Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kertas selampai atau tisu ada beragam jenis yang sering digunakan untuk kebutuhan mengelap. Tak pelak, kepraktisan tisu pun menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan dalam aktivitas sehari-hari. Tisu merupakan produk yang dibuat berbahan bubur kertas (pulp). Berarti, ada dampak lingkungan ketika tisu diproduksi, karena hasil ekstraktif dari kayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan secara global, setiap hari sekitar 270 ribu pohon ditebang berakhir di tempat sampah. Penemuan yang mengejutkan, 10 persen dari jumlah itu adalah tisu toilet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
WWF Indonesia dalam surveinya menemukan sebanyak 54 persen, masyarakat perkotaan besar terbiasa menghabiskan tiga lembar tisu untuk mengeringkan tangan. Kemudahan masyarakat mendapatkan tisu dengan harga murah mendorong perilaku boros.
Saat meneliti perilaku konsumsi masyarakat Semarang, dari 300 kuesioner yang disebarkan, 287 responden menyatakan sering menggunakan tisu dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Tisu digunakan untuk mengelap mulut dan tangan setelah makan. Penemuan lain menunjukkan, tisu digunakan untuk mengeringkan tangan setelah dicuci, membersihkan hidung saat flu, mengelap peralatan dapur, dan sebagainya.
Kini produk tisu banyak yang mencantumkan tanda menggunakan virgin pulp yang berarti berbahan dasar serat kayu. Hal ini mengisyaratkan, bahwa produksi tisu berbahan virgin pulp akan meningkatkan jumlah pohon yang ditebang. Natural Resources Defense Council (NRDC) pernah menerbitkan jurnal yang menjelaskan dampak dari penggunaan tisu yang berlebihan akan mempengaruhi ekosistem.
HENDRIK KHOIRUL MUHID