Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kembali Hadang Ekskavator, Warga Pulau Pari Desak Pencabutan Izin Proyek Cottage Apung

Sebelumnya, warga Pulau Pari telah menghadang masuknya ekskavator pada November lalu. Terkini diungkap adanya intimidasi yang diterima dari aparat.

20 Januari 2025 | 12.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Excavator yang beroperasi untuk pengembangan fasilitas pariwisata oleh swasta di Gugusan Pulau Pari, 17 Januari 2025. Warga Pulau Pari meminta aktivitas pengerukan pasir laut tersebut dihentikan. Dok. Koalisi Selamatkan Pulau Pari (KSPP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu, mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk segera mencabut Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) yang diterbitkan untuk pembangunan fasilitas pariwisata di gugusan Pulau Pari. Warga menilai proyek ini berpotensi merusak ekosistem laut, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove, serta mengancam ruang hidup masyarakat nelayan setempat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Desakan ini semakin memuncak setelah warga menghadang operasi ekskavator yang digunakan untuk pengerukan pasir laut di perairan dangkal Gugusan Pulau Pari pada 17 Januari 2025. Alat tersebut diketahui digunakan untuk pembangunan fasilitas pariwisata oleh pihak swasta. Warga yang mendengar adanya aktivitas tersebut langsung mendatangi lokasi dan meminta pengerukan dihentikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penolakan ini bukan pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, warga sebenarnya sudah menghadang masuknya ekskavator pada November lalu. Saat itu, para pekerja alat berat berhasil dihalau, meninggalkan alat tersebut sebelum sampai ke daratan.

Ketua Forum Peduli Pulau Pari (FP3) Mustaghfirin menjelaskan bahwa kawasan Pulau Gugus Lempeng telah lama dijaga masyarakat secara kolektif secara mandiri, termasuk melakukan penanaman dan budidaya mangrove. “Kami menjaga dan melestarikan Gugus Lempeng secara swadaya sebagai bentuk pengelolaan dan penguasaan ruang hidup kami,” kata Mustaghfirin dalam keterangan tertulis yag dibagikannya pada Minggu, 19 Januari 2025. 

Ketua RW 04 Pulau Pari Sulaiman menyebutkan bahwa penerbitan PKKPRL oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak diketahui warga. “Warga Pulau Pari menolak seluruh aktivitas pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan warga dan berpotensi merusak ekosistem kelautan,” kata dia.

Mustaghfirin dan Sulaiman juga menyoroti kekhawatiran terhadap pembatasan aktivitas nelayan seperti yang terjadi di Pulau Biawak. Di Pulau Pari, mereka mengungkap, sudah ada intimidasi dari pihak yang mengaku sebagai anggota TNI, termasuk dugaan perintah pengerukan pasir dan pencabutan mangrove menggunakan alat berat.

Warga menduga ada maladministrasi dalam penerbitan PKKPRL karena tidak transparan, tanpa partisipasi warga, dan bahkan melibatkan pelanggaran asas pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, Koalisi Selamatkan Pulau Pari mendesak KKP untuk mencabut PKKPRL dan menghentikan pembangunan proyek cottage apung milik swasta tersebut. 

Mereka juga meminta Panglima TNI memeriksa dugaan pelanggaran indisipliner oleh anggota TNI AD dari Kodim yang diduga terlibat dalam pengerahan alat berat. Selain itu, Ombudsman diminta menyelidiki maladministrasi, sementara Komnas HAM didesak melakukan pemantauan untuk memastikan tidak ada pelanggaran HAM terhadap warga yang menolak proyek tersebut.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus