INI berita buruk yang bisa membuat muka asam: hujan asam tampaknya akan tiba di Indonesia. Tanda-tandanya sudah tampak. Di Jakarta, tingkat keasaman air hujan belakangan ini cenderung naik. "Dari pengamatan komposisi air hujan sejak 1982, memang ada penurunan kadar pH," tutur R.P. Sudarmo, Kepala Bidang Analisa Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta. Tingkat keasaman air hujan diukur dengan pH. Komposisi air hujan di Indonesia baru dihitung sejak 1982, setelah World Meteorology Organization mencanangkan program pengukuran kadar polusi air hujan. Pengukuran ini menggunakan automatic rain gauge, penampung air hujan yang corong penampung airnya membuka atau menutup secara otomatis. Alat seharga Rp 6 juta ini lebih akurat dan lebih steril, karena corong penampungnya tidak terlekat debu selama menunggu datangnya sang hujan. Di Indonesia baru ada 5 buah peralatan ini: di Jakarta terpasang sejak 1982, sedang di empat tempat lainnya (Puncak, Manado, Medan, dan Palembang) sejak November 1985. Selain mengukur pH, alat ini juga mengukur 9 kadar zat kimia lain. Air hujan normal pH-nya berkisar antara 6 dan 7. Jika pH-nya di atas 7, berarti air hujan itu bersifat basa, sedang bila di bawah 6 berarti semakin asam. Menurut BMG, kadar pH air hujan di Jakarta pada 1982 tercatat 6 (kecuali pada bulan April yang turun di bawah 5 karena Gunung Galunggung meletus). Pada 1983 tercatat 5,5. Lalu pada 1984 menunjukkan 5,5. Kemudian pada Januari 1985 angkanya 5,3, dan sebulan kemudian (Februari) 5,2 dan November-Desember tercatat 5,4. Untuk Januari-Februari 1986 tercatat angka 5,4. Ini berarti, sejak 1983, kadar asam air hujan Jakarta di bawah normal. Di Bandung keadaannya lebih mendingan. "Kadar keasamannya masih normal, belum serius. Yakni sekitar 6 sampai 7," ujar Chunaeni Latif, Kepala Kelompok Fisika Atmosfer Lapan, yang sejak Juli 1985 meneliti air hujan yang jatuh di Bandung. Hujan yang semakin asam mengkhawatirkan karena bahayanya terhadap kehidupan dan lingkungan. Di negara-negara industri, hujan asam sudah lama dinyatakan sebagai bahaya utama. Menurut taksiran, 6,5 juta hektar hutan di 9 negara Eropa kini rusak terkena hujan asam. Di Jerman Barat, sepertiga hutan di negara itu kini sudah terhantam. Black Forest -- hutan terkenal di Jerman Selatan yang diabadikan dalam karyakarya Wagner, Goethe, Brecht, dan juga dalam dongeng Grimm bersaudara -- kini mulai berubah menjadi "hutan kuning". Ribuan danau di Kanada, Swedia, Norwegia, dan Finlandia berubah menjadi masam. Celakanya, bahaya itu kini mulai merembet ke Dunia Ketiga. Monumen tersohor di India, Taj Mahal, ternyata mulai kusam dan rusak terkena angin asam dari berbagai industri di dekatnya. Pencemaran asam juga tercatat di Brasil, Afrika Selatan, dan RRC. Sedangkan sebagian daerah pertanian Jepang konon rusak karena pencemaran yang datang lewat hujan asam dari RRC. Meningkatnya tingkat keasaman air hujan disebabkan oleh sisa pembakaran di udara. Jika bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam, batu bara) dibakar, akan dihasilkan sulfur dioksida (S02) dan nitrogen oksida (NOx). Penghasil terbesar S02 dan NOx adalah pembangkit listrik dan industri yang menggunakan minyak atau batu bara sebagai bahan bakar. Bahan ini juga dilepaskan oleh kendaraan di jalan. "Zat-zat ini, yang berat jatuh ke bumi, dan yang ringan mengambang di udara. Jika hujan, zat-zat ini tersapu bersama hujan yang turun," kata Sudarmo pada Bunga Surawijaya dari TEMPO. Tumbuhan yang terkena hujan asam ini menguning, merana, dan akhirnya mati. Ganggang dan tumbuhan lain di danau, juga ikan, ikut musnah terkena hujan racun ini Di Jerman Barat saja kerusakan hutan akibat hujan asam ini mencapai beberapa milyar dolar setahun. Buat hewan dan manusia, hujan asam juga membahayakan. Menurut Prof. Dr. P. Soedigdo, dosen Biokimia dan Farmakologi, Jurusan Kimia ITB, pH 4 merupakan ambang batas. Untuk manusia, bila terkena cairan asam di bawah pH 7, kulit akan mengeluarkan asam amino histamin yang menyebabkan gatal-gatal. Untuk tenggorokan, pH 4 belum berbahaya (cuka pada acar, misalnya, mempunyai pH 4). Sedangkan lambung kita mempunyai keasaman 1. Bila pHnya di bawah 1, kematian akan terjadi. Ikan akan mati pada pH 3. "Hujan dengan keasaman pH 4, jika mengenai besi atau logam lain, akan mempercepat korosi (karat)," kata Soedigdo pada wartawan TEMPO Ida Farida. Bagaimana dengan Jakarta? Air hujan di Jakarta agaknya bisa berbahaya bila diminum langsung, sebab batas air yang boleh diminum adalah yang kadar pH-nya 5,75-6. Penyebab meningkatnya tingkat keasaman hujan di Jakarta terutama karena pencemaran industri dan gas buangan dari hampir satu juta kendaraan bermotor. Meski tingkat keasamannya belum mencapai ambang yang berbahaya buat kehidupan (air hujan di London pH-nya 4), makin tingginya kadar asam itu jelas memprihatinkan. Untuk pertanian dan perikanan darat, tingkat keasaman ini bisa dinetralisasikan dengan penggunaan kapur. Pencegahan untuk industri pada pokoknya sama dengan pencegahan pencemaran udara. Pabrik atau industri lain, misalnya, harus memasang filter buat pembuangan sisa pembakarannya. Industri tertentu, misalnya pabrik semen, harus terletak di tempat yang anginnya tidak bertiup ke pusat kota. Penanaman tumbuh-tumbuhan di sekeliling daerah industri juga bisa menolong. Selain itu, usaha menetralisasikan kondensasi juga bisa dilakukan dengan hujan buatan. Semua upaya pencegahan ini, tentu saja, perlu segera dilakukan. Sebab, bukankah kita semua tidak ingin melihat Monumen Nasional makin kusam dan keropos termakan hujan? Dan bukankah sebagian dari kita juga masih ingin melihat pemandangan itu: anak-anak kecil gembira bermain-main di hujan tanpa menderita kegatalan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini