Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Mengamankan rumah dari rayap

Rayap, serangga kecil yang dianggap sepele itu, diangkat ke dalam forum diskusi. penanggulangannya lebih rumit dari menanggulangi bahaya kebakaran.

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENYEBAB utama hancurnya sebuah bangunan ternyata bukan oleh bahaya kebakaran atau angin ribut, tapi rayap. Walau begitu, sampai saat ini belum terdengar ada orang mengasuransikan bangunannya dari bahaya rayap. Bahkan kehadiran serangga kecil ini sering dianggap sepele. Itulah, antara lain, kesimpulan sementara Diskusi Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Rayap pada Bangunan di Gedung Wijoyo, Jakarta, dua pekan lalu. Diskusi ini diselenggarakan atas kerja sama Direktorat Tata Bangunan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU dengan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Berbagai ketakutan tentang rayap dilontarkan dalam diskusi. Insinyur Yusuf Hadioetomo, M.Sc., misalnya, menyodorkan kerugian karena keganasan rayap di Amerika Serikat pada tahun 1967. Jumlahnya ditaksir US$ 350 juta," ujar Yusuf yang mewakili Shell International Chemical, Jakarta. Di Indonesia belum ada angka kerugian bahaya rayap secara nasional. Yang tercatat cuma pengeluaran beberapa perusahaan. Hotel Indonesia, Jakarta, pada tahun 1982 menghabiskan Rp 60 juta hanya untuk pengendalian rayap di bangunan utamanya. Hotel Bali Beach Sanur, mengeluarkan Rp 25 juta. "PT HII memperkirakan mereka perlu dana Rp 500 juta lagi untuk memerangi rayap di berbagai hotel yang dikelolanya" kata Yusuf. PT HII mengelola enam hotel bertaraf internasional. Bagaimana dengan rumah rakyat? Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Hasil Hutan Departemen Pertanian yang pada 1982 meneliti 124 rumah rakyat di Jawa Barat memperoleh angka 92,7% rumah lapuk diserang serangga. Dari jumlah itu, 47,6% diserang rayap kayu kering dan 21% diserang rayap tanah. Ir. Abdurahim Martawiiaya, yang mengungkapkan hal itu, juga menunjuk hasil penelitian terhadap 350 rumah Perumnas di delapan lokasi di Jawa Barat, awal tahun ini. "Hasil sementara menunjukkan, 67% dari rumah Perumnas itu diserang rayap kayu kering dan 23% diserang rayap tanah," kata Abdurahim. Ternyata bukan cuma bangunan saja yang keropos oleh rayap. Di Darwin, Australia, 1942, rayap sempat menghebohkan penduduk setempat. Suatu pagi seorang penjaga rumah hiburan menemukan bola bilyar di tempatnya bekerja hancur dimakan rayap. Rayap yang menakutkan itu, cara berkembang biaknya amat menakjubkan. Induk rayap dalam sehari menghasilkan 300.000 butir telur. Di daerah tropis, seperti Indonesia, hidup 200 jenis rayap -- 120 di antaranya rayap yang menyerang kayu. "Bila ada celah selebar 0,4 mm saja, sudah cukup bagi rayap untuk awal penggerogotannya," tulis Dr. Nana Supriana dari Puslitbang Hasil Hutan dalam makalahnya. Ia menambahkan, jika kayu itu berhubungan langsung dengan tanah, maka proses keroposnya lebih cepat. Diskusi itu, yang dihadiri 70 ahli dari berbagai instansi pembangunan rumah, mengkaji berbagai cara yang terbaik untuk menanggulangi bahaya rayap. Yusuf Hadioetomo mengemukakan, pemberantasan selama ini dilakukan dengan penyemprotan insektisida. "Usaha itu memang menunjukkan hasil yang efektif, tapi jenis insektisida yang dipakai hendaknya yang sudah direkomendasi Komisi Pestisida," katanya. "Di Indonesia insektisida yang sudah terdaftar pada Komisi Pestisida hanya dua buah, yakni deildrin dan chlordane." Tapi Ketua IAI, Ir. Hario Sabrang, mengingatkan insektisida bukan tak ada bahayanya. Racun ini dapat menghancurkan serangga apa saja -- termasuk semut. "Padahal, semut adalah musuh utama rayap. Di mana ada semut di sana pasti tak ada rayap," katanya. Bagaimana menggunakan insektisida tanpa merusakkan lingkungan? "Penyemprotan insektisida bukan di sembarang tempat dan hanya dimaksudkan untuk meracun tanah yang dipakai lokasi bangunan saja," kata Yusuf. Lokasi yang diracun itu nantinya akan berfungsi sebagai rintangan kimiawi antara tanah dan bangunan. "Penanggulangan bahaya rayap itu dilakukan pada masa prapembangunan," tambahnya. Apakah penyemprotan itu tidak akan mengganggu sumur. Yusuf tak merasa khawatlr. Ia mengutip penelitian yang pernah dilakukan di Amerika Serikat. Merambatnya racun insektisida pada tanah hanya beberapa inci setelah 20 tahun berselang. Jika jarak sumur lima meter saja dari pondasi bangunan terdekat, keracunan baru terjadi setelah ratusan tahun. "Itu pun masih dipertanyakan apakah racun pada tanah itu masih efektif," ujar Yusuf. Mengenai pengendalian rayap kayu kering, proses yang disodorkan Yusuf hampir sama: peracunan kayu sebelum dipakai pada bangunan. Caranya, melalui proses pengawetan denan sistem pencelupan, perendaman, peleburan, dan penyemprotan. "Untuk bangunan yang telah berdiri pengendalian rayap kayu kering dapat dilakukan dengan menggunakan sejenis gel beracun atau memasukkan larutan insektisida ke dalam lorong-lorong yang dibangun oleh rayap," ujar Yusuf. Kayu di Indonesia ternyata punya kelemahan yang memprihatinkan: mudah diserang rayap maupun jamur. Dari hasil penelitian Pusat Litbang Hasil Hutan tercatat, dari 4.000 jenis kayu yang terdapat di negara kita, hanya 15 sampai 20% yang memiliki daya tahan tinggi terhadap serangan rayap dan jamur. Hasil penelitian ini didukung fakta di lapangan yang diungkapkan Ir. An'Amta Djamhari, Kepala Seksi Penyusunan Program, Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Ia menyebut, hasil pelacakan khusus tentang analisa kayu yang dilakukan di berbagai proyek di Jakarta, menunjukkan kualitas kayu yang digunakan pemborong termasuk kayu berkualitas rendah. "Kayu-kayu itu dipakai untuk kusen maupun kaso dan tidak diawetkan, sehingga tidak tahan serangan rayap," kata Djamhari. "Dalam hal ini Pemerintah Daerah DKI Jakarta telah dirugikan oleh pemborong." Sasaran diskusi, yang forumnya dinamai Fosko 83, adalah agar suatu saat nanti pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengharuskan adanya sistem pengendalian rayap bagi setiap bangunan yang didirikan. Karena, seperti yang dilantarkan seorang peserta diskusi, serangan rayap lebih sulit ditanggulangi daripada bahaya kebakaran.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus