Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Kondisi Cuaca Picu Lonjakan DBD, Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Unair Sarankan Ini

Gejala DBD tak selalu sama pada setiap orang. Ada yang sekadar lemas, namun ada juga yang pendarahan hingga syok.

11 Februari 2025 | 14.42 WIB

Petugas melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu 9 Maret 2024. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat sejak Januari 2024 hingga Maret 2024 jumlah kasus penyakit DBD sebanyak 7.654 kasus dengan angka kematian mencapai 71 kasus. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Perbesar
Petugas melakukan fogging atau pengasapan untuk mencegah penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu 9 Maret 2024. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat mencatat sejak Januari 2024 hingga Maret 2024 jumlah kasus penyakit DBD sebanyak 7.654 kasus dengan angka kematian mencapai 71 kasus. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Dekan III Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Sulistiawati mengatakan peningkatan demam berdarah dengue (DBD) berkaitan erat dengan kondisi iklim yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. “Nyamuk ini lebih suka bertelur di air bersih, bukan air kotor. kata dia melalui keterangan tertulis pada Selasa, 11 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Kota Surabaya, Jawa Timur, kata Sulistiawati, turut menghadapi lonjakan kasus DBD sejak akhir 2024. Virus dari nyamuk tersebut menyerang semua usia, termasuk anak-anak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dikutip dari Antara, Dinas Kesehatan Jawa Timur sudah mencatat hampir 22 ribu kasus DBD pada paruh pertama 2024. Pada semester berikutnya, masih ada 7.537 kasus. Meski belum ada rekap terbaru, pasien DBD sudah bermunculan lagi pada awal tahun ini.

Menurut Sulistiawati, pemahaman mengenai gejala awal DBD sangat penting. Pasalnya, tidak semua penderitanya memiliki gejala yang sama. “Ada yang hanya merasa lemas. Ada yang demam tinggi, perdarahan, hingga syok,” ujarnya.

Ketika penderita sudah telanjur demam, DBD tak bisa diatasi hanya dengan obat penurun panas. Pasien diminta selalu menjaga cairan tubuh untuk mencegah dehidrasi.

Menyangkut pencegahan, Sulistiawati meneruskan, masyarakat harus aktif menguras, menutup, dan mendaur ulang tempat penampungan air. Ada juga saran untuk menempatkan tanaman pengusir nyamuk di sekitar rumah, serta menggunakan kelambu saat tidur.

"Jika hanya sebagian yang menjalankan, maka efektifitasnya berkurang," kata dia.

Kasus DBD bermunculan juga dari wilayah lain. Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, sebagai contoh, menerima laporan DBD dari tiga kabupaten dan kota sepanjang Januari 2025. Ketiga area ini meyumbang 135 dari jumlah total 309 kasus DBD pada bulan lalu.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sumsel Ira Primadesa mengatakan tiga daerah ini adalah Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Musi Banyuasi. Ada 50 penderita DBD di Palembang, lalu 45 di Banyuasin, dan 40 di Muba.

“Kasus di area Sumsel lain jumlahnya di bawah tiga daerah tersebut," kata Ira pada Sabtu, 8 Febuari 2025.

Yuni Rohmawati berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

 

 

 

 

 

 

 

Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus