WANITA separuh baya itu duduk bersimpuh dengan tenangnya. Di lehernya tergantung kertas putih kecil bertuliskan "Tutup Inti Indorayon Utama". Sudah setengah hari ibu yang giginya merah bersirih ini bergeming di depan panggung di sudut terminal bus Kecamatan Porsea, Toba Samosir, Sumatra Utara.
Matanya mendadak berbinar ketika Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sonny Keraf, mendatanginya. Jemari tangan ibu itu tiba-tiba mengepal dan sontak ia berdiri sambil berteriak, "Tutup… tutup…." Teriakan ini ditimpali 2.000 warga lain yang menyambut kehadiran Menteri Sonny di Porsea, Ahad dua pekan silam.
Harapan rakyat Porsea terhadap Sonny memang beralasan. Dua belas bulan lebih mereka berdebar-debar menanti sikap pemerintah terhadap dugaan pencemaran lingkungan PT Inti Indorayon Utama. Pabrik pengolahan bubur kertas dan rayon ini ditutup sementara oleh Presiden B.J. Habibie, tahun lalu. Penghentian produksi ini dilakukan setelah adanya aksi protes besar-besaran dari rakyat yang menjadi korban kerusakan lingkungan Indorayon selama sepuluh tahun terakhir.
Kerusakan lingkungan gara-gara produksi Indorayon tampaknya bukan basa-basi. Menurut catatan Yayasan Pengembang Danau Toba (YPDT), sebuah LSM lingkungan di Sumatra, Indorayon telah melepaskan 60 ribu ton gas CS2 serta 10 ribu ton H2S dan MMC yang baunya superbusuk itu ke udara dan Sungai Asahan.
Dampak pembuangan gas ini luar biasa. Bukan cuma baunya minta ampun dan bikin mual, lebih dari itu, warga Toba Samosir harus menerima curahan hujan asam sebagai hasil akumulasi gas beracun tersebut. Akibatnya, seng-seng atap rumah pun jadi keropos sehingga harus lebih sering diganti.
Pada saat yang bersamaan, akibat aliran limbah produksi tersebut, mutu air Sungai Asahan turun drastis. Ikan emas, yang pernah menjadi primadona mata pencaharian penduduk, berkurang jauh populasinya. Sedangkan para petani terpaksa gigit jari gara-gara angka gagal panen padi (puso) mencapai 70-80 persen.
Korban berikutnya adalah hutan di sekeliling Toba Samosir. YPDT mencatat 50 ribu hektare hutan menjadi botak gara-gara perambahan kayu untuk sumber bahan baku bubur kertas dan rayon. Hilangnya benteng alam ini mendorong erosi ketika hujan tiba. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Utara menilai erosi ini jugalah yang menyebabkan bencana tanah longsor di Desa Sianipar II, Silaen, hingga menelan 13 korban jiwa serta merusak 30 hektare sawah dan 6 hektare ladang itu.
Tapi itu dulu, ketika Indorayon masih beroperasi. Nah, sejak setahun lalu, sejak pabrik milik Raja Garuda Mas itu dihentikan operasinya, keadaan berangsur-angsur membaik. Kepada Sonny, seorang petani mengaku kini sawahnya lebih produktif. Direktur Eksekutif Walhi Sumatra Utara juga bercerita bahwa masyarakat kini bisa menikmati panen padi ramos, arias, dan padi ladang, yang tak pernah tumbuh baik selama Indorayon beroperasi. Ia juga melihat ikan emas sudah mulai panen.
Pertanyaannya: apa benar panen padi dan ikan itu gara-gara penghentian produksi Indorayon? Sumber TEMPO di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Pusat mengingatkan agar masyarakat tak gegabah. "Soal panen baik belum tentu ada hubungannya dengan Indorayon," katanya. Menurut sumber ini, berhasilnya panen mungkin karena curah hujannya lagi tinggi. Tapi, kalau cuma curah hujan yang tinggi, apa panen ikan emas juga bisa melimpah?
Kesimpang-siuran inilah yang harus dijawab Menteri Sonny. Menteri yang juga doktor dari Universitas Belgia itu telah membentuk kelompok kerja yang akan mengaudit dampak lingkungan Indorayon.
Di tangan tim auditor ini, bukan cuma rakyat Samosir yang menggantungkan harapannya, tapi juga Indorayon. Para pejabat pabrik rayon ini bertekad akan lebih memedulikan lingkungan dan melibatkan masyarakat setempat jika pemerintah mengizinkan Indorayon beroperasi kembali.
Sayang, hingga dua pekan setelah dibentuk, tim ini belum mendapatkan kesimpulan apa pun. Sonny sendiri sudah berjanji tak menolerir lagi industri perusak lingkungan. "Kepentingan rakyat tak boleh lagi dikorbankan demi investasi, devisa, dan seterusnya," katanya.
Tapi apa ucapan seperti ini akan sesuai dengan kenyataan?
Widjajanto, Ardi B (Jakarta),Bambang Soedjiartono (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini