Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Atau hanya sekedar kenangan ?

Penggubah musik melayu deli, said effendy, 56, kini hanya sebagai tenaga kesenian pada orkes studio jakarta. sebagai penyanyi dan penggubah lagu, karyanya banyak yang rusak dan hilang. (ms)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERKACAMATA, tak pernah bercerai dengan rokok. Tubuhnya kini sudah susut. Tinggal di bilangan Tanah Tinggi, Senen, dalam sebuah rumah sederhana yang sudah ditempatinya selama 20 tahun. Bintangnya katakan saja sudah pudar sebagai penyanyi. Agaknya idealismenya pun sudah runtuh, karena ia lebih banyak sibuk sebagai makelar -- jual-beli barang, sekarang. Untung hubungan formilnya dengan musik masih ada, lewat tugasnya sebagai tenaga kesenian pada Orkes Studio Jakarta, dengan gaji Rp 30 ribu sebulan. Pekerjaan dengan status honorer itu sudah dilaksanakannya 30 tahun. Tiap hari Minggu pagi, ia juga memberi komentar atas penampilan Sanggar Vokalia di RRI -- grup nyanyi yang dulu dibentuk dan dilatih Andi Mulya almarhum. Tapi hanya komentar, tidak melatih. Ia mengaku tidak punya waktu. "Saya menyesal, kenapa dulu tidak meneruskan sekolah ke pendidikan tinggi. Mengapa hanya menyalurkan bakat sebagai penyanyi," tuturnya kepada Eddy Herwanto dari TEMPO. Beberapa orang rekannya sekarang memang sudah menduduki posisi sosial yang penting. Dan sebagai penyanyi dan penulis lagu, ia juga menyesal karena tidak sempat menyelamatkan dan merawat dokumentasi lagu-lagunya. Ada yang rusak, hilang, ada juga yang dimakan banjir. Maklum daerah Tanah Tinggi, di mana ia tinggal, sebenarnya daerah rendah. Yang paling berharga yang masih selamat di tangannya sekarang, hanya dua ril pita berisi 10 buah lagu dari zaman tatkala ia memimpin Orkes Melayu Irama Agung. Said Effendy lahir di Besuki 6 Agustus 1923. Mulai berkenalan dengan keroncong waktu usia 13 tahun. Bergabung dengan Orkes Keroncong 'Strek' sebagai penyanyi. Setelah itu menempuh pengalaman panjang sebagai seorang penyanyi. Yang paling penting dalam hidup orang tua ini adalah sentuhan lagu gambus di tahun 1948, yang dirasakannya ketika ia melawat ke Pontianak. Di Jakarta kemudian ia banyak mendengar lagu-lagu Orkes Gambus 'Al Wathon' pimpinan Hasan Alaydrus. Kemudian ia masuk Orkes Studio Jakarta yang masa itu dipimpin R. Sutejo. Dengan pengaruh kuat gambus Effendy menggubah musik Melayu Deli. Tahun 1948 ia menulis lagu pertamanya, Asmara Dewi. Setahun berikutnya Bahtera Laju. Effendy mengaku, dibanding lagu pop sekarang, Mclayu Deli barangkali tidak akan banyak menarik perhatian. Jadi adakah ini sekedar kenangan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus