DI Minahasa, yang kini lagi ramai dengan buah cengkih, yang
interesan yakni sistim niaga buah tersebut. Pak Worang sebagai
"arsitek" Kepres No. 50 Tahun 1976, selalu berucap bahwa selain
BUUD/KUD, yang lain tak dibenarkan membeli cengkih. Kalau ada
orang yang tak punya pohon cengkih, lalu menjemur cengkih, kalau
perlu barang tersebut disita.
BUUD/KUD sebagai pembeli cengkih, Setelah dibeli, langsung
disetorkan ke "Bos" yang menyumbang sejumlah uang yang besar
sekali kepada Pemda Sulut untuk pelaksanaan MTQ. Dan terjadilah
monopoli pembelian cengkih. Praktis harga ditentukan oleh "bos"
tadi - tak terjadi persaingan. Dan petanilah yang rugi.
Akibat lain yang sangat terasa, pedagang kecil (pribumi) tak
kebagian rejeki dalam bidang niaga cengkih. "Berani berdagang
berarti berurusan dengan petugas.
Saya berpendapat: kalau toh untuk menentukan/mengamankan harga
standar, Pemerintah dapat mengambil tindakan pada pedagang yang
membeli di bawah harga standar. Kalau toh untuk menjamin
keinginan Pemerintah untuk pengambilan Rp 100/kg cengkih, hal
itu mudah. Karena pada saat akan dikapalkan untuk
diantarpulaukan, Rp 100/kg dapat dipungut.
Kasus lain yang pernah terjadi akibat sistim monopoli BUUD
kurang-lebih sebulan lalu: pasaran Rp 3.650/kg (BUUD/KUD) di
Tondano. Sedang pembelian tersembunyi yang sempat penulis
ketahui: Rp 4.600/kg Nyata benar bedanya.
Hal lain yang cukup menarik. Hukum tua-Hukum tua (lurah) dengan
berpedoman instruksi camat, mengadakan pemeriksaan di tiap rumah
untuk menanyakan: ada cengkih atau tidak. Kalau ada jumlahnya
berapa kilogram. Tak jelas maksudnya. Akibatnya, yang memiliki
cengkih menjadi kuatir, dan ada yang segera menjualnya walaupun
harga masih murah. Maklumlah rakyat kecil.
Bukan main. Cengkih (buah) bagaikan senjata gelap atau obat bius
yang senantiasa diincar para petugas. Memang, akibat buah
cengkih terjadi banyak ketidakberesan di Sulut dewasa ini.
Sayang masyarakat takut berbicara: takut pada Direktorat Khusus
(intel) Kantor Cubernur ataupun Bupati punya Dirsus.
(Nama dan Alamat pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini