Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siapa mengira banjir besar yang melanda Jakarta pada Ahad dan Senin pekan lalu itu masih "bersaudara" dengan musim dingin ekstrem yang melanda sebagian kota di Amerika Serikat saat ini. Setidaknya pemicu dua peristiwa alam itu sama, yakni seruak dingin yang berasal dari kawasan bumi bagian utara.
Mari kita lihat grafik indeks seruak dingin pada salah satu layar monitor di ruang pemantauan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Tempo, yang mengunjungi tempat ini pada Senin pekan lalu, melihat ada pola mirip gunung di layar monitor. Tampak garis biru patah-patah dengan arah naik-turun. Pada puncak grafik, yakni tertanggal 8 Januari pukul 06.00, angkanya mendekati 14. "Itu seruak dingin yang pertama. Dan itu memicu hujan deras pada 10 dan 11 Januari," kata Kepala Bidang Informasi Meteorologi BMKG Kukuh Ribudiyanto.
Seruak dingin (cold surge) alias aliran massa udara dingin nan kering serta bertekanan tinggi adalah hasil dari rembesan polar vortex (pusaran udara dingin Kutub Utara). Semestinya pusaran udara dingin ini hanya berkutat di wilayahnya, Kutub Utara. Tapi, karena bocor, akhirnya menyeruak ke luar dan menyebabkan berbagai peristiwa alam. Di Amerika Utara, seruak dingin memicu badai salju ekstrem sejak awal Januari lalu. Adapun rembesannya yang menjenguk Indonesia menyebabkan hujan lebat di atas rata-rata.
Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG Edvin Aldrian mengatakan dalam satu waktu bisa terbentuk beberapa polar vortex. Selain di Amerika Utara, siklon Arktik itu muncul di Eropa dan Siberia. Mirip yang terjadi di Amerika Utara, polar vortex di Siberia "bocor" lantaran tekanan hawa dingin yang terlampau tinggi. Nah, rembesan hawa dingin dari daratan Siberia inilah yang terbawa sirkulasi angin utara-selatan (meridional) menuju daerah bertekanan udara rendah di selatan. "(Sifat) aliran udaranya menyeruak," kata Edvin.
Dari Asia bagian utara, seruak dingin menerobos daratan Cina dan merangsek melewati Hong Kong. Tapi ada juga yang terlepas ke Samudra Pasifik di pantai timur Asia. Sebagian lainnya memilih berbelok ke selatan merambati Laut Cina Selatan hingga menggapai ekuator. Adapun "rombongan" yang terbentur Pegunungan Himalaya mengambil rute arah timur, turun ke selatan melewati Hong Kong dan Vietnam, untuk menuju khatulistiwa.
Menurut Edvin, di dekat ekuator inilah aliran seruak dingin menjalar ke selatan dan menekan massa uap air di atas kawasan Indonesia barat. Uap air yang seharusnya tersebar akhirnya mampet di atas Pulau Sumatera bagian selatan dan Jawa bagian barat, termasuk Jakarta. Inilah yang memicu hujan deras seharian pada Ahad pekan lalu. Ujungnya, terjadi banjir di mana-mana. Menurut Kukuh, perambatan hari itu juga bertepatan dengan terjadinya pertemuan angin di atas wilayah Ibu Kota yang memicu pembentukan awan hujan. Akibatnya, potensi peningkatan curah hujan semakin tinggi.
Tri Handoko Seto, peneliti meteorologi tropis Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, mengatakan seruak dingin sangat mempengaruhi curah hujan di wilayah Indonesia barat. Pertemuannya dengan massa udara dari Samudra Hindia menyebabkan terjadinya pengangkatan massa udara yang membentuk awan hujan di atas wilayah Sumatera dan Jawa. "Kontribusinya bisa mencapai 30 persen terhadap total curah hujan," ujarnya.
Namun tak perlu khawatir berlebihan. Kedatangan seruak dingin dapat diendus melalui parameter tekanan udara, temperatur, dan kecepatan angin. Munculnya angin dingin itu juga bisa dideteksi jika perbedaan tekanan udara antara wilayah Gushi di Cina dan Hong Kong mencapai 10 milibar atau lebih. Para ahli cuaca di Indonesia patut waspada ketika nilai indeks menclok di atas 10. "Artinya, massa uap air di Asia akan masuk ke Indonesia melewati Hong Kong," Kukuh menuturkan.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai Indonesia setelah terdeteksi di Hong Kong? Jawabannya beragam. Kukuh memperkirakan 1-2 hari. Adapun Seto menaksir 3-4 hari, dan menurut Edvin 4-6 hari. "Alirannya bisa bertahan selama beberapa hari," kata Seto.
Sebenarnya jejak seruak dingin tercetak kuat pada tahun-tahun lalu. Banjir besar Jakarta pada 1999, 2002, 2007, 2008, dan 2013 juga dipicu oleh tamu dari utara itu.
Namun seruak dingin hanyalah salah satu kontributor pemicu banjir bandang. Faktor lain adalah pola angin, suhu muka laut dan gelombang pasang tertinggi, serta Osilasi Madden Julian (MJO). Menurut Seto, saat ini pun terdapat aktivitas MJO di Samudra Hindia. Apabila tidak berubah dalam sepekan, MJO akan mengaktifkan pembentukan awan hujan di atas Sumatera dan Jawa.
Edvin menyebutkan posisi matahari yang saat ini di selatan ekuator juga ikut menjadi penyebab. Posisi itu memungkinkan terjadinya radiasi maksimum yang membikin suhu muka laut meningkat. Akibatnya, tekanan udara menjadi sangat rendah dan memicu pembentukan bibit siklon tropis. "Siklon turut menyedot seruak dingin ke selatan," katanya.
Dapat dibayangkan apa yang terjadi jika semua faktor itu bergabung di satu lokasi pada saat bersamaan. Bresh! Hujan ekstremlah yang akan tumpah dari langit. Edvin mencontohkan banjir besar Jakarta pada 2013 adalah akibat bertemunya semua faktor itu.
Kini saatnya waspada. Sebab, puncak musim hujan diramalkan terjadi pada akhir Januari-awal Februari. Bahkan BMKG memperkirakan pada akhir pekan depan sudah terjadi peningkatan curah hujan. "Jika (saat itu) indeks seruak dingin meningkat, kami akan mengeluarkan peringatan dini," Kukuh berjanji.
Ya, sebaiknya memang ada peringatan dini. Sebab, hujan akibat seruak dingin pastilah tak seindah puisi Hujan Bulan Juni karya penyair Sapardi Djoko Damono .
MAHARDIKA SATRIA HADI
Seruak Dingin dari Siberia
Polar vortex adalah pusaran udara dingin dan kering di atas Kutub Utara dan Kutub Selatan. Diameternya mencapai 1.000 kilometer dan memiliki dua pusat pusaran. Polar vortex Kutub Utara berputar puluhan ribu meter di atas Pulau Baffin di Kanada, Eropa Utara, hingga bagian timur Laut Siberia di Rusia. Bentuk putaran tepinya berkelok-kelok karena melewati banyak daratan. Polar vortex Kutub Selatan berputar di atas Benua Antartika dengan alur tepi putarannya membulat karena sekelilingnya lautan.
Tiga jenis seruak dingin
berdasarkan selisih indeks seruak dingin:
Selama periode 1995-2003 terjadi aliran seruak dingin selama 138 hari atau 9,41%
Aliran seruak dingin dari daratan Siberia
1. Siberia utara atau barat laut-daratan Cina -Pegununan Himalaya-Hong Kong dan Vietnam-Laut Cina Selatan-Asia Tenggara
2. Siberia utara-daratan Cina-Samudra Pasifik dekat Jepang
3. Siberia timur laut-daratan Cina-Samudra Pasifik dekat Jepang
Faktor yang mempengaruhi peningkatan curah hujan di Indonesia
1. Suhu muka laut/tingkat penguapan air laut
2. Pola dan intensitas angin
3. Pasang gelombang laut tertinggi
4. Osilasi Madden Julian (MJO)
5. Siklon tropis di selatan Indonesia
6. Seruak dingin dari utara
Debit curah hujan di Jakarta
Setelah aliran seruak dingin pada 8 Januari 2014 (meter kubik per detik)
12 Januari
Tertinggi selama musim hujan tahun ini, setara dengan tiga kali aliran Sungai Brantas di Jawa Timur
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo