Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Makin Panas di Milenium III

Suhu global rata-rata pada abad ke-21 akan meningkat 5,8 derajat Celsius. Akibatnya mulai terasa di Indonesia.

4 Februari 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia 2070. Permukaan laut di beberapa daerah naik 60 sentimeter dari sebelumnya. Sekitar 800 rumah penduduk di kawasan pantai terancam banjir dan harus dievakuasi dengan menelan biaya sekitar Rp 30 miliar. Sekitar 1,2 juta penduduk Jakarta Utara kesulitan mencari air minum. Frekuensi penyakit yang ditularkan nyamuk meningkat tajam. Sekitar 3.200 orang terserang malaria. Ramalan bencana yang menakutkan dan mirip film fiksi ilmu pengetahuan ini bukan tak mungkin terjadi bila gelombang pemanasan global tidak segera dihadang. Itulah perkiraan yang diungkapkan Ir. Gunardi, staf ahli Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, mengutip dari beberapa sumber, antara lain dari studi Asia Development Bank. Kecemasan itu wajar. Sebab, ada berita yang menyentak dari tim Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Iklim yang berafiliasi ke badan dunia PBB. Senin dua pekan lalu, mereka menggelar konferensi pers di Kota Shanghai, Cina, yang mengungkapkan perkiraan bahwa suhu global rata-rata pada abad mendatang akan meningkat 5,8 derajat Celsius. Angka perkiraan itu melonjak dari perkiraan yang dibuat pada 1995, yang menyatakan bahwa peningkatan suhu global rata-rata selama seabad hanya 3,5 derajat Celsius. Prediksi itu bukan isapan jempol. Laporannya yang setebal lebih dari seribu halaman itu melibatkan 123 penulis utama dan 516 ahli penyumbang. Sebagai sebuah studi, hasil laporan itu dinilai yang paling komprehensif dalam bidang pomanasan global ketimbang laporan lain yang pernah ada. Selain itu, sekitar 200 ilmuwan dan pakar telah menyetujuinya secara aklamasi. Apa makna angka itu bagi Indonesia? "Itu lonjakan angka yang signifikan," kata Yan Sopaheluakan, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia. Akibat dari lonjakan itu, menurut prediksi Yan, negara kepulauan, termasuk Indonesia, akan menjadi korban pertama. "Pulau-pulau kecil pasti hilang," kata Yan. Daerah yang paling rawan tersapu bencana itu antar lain pantai timur Sumatra, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi. Dampak lain, penularan penyakit dari satu daerah ke dearah lain?juga dari satu negara ke negara lain?akan terjadi lebih cepat. Sekarang saja, menurut Ir. Aca Sugandhy Apandi, asisten Menteri Negara Lingkungan Hidup, pengaruh pemanasan global itu telah menyentuh Indonesia. Contohnya, bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kulonprogo, Yogyakarta, dan banjir di Manado. "Itu menunjukkan pemanasan global sudah terasa di sini," kata Aca. Bahkan sebuah penelitian pada 1997 menunjukkan bahwa permukaan air laut di Indonesia meningkat sekitar setengah meter. Akibatnya, beberapa daerah tergenang air. Contohnya, Museum Bahari di Jakarta Utara yang tergenang. Di belahan bumi lain, bencana akibat pemanasan global lebih mencekam. Menurut laporan PBB, bagian utara Cina sejak awal Januari 2001 dilanda badai salju. Pemanasan global juga mengakibatkan lapisan es di kutub utara dan di Antartika mencair. Akibatnya, permukaan air laut dunia meningkat hingga 25 sentimeter pada abad ini. Kebakaran hutan? Selain terjadi di Indonesia, juga di Brasil dan Australia. Sedangkan Afrika dilaporkan tersapu kemarau panjang yang memusnahkan panen pertanian. Juga ada laporan dari forum PBB untuk perubahan iklim bahwa 1998 adalah tahun terpanas pada abad ke-20, dan era 90-an merupakan dekade yang paling panas. Pemanasan global adalah masalah dunia. Kaum ilmuwan telah lama memelototkan mata ke masalah itu. Dalam Konferensi Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, pada Juni 1992, banyak negara sudah menyadari adanya ancaman bencana iklim. Tapi tindakan nyata untuk mencegahnya masih abstrak. Pada 1997, dalam Konferensi Kyoto (Protokol Kyoto), Jepang, kelompok negara industri sepakat mengurangi gas buang rumah kaca?yang mempunyai andil dalam pemanasan global, khususnya karbon dioksida. Tapi jalan menuju ke sana tidak mudah. Konferensi Tingkat Tinggi di Den Haag, Belanda, November lalu, misalnya, gagal dalam menjabarkan isi Protokol Tokyo. "Tiap negara mempunyai sudut pandang dan cara yang berbeda menyangkut cara menurunkan pemanasan global itu," kata Gunardi. Namun, ada kiat dari Yan yang bisa dilakukan di Indonesia, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, untuk menahan laju peningkatan suhu bumi. Antara lain, menyetop industri yang memboroskan energi dan yang polutif, merehabilitasi satwa terumbu karang di bawah permukaan laut, menahan laju kerusakan hutan, dan memelihara lahan gambut. Siapa yang mau memulai? Kelik M.N., Agus S. Riyanto, Rinny Srihartini (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus