Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menanti jalak

Populasi jalak bali merosot akibat ulah manusia perhimpunan burung internasional (icbp) akan mengirimkan 100 ekor jalak bali dari AS sebagai tempat transitnya dibangun sangkar raksasa. (ling)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU hari di Kebun Binatang New York, pada musim panas 1981, Ketua Perhimpunan Burung Indonesia (PBI) Kamil Oesman tiba-tiba tersentak kaget. Ia mendengar kicauan burung yang pernah akrab di telinganya. "Rasanya, waktu itu, saya berada di Pulau Bali," katanya. Tak heran memang. Kicauan yang menggelitik kuping Kamil itu adalah suara Jalak Bali -- satwa yang di habitat aslinya diperkirakan tinggal 280 ekor lagi. Menciutnya jumlah satwa endemik yang tadinya hanya bisa dijumpai di pulau dewata, telah menyesakkan napas para penyayang binatang. Dari Munas IV Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia di Surabaya, dua pekan lalu, terdengar suara lirih: "Populasi Jalak Bali di tanah air kita sudah sekarat. Tapi di luar habitat aslinya makal meningkat." Termasuk dalam suku Sturniade, bagian dari bangsa Passeriformes, tubuhnya Jalak Bali yang diselaputi bulu putih tidak terlalu besar. Paruhnya berwarna kuning. Dan di kepalanya terdapat kuncir gilik yang makin mempercantik penampilannya. "Sehingga banyak orang Amerika mengimpor burung tersebut ke sana sebelum perang dunia kedua," ujar Kamil Oesman. Diperkirakan jumlah Jalak Bali di AS yang tersebar di beberapa kebun binatang dan di rumah perorangan, mendekati ribuan ekor. Berkembang-biaknya satwa langka ini di tanah orang dikarenakan mereka ditempatkan di habitat buatan yang temperatur maupun suasananya dibuat seperti daerah tropis. Sehingga burung-burung itu merasa berada di hutan Taman Nasional Bali Barat -- habitat asli mereka. Sebaliknya di tempat aslinya. Satwa lindung ini justru banyak diganggu manusia. Pengrusakan hutan yang semena-mena, ditambah lagi dengan pemakaian pestisida di sawah di sekitar hutan lindungan yang mengakibatkan matinya santapan burung itu, telah membuat hidup mereka terjepit. Kemudian, masih banyak orang Bali, bahkan ada juga yang datang dari Banyuwangi, menangkapi burung Jalak Bali untuk diperdagangkan. Merosotnya populasi Jalak Bali di habitat aslinya telah mengugah Perhimpunan Burung Internasional (ICBP) untuk campur tangan. Sebelum akhir tahun mereka akan mengirimkan 100 ekor Jalak Bali, yang dikumpulkan dari berbagai tempat di AS, ke Indonesia. Selain itu ICBP juga akan menyumbang dana Rp 20 juta. Persiapan untuk menerima Jalak Bali "Indo" itu telah dilakukan. Tapi tampak tak mudah. Sebab Jalak Bali kelahiran AS itu sifat dan tingkah lakunya berbeda dengan Jalak Putih yang masih hidup di habitan aslinya. Lai pula, karena terbiasa hidup di sangkar kebun binatang, mereka mudah ditangkap. Akhirnya disepakati untuk membangun sangkar raksasa, sebagai tempat transit Jalak Bali "Indo", di Pulau Menjangan. Dipilihnya Pulau Menjangan sebagai tempat transit Jalak Bali dari AS dikarenakan ekosistem kawasan itu tidak jauh berbeda dengan Bali Barat. Yang lebih penting tempat itu hampir tak pernah diganggu manusia. Tapi gagasan itu ternyata tidak murah. Menurut perhitungan Ir. Kurniarto dari Sub Balai PPA Bali, diperlukan biaya sekitar Rp 110 juta rupiah. Belum termasuk harga sangkar raksasa buat burung-burung itu. Sebab saat ini Pulau Menjangan, luasnya 160 hektar, sangat menyedihkan. Diperkirakan 90% vegetasi yang mendukung kehidupan Jalak Bali di sana dalam keadaan rusak. Sehingga perlu ditanami dengan beberapa pepohonan, seperti pilang (Acasia lecophloea), kepuh (Sterculia foetida), sawo kecik (Manilkara kauki), dan beberapa jenis vegetasi mangrove lainnya. "Pokoknya rehabilitasi Pulau Menjangan itu akan mengikuti pola habitat asli burung tersebut," kata Ir. Kurnianto. Pulau Menjangan yang tak bermanusia itu dihuni oleh 22 ekor rusa dan beberapa jenis burung kecil. Bila nanti Jalak Bali "Indo" itu dapat beradaptasi dengan habitat barunya, maka hasil penangkaran (breeding) di Pulau Menjangan tersebut akan dilepaskan ke alam bebas. Semua peserta Munas yakin rencana pengembalian Jalak Bali "Indo" ke habitat aslinya akan berhasil. "Kalau di sangkar Kebun Binatang New York bisa, mengapa di Pulau Menjangan tidak?," kata seorang peserta Munas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus