Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Agar sarjana kita lebih terbuka

Dep.agama bekerja sama dengan universitas leiden mengembangkan pemikiran islam, dengan menerbitkan buku & pertukaran pengajar. menggunakan fasilitas riset di univ. leiden. proyek ini dengan biaya rp 8 milyar.

21 April 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK karya klasik tentang Islam -- termasuk buah pikiran para orientalis Belanda -- masih terasa aktuil. Bahkan sekarang pun orang niscaya masih tertarik untuk membacanya. Satu di antaranya karya Christiaan Snouck Hurgronje, Het Mekkaansche Feest, yang belum lama ini terbit dalam bahasa Indonesia dengan judul Perayaan Mekah. Orientalis Belanda terkenal yang juga penasihat Pemerintah Hindia Belanda ini antara 1884 dan 1885 melakukan penelitian mengenai ibadah haji di Jedah dan Mekah, Arab Saudi. Buku tersebut hanya satu di antara enam buku terbitan INIS (Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies) -- Kerja Sama Studi Islam Indonesia Belanda. Sudah setahun ini Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam (Departemen Agama) menjalin kerja sama tersebut dengan Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia Tenggara dan Pasifik, Universitas Negeri Leiden, Belanda. Peserta proyek lima tahunan dengan dana sekitar Rp 8 milyar ini adalah para pengajar IAIN (Institut Agama Islam Negeri). Tujuannya, terutama, mengembangkan pemikiran Islam dengan memanfaatkan fasilitas riset di Universitas Leiden, "Karena perpustakaan Leiden adalah yang terbesar dalam menyimpan data tentang Islam di Indonesia," kata Jacob Vredenbregt, perwakilan Universitas Leiden untuk Asia Tenggara di Jakarta. Karena bahan-bahan di perpustakaan tersebut ternyata baru sedikit yang diolah INIS memberikan beberapa alternatif. Antara lain dengan menerbitkan terjemahan dokumen-dokumen itu kedua bahasa. Sebaliknya, INIS juga berusaha memanfaatkan studi Islam yang bermutu yang dilakukan orang Indonesia sendiri. Misalnya tesis Zaini Muchtarom sewaktu mengambil gelar Master of Arts di McGill University, Kanada, yang kini juga sudah diterbitkan, dengan judul Santri dan Abangan di Jawa. "Soalnya, karya tersebut cukup bermutu, tapi selama itu belum pernah diterbitkan," tambah Vredenbregt. Dari dua sumber inilah -- perpustakaan Universitas Leiden dan studi Islam oleh pemikir Islam di Indonesia sendiri -- telah terbit enam buku. Selain dua buku yang telah disebut, buku lainnya ialah Hadramaut dan Koloni Arab di Indonesia karya L.W.C. van den Berg. Selebihnya berupa bunga rampai. Keenam karya masing-masing dicetak 3.000 eksemplar. Selain untuk konsumsi dalam negeri -- Belanda dan Indonesia buku-buku tersebut juga dibagikan ke perpustakaan universitas dunia yang memiliki jurusan studi Islam. Pemilihan karya-karya yang akan diterbitkan dilakukan oleh dewan redaksi ilmiah, yang terdiri dari Zaini Muchtarom, yang kini Staf Ahli Menteri Agama, Jacob Vredenbergt, dan editor International Encyclopedia of Islam, E. van Donzel. Kriterianya? "Terutama kami pilih karya para orientalis yang ada sentuhannya dengan Indonesia baik karakteristiknya maupun konteksnya," kata Zaini. Selain itu juga karya yang menyangkut aspek Islam universal. Menurut Kepala Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Asia Tenggara dan Oceania, Universitas Leiden, Prof. Dr. W.A.L. Stokhof, penerjemahan karya-karya tersebut ke dalam bahasa Indonesia sangat penting. "Kami mendapat informasi bahwa buku-buku modern yang ada di IAIN kebanyakan berasal dari Eropa," kata Stokhof, Kepala Proyek INIS, yang pernah 13 tahun bekerja di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta. Menurut Zaini, karya para sarjana Barat mengenai Islam memang memiliki nuansa yang lain. "Bila para sarjana Islam di sini lebih banyak diwarnai oleh studi yang normatif, para orientalis itu melakukan pendekatan empiris dan deskriptif. Studi keislaman kita memang sudah maju, tapi kurang pendekatan empiris dan sosiologis," tambahnya. Dengan khazanah penerjemahan buku-buku tadi, Zaini berharap para sarjana kita lebih "terbuka" dengan beberapa alternatif. "Maksudnya agar mereka punya keberanian mempertanyakan suatu masalah bahwa ilmu adalah satu proses yang belum final," kata Zaini. Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, Zarkowi Soejoeti, sependapat. "Selama ini sarjana kita lebih banyak mempelajari tauhid dan fikih. Karena itu ada baiknya bila kepada mereka juga diperkenalkan pemikiran-pemikiran mengenai Islam yang ada di kalangan para orientalis Barat," katanya. Karya-karya para orientalis tersebut tentu saja sebagai karya ilmiah. Sebagai ilmuwan, mereka bisa mempelajari Islam sebagai suatu gejala sosial, mereka bisa melihat Islam sebagai obyek penelitian. "Dengan demikian, mereka bisa bersikap lebih bebas, bisa melihatnya sebagai kenyataan sejarah dan sosial. Dan tidak takut berdosa ...," tambah Zarkowi. Program INIS yang lain ialah pengiriman dosen IAIN yang tengah menyusun tesis master atau doktor di Indonesia untuk riset di Universitas Leiden. "Tapi tidak tertutup juga kemungkinan untuk mengambil gelar di sana," kata Zarkowi. Dalam setahun ini sudah dikirim 13 dosen IAIN Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Medan. Program yang lain ialah pengiriman guru besar dari Leiden ke beberapa IAIN di berbagai kota di Indonesia. Juga ada bantuan untuk perpustakaan-perpustakaan IAIN. Bunga Surawijaya (Jakarta), Ashari N. Krisna (Negeri Belanda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus