Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat atau BBKSDA Jabar melaporkan kasus kematian seekor macan tutul jawa (Panthera pardus melas) ke polisi. Kepala BBKSDA Jabar Irawan Asaad mengatakan, tim BBKSDA resor Sukabumi pada akhir pekan lalu telah mengumpulkan informasi terkait pelaku dan barang bukti. “Setelah valid kami laporkan ke Polres Sukabumi,” katanya Kamis, 14 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan ke kepolisian itu untuk menindaklanjuti informasi dari masyarakat tentang seekor macan tutul yang mati pada 8 September 2023. Kematian macan tutul itu akibat dibunuh oleh beberapa orang warga pada 6 September 2023 di Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. BBKSDA Jabar menurut Irawan, kemudian berkoordinasi dengan aparat Desa Cisolok, Sukabumi dan kepolisian setempat. “Tersangka sudah diproses di kepolisian,” ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang warga yang diduga sebagai inisiator ditahan disertai barang bukti berupa selembar kulit macan tutul yang telah dikeringkan. Menurut Irawan, terduga pelaku melanggar aturan dalam Undang -undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi. Hukuman pelanggar yaitu pidana kurungan paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.
Macan tutul jawa yang bernama latin Panthera pardus melas, merupakan kucing besar yang tersisa setelah harimau jawa dinyatakan punah pada 1980-an. Status macan tutul kini diambang kepunahan atau critically endangered. Sebelumnya menurut peneliti macan tutul dari Badan Riset Inovasi Nasional, Hendra Gunawan, banyak sebab yang membuat macan tutul keluar dari hutan dan masuk ke area kebun atau permukiman.
Macan tutut keluar tak bergantung musim
Berdasarkan hasil risetnya, keluarnya macan tutul dari hutan tidak tergantung musim kemarau atau hujan. Untuk tahu sebabnya, faktor pertama yang harus dipastikan adalah jenis kelamin, usia, dan perilaku macan tutul di luar hutan.
Jika yang terlihat warga macan betina dengan atau tanpa anak, hal itu mengindikasikan macan tutul kekurangan atau sulit berburu mangsa. Sementara kalau macan tutul jantan muda, ada kemungkinan dia merupakan individu baru yang mengindikasikan pertambahan populasi.
Adapun jika dalam perebutan teritori macan tutul jantan muda berhasil mengalahkan seniornya, macan tutul jantan yang tua itu keluar hutan. Faktor lain adalah ladang, kebun, atau pemukiman yang disambangi macan tutul merupakan wilayah jelajahnya. “Kalau itu bukan kesalahan atau fenomena menyimpang dari macan tutul,” ujar Hendra.
Menurutnya, reproduksi macan tutul tergolong bagus seperti kucing. Anak macan tutul bisa mencapai empat ekor per kelahiran. Karena itu populasinya bisa terus bertambah, sementara daerah habitatnya tidak, dan cenderung berkurang. “Terkait dengan antisipasi ke depan, kita harus membiasakan hidup berdampingan dengan macan tutul.”
Pilihan Editor: Anggota DPRD Jatim Sarankan Presiden Jokowi ke Gunung Bromo
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.