Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Secara umum saat ini rata-rata suhu udara permukaan di Indonesia lebih rendah dari rata-rata global. Namun, jika dilihat secara spesifik per kota, seperti Jakarta, maka ditemukan angkanya lebih tinggi dibandingkan rata-rata global.
"Kalau kita lihat kota per kota seperti Jakarta itu akan 1,4 derajat Celsius lebih kuat, dibandingkan rata-rata global," kata peneliti di Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Siswanto, dalam webinar tentang krisis iklim yang diadakan WALHI, Senin 20 September 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Siswanto menjelaskan tentang dampak krisis iklim di Indonesia yang dibawa oleh pemanasan global. Dia menyebut peningkatan potensi terjadinya cuaca ekstrem yang menyebabkan banjir dan kekeringan yang intensif.
Siswanto mengutip laporan terbaru Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) PBB untuk penjelasannya itu, bahwa perubahan iklim mengintensifkan siklus hidrologi. "Jadi akan sangat wajar kalau kita akan sering mendapatkan curah hujan ekstrem pemicu banjir dan saat musim kemarau mendapatkan kekeringan yang lebih intensif," katanya.
Selain itu, perubahan iklim juga akan menyebabkan pola curah hujan di wilayah tropis berubah pola dan intensitasnya tergantung dengan wilayah. Daerah pesisir juga akan mengalami dampak dari kenaikan tinggi muka laut sepanjang abad ke-21 yang berkontribusi terhadap banjir pantai yang lebih sering di daerah pesisir serta menyebabkan erosi pantai.
Dia juga mengingatkan bahwa untuk kota seperti Jakarta, Makassar, Medan dan Surabaya juga akan mengalami respons berbeda. "Terutama di kota sendiri sudah ada fenomena yang disebut dengan fenomena panas perkotaan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini