Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Hutan Hilang Tawon Vespa Meradang

Tawon Vespa affinis memilih bersarang di rumah karena habitat aslinya berubah menjadi permukiman. Permukiman dan tempat sampah terbuka menyediakan sumber makanannya.

21 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Hutan Hilang Tawon Vespa Meradang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tawon Vespa affinis alias tawon ndas setidaknya telah membunuh 34 orang di Jawa dalam kurun waktu dua tahun ini.

  • Habitat asli tawon ndas berupa pinggiran hutan telah berubah menjadi permukiman.

  • Rumah membuat nyaman tawon ndas karena terlindung dari cuaca dan pemangsa, sementara tempat sampah terbuka menyediakan sumber makanan yang melimpah.

TAWON Vespa affinis tak pernah tebang pilih korbannya. Bila sarangnya terancam, obyek apa pun yang mendekat akan diserang tanpa ampun. Misalnya yang dialami Sutarma, warga Kampung Kedung Bokor, Desa Pantai Mekar, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang tiba-tiba diserang kawanan tawon pada Rabu pagi, 11 Desember lalu. Sekujur tubuh kakek 74 tahun itu mendapat lebih dari 50 sengatan. Ia sempat dirawat di rumah sakit selama dua hari sebelum akhirnya meninggal.

Sutarma adalah korban tewas terbaru dari setidaknya 34 orang sejak 2017 akibat sengatan tawon Vespa affinis alias tawon ndas di beberapa daerah di Jawa. Kejadian itu baru terungkap pada Selasa, 17 Desember lalu, ketika Tempo menghubungi Adhi Nugroho, Kepala Regu Evakuasi dan Penyelamatan Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi. "Kami evakuasi sarangnya setelah ada laporan tawon menyengat orang sampai meninggal," kata Adhi.

Menurut Adhi, sepanjang tahun ini, pihaknya sudah mengevakuasi lebih dari 100 sarang tawon ndas dari rumah penduduk. Permintaan pemusnahan sarang meningkat dua bulan terakhir setelah ramai pemberitaan mengenai sengatan tawon ndas yang menewaskan banyak orang. "Dalam sehari bisa lima titik permintaan pemusnahan sarang," ujarnya. "Pemindahan yang terbaru adalah sarang tawon di bubung rumah tetangga Sutarma itu."

Adhi menceritakan, tawon meradang lantaran sarangnya dirusak pemilik rumah dengan maksud mengusir gerombolan serangga yang telah menyengat lima warga Kedung Bokor itu. Sarang disodok dengan galah sehingga ratusan tawon berhamburan. "Pemilik rumah berhasil kabur, tapi Sutarma, yang tengah melintas, tak mendengar saat diperingatkan," kata Adhi, yang mengingatkan masyarakat agar tidak mengevakuasi sendiri sarang tawon.

Menjadi petugas evakuasi sarang tawon bukan berarti bebas dari sengatan. Irwan Santoso, 40 tahun, anggota Pemadam Kebakaran Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, mengaku masih hidup karena nyowo balen setelah disengat puluhan tawon yang sarangnya hendak dievakuasi pada Desember 2017. "Rasanya seperti disundut rokok. Panas dan nyeri selama berjam-jam," ujar Irwan. "Satu sengatan di telinga saja, seluruh wajah ikut bengkak."

Pemadam Kebakaran Kabupaten Klaten memang yang paling sibuk melayani permintaan evakuasi sarang tawon ndas. Menurut Eddy Setiawan, anggota Pemadam Kebakaran Kabupaten Klaten lainnya, sejak 2017 mereka mengemban tugas ekstra sebagai “pawang” tawon ndas. "Pada musim hujan, jumlah laporan masyarakat via telepon bisa 7-8 per hari. Puncaknya pada Desember sampai Januari. Itu fase tawon ndas bertelur hingga menetas," tutur Eddy saat ditemui pada Senin, 9 Desember lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hutan Hilang Tawon Vespa Meradang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini



Sepanjang 2017, kata Eddy, Pemadam Kebakaran Kabupaten Klaten, yang beranggotakan 29 petugas, menerima 217 laporan tentang sarang tawon ndas. Satu di antaranya laporan dengan seorang korban meninggal disengat. Pada 2018, ada 207 laporan mengenai sarang dengan tujuh korban meninggal dan lebih dari 250 orang dirawat di rumah sakit. Adapun tahun ini tercatat 242 laporan tentang sarang dengan dua orang tewas dan dua lainnya dirawat di rumah sakit.

Menurut Eddy, kawanan tawon berpita oranye pada bagian perutnya itu mulai diperhitungkan setelah menewaskan Andita Priyani, 9 tahun, warga Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko, 18 Maret 2017. Hingga kini, kata Eddy, ada 10 orang di Klaten yang meninggal disengat tawon ndas. Jumlah itu sama dengan kejadian di Kabupaten Pemalang: enam orang tewas pada 2018 dan empat orang tahun ini. Korban terakhir di Kabupaten Pemalang adalah Rahayu, 52 tahun, dari Desa Panjunan, Kecamatan Petarukan, yang disengat pada 9 Desember lalu.

Peneliti tawon dan lebah di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Hari Nugroho, mengatakan tawon ndas sangat sensitif terhadap getaran atau gerakan. “Bila tawon merasa terancam, obyek yang mendekat ke sarangnya langsung diserang. Jadi tidak mesti sarangnya dirusak dulu,” ujar Hari, yang diminta Pemerintah Kabupaten Klaten menganalisis kasus maraknya sarang tawon ndas sejak 2017.

Menurut Hari, banyaknya konflik antara tawon ndas dan manusia bukan karena terjadi ledakan populasi. “Ini lebih sebagai fenomena perpindahan saja karena habitat aslinya berubah menjadi permukiman,” ujar Hari di Cibinong Science Center, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 5 Desember lalu. Dia mengatakan habitat tawon ini ada di hampir semua lanskap: pinggiran hutan, padang rumput, mangrove, tebing, area pertanian, dan permukiman.

Bagi tawon ndas, kata Hari, rumah membuat nyaman karena melindungi mereka dari cuaca dan pemangsa. Adapun peneliti tawon dan lebah dari LIPI lainnya, Sih Kahono, mengatakan tawon ndas membuat sarang di rumah atau taman permukiman karena ada daya tariknya. “Yang paling menarik bagi hewan ini adalah sumber makanan yang melimpah di sekitar situ,” ujar Kahono.

Hari menyebutkan tawon ndas merupakan fauna omnivora yang memiliki sifat oportunis. Untuk memenuhi kebutuhan makannya, tawon dewasa memerlukan karbohidrat dari nektar bunga. “Tapi karbohidrat bisa pula didapat dari sisa buah yang terfermentasi. Tak mengherankan jika tawon ndas ini banyak ditemukan di tempat sampah terbuka,” tutur Hari. Dari sampah, tawon ndas juga mengambil bangkai atau sisa daging untuk memasok protein bagi anak-anaknya.

Peran ekologi tawon ndas, kata Hari, adalah sebagai pengendali hama pertanian karena ia memangsa serangga dari ordo Lepidoptera (kupu-kupu) dan Coleoptera (kumbang) yang masih dalam fase larva atau ulat. Sedangkan pemangsa alami tawon ndas adalah burung sikep madu Asia dan kirik-kirik (Merops philippinus). “Apakah pemangsa alami ini masih ada?” kata Hari.

Achmad Ridha Junaid, Research & Communication Officer Burung Indonesia, sependapat dengan Hari bahwa pemangsa alami tawon ndas adalah burung-burung pemakan serangga. Tapi, menurut Ridha, sikep madu Asia tidak hadir sepanjang tahun karena merupakan burung migran dari Asia Utara. “Sebenarnya yang lebih berperan itu burung-burung residen,” ujarnya.

Ridha menjelaskan, ada setidaknya dua kelompok burung residen yang menjadi pemangsa tawon, yakni srigunting dan kepodang. Spesies-spesiesnya adalah srigunting kelabu (Dicrurus leucophaeus), srigunting batu (Dicrurus paradiseus), kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), kepodang dada merah (Oriolus cruentus), dan kepodang sungu gunung (Coracina larvata).

Selain itu, kata Ridha, burung pemakan serangga adalah bentet kelabu (Lanius schach), gagak kampung (Corvus macrorhynchus), dan gagak hutan (Corvus enca). Burung pemakan serangga itu kebanyakan merupakan burung yang diminati pehobi burung pekicau. “Statusnya belum terancam punah, tapi ada ancaman perburuan,” ujarnya.

DODY HIDAYAT, DINDA LEO LISTY (KLATEN), ADI WARSONO (BEKASI)

 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus