Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kembali Ke Tumpang, Setelah Karawang

Kelaparan di karawang akibat sistim pertanian monokultur padi. perlu sistim pertanian majemuk (tupang sari atau tupang gilir). kesuburan tanah perlu dijaga, agar tanaman berhasil baik.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KELAPARAN yang baru-baru ini timbul di berbagai desa kabupaten Karawang, Jawa Barat, membuat orang kembali bicara tentang perlunya ditinjau kembali sistim monokultur padi, yang dilakukan Departemen Pertanian. Sebagai gantinya beberapa ahli menilai perlunya kembali pada sistim multiple cropping (pertanian majemuk). Ini dikemukakan oleh Dr. Ida Nyoman Oka dari LP3 Bogor (TEMPO), 8 Oktober). Bagyo Suminto pengamat pertanian yang bekerja pada Pusat Latihan Batan di Pasar Jumat. Jakarta juga beranggapan begitu. Berikut ini tulisannya: Cara bercocok tanam yang kini terkenal dengan sebutan multiple cropping ini, sudah ratusan tahun dikenal petani. Cuma sekarang lebih diintensifkan sejalan dengan kemajuan teknologi pertanian. Apa maksudnya multiple cropping itu? Istilah Indonesia yang tepat taunpaknya belum ada. Tapi mak.cudnya kurang lebih begini: menanami sebidang tanah dengan dua atau lebih jenis tanama, dalam waktu bersamaan atau bergiliran. Ada lima sistim pelaksanaan multiple cropping, yaitu: * Rotasi tanaman, yaitu penanaman jenis tanaman lain sesudah tanaman pertama dipanen. Misalnya sayur-sayuran, kacang-kacangan yang ditanam setelah pagi, jagung atau tebu dipanen. * Tumpang sari. Ini adalah penanarman dua atau lebih jenis tanaman secara serempak, yang biasanya diatur dalam barisan. Sistim ini ada dua, yakni tumpang sari tanaman yang sama umurnya. Misalnya jagung dengan kedele. Serta turnpang sari tanaman yang berbeda umurnya. Misalnya tebu dengan jagung. Tumpang sari ini dapat pula dilakukan terhadap tanaman tahunan. Misalnya kelapa dengan kopi atau kakao (coklat), atau kopi dengan kakao. * Tumpang gilir, yaitu penanaman jenis tanaman lain pada waktu tanaman pertama mulai masak. Misalnya penanaman kedele di antara jagung yang 10 hari lagi bakal dipanen. * Interkultur, penanaman tanaman semusim di antara barisan tanaman tahunan yang masih muda. Misalnya kacang-kacangan atau jagung yang ditanam di antara cengkeh. Hati-Hati Sistim bercocok tanam seperti itu memanfaatkan tanah, air dan waktu seefisien mungkin. Dengan demikian frekwensi panen serta penghasilan petani dari sebidang tanah yang luasnya sama dapat ditingkatkam hal ini tentu sangat menguntungkan bagi petani di Jawa, yang luas tanahnya sangat terbatas -0,5 - 2 Ha. Memang, produksi masing-masing tanaman yang ditumpang-sarikan atau ditumpang-gilirkan itu lebih rendah daripada yang di monokultur-kan. Tapi total jenderal, penghasilan petani akan lebih tinggi. Praktek di Pilipina misalnya, menunjukkan betapa petani dengan sistim tumpang sari/gilir tertentu dapat memanen 22 ribu pesos (sekitar Rp 1 juta) setahun. Sedang dari 1 Ha tanah yang hanya ditanami padi saja, hanya akan diperoleh 3500 pesos (sekitar Rp Rp 175 ribu) setahun. Selain hasilnya jadi meningkat, ada penghematan biaya pengolahan tanaldan pemeliharaan tanaman. Biaya itu diperkecil, karena populasi hama yang menyerang tanaman turun. Juga tumbuhan pengganggu (rerumputan) tertekan, karena tanah selalu tertutup oleh tajuk tanaunan. Tanah yang selalu tertutup tajuk tanaman terlindung dari panas matahari. Akibatnya penguapan air dari permukaan tanal1 berkurang pula, sehingga kondisi tanah tetap baik dan gembur. Penelitian juga menunjukkan, bahwa kebutuhan air untuk tanaman ladang hanya sepertiga dari kebutuhan pengairan padi sawah. Juga pupuk dimanfaatkan dengan lebih efektif oleh tanaman yang ditumpang sari/tumpang-gilirkan daripada sistim tanam monokultur. Bagaimana pun, pelaksanaan tumpangsari/tumpang-gilir perlu berhati-hati. Sebab sistim ini terlalu "memeras tanah". Setiap jengkal tanah dituntut berproduksi sebanyak dan sesering mungkin, setiap musim. Makanya. kelestarian kesuburan tanah perlu dijaga dengan mengkombinasikan sistim pergiliran tanaman dengan pemupukan yang serasi. Untuk itu tentu saja perlu bimbingan bagi petani. Penyelenggaraan proyek perintis multiple cropping oleh Pemda Jatim yang bekerjasama dengan Taiwan di Pagu. Kabupaten Kediri (dataran rendah) dan Pujon, Kabupaten Malang (pegunungan) merupakan rintisan yang baik sekali.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus