Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Sandi Martapraja pada Sabtu, 11 Januari 2025 mengungkapkan bahwa pihak JRP yang bertanggung jawab membangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sandi mengklaim bahwa pembangunan pagar laut ditujukan sebagai mitigasi abrasi air laut. Pagar laut dari bilah-bilah bambu tersebut juga dibangun dari hasil swadaya masyarakat yang tinggal di pesisir.
Ungkap Atasi Abrasi Air Laut
Menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, abrasi adalah fenomena terkikisnya tanah pada pesisir pantai yang disebabkan oleh ombak dan arus laut yang sifatnya merusak. Dampak dari pengikisan oleh air laut tersebut membuat daerah sekitar pantai ikut terbanjuru sehingga garis pantai menjadi semakin lebar.
Abrasi merupakan salah satu proses alam. Penyebab timbulnya ombak dan arus laut yang mengikis daratan pantai dapat dipicu oleh angin laut yang bertiup sangat kencang sehingga menimbulkan ombak besar seperti badai. Selain itu, kerusakan daratan oleh air laut juga dapat terjadi akibat proses alami pasang surut air dan arus laut.
Peristiwa abrasi oleh alam tidak dapat dihindari oleh manusia. Namun, risiko abrasi air laut dapat ditanggulangi dengan menanam pohon bakau dan membudidayakan terumbu karang pemecah ombak.
Dalam kasus pemagaran pantai yang dilakukan JRP, Sandi mengatakan bahwa pagar laut yang terbuat dari bilah-bilah bambu dapat mencegah bencana abrasi. Selain itu, Sandi meyakini bahwa pagar laut yang telah dibangun dapat mengatasi ancaman tsunami meskipun tidak sepenuhnya dapat menahan arus laut. Pagar laut dianggapnya mencegah terjadinya pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan pemukiman.
"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," ungkap Sandi.
Pagar Laut Bukan Cara Efektif
Klaim JRP mendapat sanggahan dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI). IOJI menyatakan bahwa pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, bukan merupakan cara efektif dalam mitigasi abrasi maupun bencana alam tsunami.
"Rasa-rasanya ada cara lain yang lebih efektif kalau kita mau bicara mitigasi atau adaptasi perubahan iklim," kata Andreas Aditya Salim, Direktur Program di IOJI saat dihubungi via telepon pada Senin, 13 Januari 2025.
Menurut Andreas, beberapa cara lain dapat ditujukan untuk memitigasi bencana di pesisir pantai. Salah satu cara yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan penanaman dan pelestarian hutan bakau.
Pihak IOJI menilai bahwa pelestarian hutan bakau dapat lebih efektif mengurangi risiko terjadinya abrasi air laut yang dapat merusak daratan. Andreas mengatakan cara tersebut lebih baik dibandingkan menggunakan pagar laut bambu. "Dibanding menggunakan pagar bambu seperti itu, kalau pendapat saya seperti itu," kata Andreas.
Fungsi utama hutan bakau adalah melindungi pantai dari abrasi. Akar bakau yang kuat dan menjalar mampu mencengkeram tanah dengan kokoh dan mengurangi dampak pengikisan akibat gelombang laut. Kehadiran bakau di wilayah pesisir dapat membuat kondisi tanah menjadi lebih stabil sehingga aktivitas masyarakat yang bergantung pada lahan pesisir dapat berlangsung tanpa gangguan.
Andreas mengatakan tugas mitigasi bencana atau perubahan iklim merupakan tugas pemerintah dan masyarakat. Akan tetapi, peran pemerintah sudah sepatutnya lebih dominan dalam upaya tersebut meskipun masyarakat juga penting dalam mengambil peran aktif.
"Karena pemerintah lebih punya kekuatan dan kemampuan untuk mengontrol, mengatur, dan menegakkan hukum," ujar Andreas.
Viola Nada Hafilda, Ananda Ridho Sulistya, dan Yudono Yanuar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Pembongkaran Pagar Laut Tangerang Dilanjutkan, Berikut Deretan Kendalanya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini