DUSUN Siglagah dini hari, Selasa dua pekan lalu, cuacanya cerah. Cahaya bulan masih terang. Jalan raya yang membelah dusun itu tampak lengang. Kebanyakan penduduk masih tidur lelap. Jarum jam menunjukkan pukul 02.00. Tiba-tiba meluncur sebuah truk tangki yang berisi 400 kilogram gas amoniak ke arah Surabaya. Truk milik PT Pupuk Kujang, Jawa Barat, itu melaju terlalu ke tepi dan akhirnya terperosok ke pinggir jalan, persis di depan rumah penduduk. Sebuah bannya lepas. Mobil pun terhenti dalam posisi miring, hampir terguling ke sawah. Tutup tangki terbuka. Asap tebal dan pekat gas amoniak menyembur, mengeluarkan desis keras membuat udara di atas Siglagah gelap seperti berkabut. Itulah pangkal malapetaka amoniak di Dusun Siglagah, Desa Jatirejo, Kecamatan Ampelgading, Pemalang, Jawa Tengah. Asap tebal menunjukkan bahwa kadar amoniak di udara sudah jauh di atas ambang batas. "Dalam taksiran saya, 75 persen volume udara di sekitar tangki mengandung amoniak," kata Dr. Sumantri, ahli Kesehatan Lingkungan dan Kimia Kedokteran dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Padahal, kadar amoniak di udara yang dianggap aman tak lebih dari 250 ppm atau 1 : 1.000.000 (1 volume amoniak tiap 1 juta volume udara). Bisa dibayangkan bila kadarnya mencapai 75 persen. "Kulit terbakar. Paru-paru sakit. Orang yang terkena pun bisa muntah-muntah, kejang-kejang, pening kepala, pingsan, bahkan meninggal dunia," ujar Sumantri. Memang itulah yang terjadi. Rudi Susanto -- si supir yang diduga mengantuk waktu mengemudi sehingga menyebabkan truk terperosok -- merasakan bau yang begitu menyengat. Kulitnya serasa terbakar. Pernapasannya sesak. Ia berlari ke arah sawah. Sementara dua kawannya meninggal di dalam mobil. Rudi sendiri akhirnya harus dirawat di rumah sakit, sebagai korban yang tergolong paling parah. Korban berikutnya adalah penduduk. "Wajah saya seperti dipanggang. Hidung mengeluarkan lendir terus-menerus, tubuh berkeringat seperti mandi," kenang Taryali, si peronda yang kemudian harus dilarikan ke rumah sakit bersama istri dan dua anaknya. Warga Siglagah yang mendadak terbangun, berlarian mencari daerah yang aman dari amoniak. Satpam PT Candi Sekar, yang berlokasi di Siglagah, segera menelepon kantor polisi Ampelgading. Beberapa waktu kemudian, masih dini hari, aparat dari kabupaten, petugas kepolisian, dan tentara diturunkan. Tim SAR Satuan Brimob 5146 dengan menggunakan masker segera menghentikan semburan amoniak. Namun, zat kimia ini telanjur meminta korban. Supiyah, nenek berusia 70 tahun, tewas di pembaringan. Maryatun, nenek 60 tahun yang tinggal serumah dengan Supiyah, tumbang di depan pintu tatkala berusaha menyelamatkan diri. Para petugas mengangkut lebih dari 40 warga, termasuk Satpam PT Candi Sekar ke Rumah Sakit Umum H. Asyarai dan Rumah Sakit Santa Maria, Pemalang. Tiga di antaranya meninggal setelah dirawat. Korban tewas menjadi tujuh orang. Kepada setiap keluarga korban, Pupuk Kujang mengaku memberi santunan Rp 1 juta. Sampai hari ke empat sejak kejadian, 15 orang masih harus dirawat atas biaya Pupuk Kujang. Bukan hanya manusia yang tumbang. Daundaun pohon, yang tumbuh belasan meter dari truk, rontok. Rumputrumput dan tanaman kecil dalam radius 200 meter layu dan sebagian kering meranggas. Ayam dan tikus bergelimpangan. Dua sekolah dasar yang terletak dalam radius 500 meter diliburkan sehari. Dan lebih dari 150 kepala keluarga diungsikan. Menurut dr. Harsanto, pimpinan tim dari PT Pupuk Kujang yang diturunkan ke lokasi kejadian, kini Siglagah telah bebas dari pengaruh amoniak. Hal ini dibenarkan Bupati Pemalang, Soewartono. Dusun itu baru bisa dinyatakan aman setelah satuan pemadam kebakaran dikerahkan untuk mengguyurnya. Rumah-rumah penduduk pun disemprot air sampai bersih. Aparat Pemda Pemalang dan anggota tim Pupuk Kujang pun meyakinkan penduduk dengan meminum air sumur serta mencicipi butir-butir padi dari sawah. "Kami yakin daerah itu kini aman," ujar Pak Bupati. Toh hingga akhir pekan lalu, sisa-sisa bau amoniak masih terasa. Penduduk yang mengungsi juga belum berani ke rumah masing-masing. Tampaknya mereka masih ragu, apakah pengaruh amoniak dapat dihapus hanya dengan air. Menurut Dr. Sumantri, air memang salah satu pembersih pengaruh amoniak. "Tapi harus dalam jumlah yang berlebih, seperti mengguyur kebakaran," katanya. Dan ini memang sudah dilakukan. Cara lain ialah dengan menyemprotkan zat kimia jenis asam untuk menetralisasi amoniak yang berjenis basa itu. Sebab, asam itu bisa menangkal basa. 'Tapi, kita harus memilih senyawa asam yang benar-benar tak menimbulkan efek pada lingkungan," ujarnya lagi. Sumantri lalu mengusulkan penyemprotan asam sitrat (CH2COOH) berkadar 1 persen. Kedua cara ini sebaiknya digunakan bersamaan. Begitu pula untuk memulihkan orang yang teracuni. "Penderita harus dicuci sampai bersih dan diberi minum larutan sitrat," katanya. Namun, yang terpenting menurut Sumantri adalah tindakan preventif, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris. Di sana, mobil tangki zat beracun dilarang melalui jalan umum yang banyak penduduknya. Bahkan, tangki amoniak harus dikawal secara khusus. Lebih penting lagi, tutup tangki harus disegel sebelum dibawa sehingga tidak mungkin terbuka di perjalanan. Itu kenyataan di negeri orang. Di Indonesia masih berupa angan-angan. Dan Sumantri hanya dapat mengingatkan bahwa "Selama penanganan zat kimia tetap ceroboh dan seenaknya, korban akan terus berjatuhan." Priyono B. Sumbogo dan Faried Cahyono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini