebagai biang polusi. Juga pabrik cat
patungan Indonesia-Amerika, Rohm & Haaz Co. Sedang contoh air
laut di pantai Socah juga diambil untuk diperiksa di
laboratorium PPLH Ja-Tim.
Ternyata Rohm 8 Haaz, yang tancap kaki di situ dua tahun lalu,
membuang cairan acrylat ke laut. Suatu bahan organik ampas
pembuatan cat itu berbau pesing seperti air kencing. Sedang PT
Petrokimia membuang tiga jenis polutan berat ke laut: arsen
(As) yang sifatnya sangat beracun, larutan amoniak (NH3) yang
juga berbau pesing, dan chroom hexavalent (Cr 6). Tapi betulkah
dosis polusi di situ sudah melewati batas?
Dengan Tong
Menurut SK Gubernur No. 43/1978, kadar As yang dibolehkan dalam
air buangan maksimal 1 ppm. Cr6 maksimal 0,1 ppm, sedang NH3
paling banter 1,5 ppm. Pabrik pupuk itu, berdasar' penelitian
tim polusinya sendiri yang baru saja dibentuk Desember lalu,
mengaku bahwa air buangan pabrik "telah memenuhi ketentuan SK"
itu. Pekan lalu ir Suratman, ketua tim tersebut menjelaskm
kepada TEMPO: Kadar arsenicum, setelah dianalisa di laboratorium
ITS cuma 0,5 ppm. Juga Cr 6 dan 113 tak melebihi ketentuan SK
Gubernur.
Keterangan orang pabrik itu dibenarkan oleh Rudiyana, Sekretaris
Tim PPLH Ja-Tim yang mengepalai regu peninjau ke Gresik.
"Sisa-sisa As hanya dibuang langsung ke laut ketika hujan
deras," katanya. Sedang di musim kemarau, dikatakannya arsen itu
dituang ke dalam tong, dinekatkan dengan semen kemudian dibuang
ke laut setelah mendapat izin dari Syahbandar Tanjung Perak.
"Sejak tiga tahun terakhir, saya kira sudah ada 300 tong yang
dibuang ke Selat Bali," tutur Alfonso, petugas pelabuhan Tg.
Perak yang termasuk Tim PPLH Ja-Tim.
Meski begitu, Pemda Ja-Tim toh menganggap buangan pabrik
Petrokimia itu masih berbahaya. "Itulah sebabnya sejak lima
tahun lalu buangan Petrokimia yang bening itu sengaja kami
campur dengan karbon dan minyak bekas. Maksudnya agar air
buangan itu tampak keruh, sehingga penduduk terhindar dari
hal-hal yang tak diinginkan," begitu ir Djarot Djojokusumo,
Direktur Produksi Petrokimia berdalih.
Namun justru kepekatan zat arang dan minyak bekas yang dikocok
ke dalam air buangan pabrik pupuk ZA terbesar di Indonesia itu
"telah menyebabkan ikan-ikan pada mati," demikian ir Farid
Dimyati, anggota Tim PPLH lainnya. Argumentasinya: bahan-bahan
pencemar itu mengurangi zat asam dalam air laut, sehingga
ikan-ikan pada mati kehabisan nafas. Dan kematian ikan memang
sering dijumpai oleh Mat Kholil, seorang nelayan di desa
Pesisir Pojok yang persis bertetangga dengan pabrik Petrokimia.
Repotnya, seperti diakui M. Zuhdi, Ketua Komisi PPLH Ja-Tim,
pabrik buatan Italia itu memang tak memiliki peralatan
pengolahan air buangan (waste water treatment plant). Sedang
untuk mencangkokkan alat baru di tengah-tengah deretan mesin
lama, secara teknis sulit, dan besar biayanya. "Alat penyaring
AS saja, misalnya, sebelum K-15-N sudah Rp 400 juta," tutur ir
Inif, anggota tim PPLH. Debit air buangan Petrokimia rata-rata
20 liter per detik. Sementara itu, "kita tak mungkin kan menutup
pabrik ini," sambung M. Zuhdi.
Selat Sempit
Namun merosotnya populasikan di Selat Kamal mungkin bukan hanya
lantaran polusi pabrik. Ini dikemukakan sendiri oleh Rusdi
Abdullah, Camat Socah itu. Katanya, kedua dermaga pelabuhan PT
Petrokimia dan PT Semen Gresik yang menjorok sejauh 1 km ke
tengah laut "menyempitkan mulut selat." Jarak yang memisah
pantai Gresik dan Socah hanya 5 mil laut, atau sekitar 8 km.
Akibatnya, terjadi arus deras yang menghanyutkan lapisan lumpur
di dasar selat. "Ini menyebabkan plankton-plankton yang sangat
peka terhadap setiap perubahan lingkungan pada mengungsi pula,"
sambung ir Suhartono, anggota tim PPLH yang sehari-hari bekerja
di Dinas Perikanan Jawa Timur.
Pantai Socah terusik oleh tiga lampu sorot yang dipasang di
dermaga Petrokimia. Cahayanya yang terang benderang itu
menyilaukan mata kaum nelayan Socah di malam hari. Sementara
ikan-ikan pun, karena tertarik oleh sinar lampu sorot itu,
menjauhi Socah. Makin ramainya kapal yang lalu-lalang di Selat
Kamal, makin terganggu ikan dan nelayan di sana. Walhasil, regu
penyelidik PPLH yang datang ke Gresik menjadi ragu-ragu untuk
membuat kesimpulan tentang faktor apa yang paling dominan dalam
pengurangan populasi ikan di Selat Kamal.
Polusi atau bukan, Camat Rusdi Abdullah bermaksud mengajak
sebagian rakyatnya untuk bertransmigrasi saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini