Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Menunggu bambu berbunga

3 ahli national chemical laboratory di pune, india berhasil merekayasa bambu dibuat berkembang dalam tempo 2 bulan. berarti bambu bisa dimuliakan, dan varietas unggul akan lahir. pendapat para ahli.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENUNGGU bambu berbunga bisa seperti menanti memperoleh hadiah SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Soalnya, serumpun bambu berkembang paling cepat 12 tahun sekali. Bahkan ada yang setelah berumur 30 sampa 120 tahun. Musim bunga itu juga sulit diduga datangnya "Maka, peneliti tak bisa menyilangkannya," kata Ir. Sutiono, peneliti bambu dari Puslitbang Hasil Hutan, Bogor. Kesulitan itulah yang membuat bambu lepas dari ikhtiar pemuliaan. Tak pernah terdengar adanya varietas bambu baru. Namun, jalan buntu itu telah dibongkar oleh tiga peneliti -- Dr. Ranjani Nadgauda, V.A. Parasharamj, dan A.F. Masca renhas -- dari National Chemica Laboratory di Pune, India. Mereka telah memangkas satu siklus kehidupan rumpun bambu, dari 15 tahun menjadi beberapa minggu. Telah ribuan tahun bambu merupakan material yang dibutuhkan oleh umat manusia. Pada zaman semodern sekarang, kehadiran bambu tetap dibutuhkan: untuk mebel, barang seni, alat-alat rumah tangga penyangga bekesting pencetak beton bahan bangunan rumah, jembatan dibuat bubur kertas, dan rebungnya bisa dimakan. Terbukanya jalan penyilangan itu memungkinkan bambu menjadi material yang lebih tangguh. Suatu ketika, kata Sutiono, bambu kuning yang berbatang kecil bisa dikawinsilangkan dengan bambu betung yang tebal dan diameternya sampai 25 cm. "Mungkin saja nanti akan lahir bambu besar-kuat berkulit kuning, yang akan lebih menarik sebagai material mebel," ujarnya. Penemuan Nadgauda dkk. tadi dipublikasikan lewat jurnal ilmiah terbitan Inggris, Letter of Nature edisi akhir Maret lalu. Ada dua jenis bambu yang digunakan pada eksperimen Nadgauda dkk: bambu duri (Bambusa arundinacea) dan bambu Dendrocalamus brandisi, bambu duri berbatang kecil tak sampai 10 cm garis tengahnya. Di daerah beriklim kering seperti ujung timur Jawa atau Pulau Sumbawa, bambu duri sering dijumpai. Tapi D. brandisi sulit dijumpai di Indonesia. Nadgauda dkk. menyiapkan sejumlah butir biji kedua spesies bambu itu. Kemudian biji-biji itu dibenamkan dalam media tumbuh -- berupa larutan yang mengandung gula sukrosa 2%, agar 0,4%, dan keasaman (pH) 5,8. Setelah 8 hari diperam, biji-biji bambu itu mulai berkecambah. Pertumbuhan tahap berikutnya memerlukan cahaya, maka biji-biji dan medianya tadi dipindah ke ruang yang disinari cahaya 500 lux dan bersuhu 28 derajat C. Di situ, kecambah dibiarkan beberapa hari hingga tumbuh setinggi 5 - 6 cm. Kemudian, pohon-pohon bambu kecil yang sudah punya akar itu dipindah ke botol-botol berisi laruran Murashige and Skoog's (MS) yang mengandung banyak nutrisi, ditambah larutan khusus: air kelapa dan hormon sintetis sitokinin. Masih dalam ruang yang sama, botol-botol itu ditaruh dalam alat putar (horisontal), yang berputar 120 kali per menit. Tak disebut dalam jurnal itu, berapa lama botol-botol tadi diputar. Yang terang, setelah diputar-putar, pohon-pohon bambu kecil itu dibiarkan terus tumbuh. Anehnya, tak sampai hitungan bulan, batang-batang kecil itu menghasilkan malai. Malai itu tumbuh terus menjulur. Ketika seludangnya terbuka, muncullah bunga-bunga bambu yang bentuknya mirip kembang padi -- putik dan tangkai sarinya tertutup sekam (kelopak). Ketika diteliti, bunga yang dihasilkan berstruktur lengkap, ada tangkai sari dan putik. Bunga generasi baru ini muncul tak sampai dua bulan setelah biji pertama disemaikan. Memang, Ranjani Nadgauda dan kedua koleganya belum melakukan persilangan dalam eksperimennya. "Tapi itu hanya soal waktu," kata Sutiono. Dengan mengikuti teknik kultur jaringan versi India itu digabung dengan teknik pemuliaan konvensional, persilangan bambu tak lagi menjadi pekerjaan yang sukar. Mengapa bambu itu mendadak menjadi jinak di tangan Ranjani Nadgauda dkk? Mereka sendiri masih menahan diri untuk tidak menjelaskannya secara spekulatif. Tapi David E. Hanke, ahli botani Universitas Cambridge, Inggris, menunjuk kehadiran hormon sitokinin dan air kelapa itulah yang membuat pohon bambu muda itu mendadak tumbuh dewasa dan memproduksi malai. Sitokinin sendiri memang diakui secara luas sebagai hormon perangsang pembungaan pada banyak tanaman, seperti padi atau buah-buahan. Namun, pada eksperimen Nadgauda itu, kerja sitokinin itu digandakan kualitasnya berkat kehadiran air kelapa yang menghasilkan inositol. Dalam kasus ini, inositol dan sitokinin menjadi partner memacu kedewasaan si bambu kecil. Lantas soal putaran yang 120 rpm itu? Hanke tak mengulasnya. Namun, Hanke mengakui bahwa penemuan ahli India itu merupakan terobosan penting. Pembudidayaan bambu secara canggih akan punya pengaruh langsung terhadap kehidupan sebagian masyarakat dunia, terutama di Asia. "Manfaatnya akan dinikmati oleh seperempat penduduk dunia," ujarnya. Bambu sendiri banyak jenisnya. Di seluruh dunia ada tak kurang dari 500 spesies. Ada yang besar bergaris tengah batang sampai 30 cm, dengan tinggi 40 meter. Ada pula yang cuma tiga meter tingginya dengan batang sejempol jari. Bentuk daunya pun macam-macam. Ada yang kecil seperti daun cemara, ada pula yang panjang seperti bendera dengan panjang 4,5 meter dan lebar hampir 50 cm. Tindakan pemuliaan bambu, menurut Hanke, tak boleh ditunda lagi, untuk menyesuaikan kebutuhan dunia modern ini dengan material alamiah. Tumbuhan yang suka hidup bergerombol ini memang dikenal sebagai sumber hayati yang mudah pulih. Bambu -bambu raksasa, misalnya, sanggup tumbuh setinggi 4 cm per jam. Jika dia bisa direkayasa untuk mengganti kayu hutan tropis, barangkali bencana yang bernama efek rumah kaca, atau ancaman kemaikan suhu atmosfer, bisa ditunda kedatangannya. Putut Tri Husodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus