Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Korban Operasi Mata Sipit

Praktek ilegal bedah kosmetik mata sering menimbulkan kegagalan fatal. Contohnya, Ny. Poppy Lisan, 31, bunuh diri karena frustasi. Sehabis pembedahan, bola mata kirinya menyembul keluar, tak bisa dikedipkan.(ksh)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAUDARA yang bermata sipit jangan tergiur mempercantik mata Anda dengan operasi plastik di klinik gelap. Di Surabaya, Ny. Poppy Lisan, 31, ingin berbuat begitu. Hasilnya, mata kirinya malah tampak menyembul keluar sedang kelopak kanannya justru menyipit. Mungkin terpukul karena kenyataan itu, ibu dua anak itu dikabarkan menenggak racun serangga, akhir bulan lalu. Poppy meninggal. Poppy yang keturunan Cina tentu sipit. Setelah kasak-kusuk mencari tahu dokter mana yang kira-kira bisa mempermak matanya, setelah mengumpulkan "uang dapur" yang disisihkannya sedikit demi sedikit, ia bertekad bulat mengoperasikan kelopak matanya. Poppy lalu mendatangi dokter bedah yang praktek di Jalan Manyar, Kertoarjo. Seminggu pertama hasilnya memuaskan. Para tetangganya di Kampung Tambak Windu memujinya, "Wah tambah ayu, lho ...." Begitu pula suaminya, Ong. Tapi minggu berikutnya, kelopak mata Poppy sudah mencang-mencong tak menentu. Ia lalu datang ke Johan-Clinic -- klinik spesialis bedah plastik. Tapi dr. Johansyah Marzuki, pimpinan klinik, tak sanggup memperbaiki. "Sudah telanjur rusak," kata Johansyah. Dalam buku diagnosa Johan Clinic, keadaan mata Poppy hanya tertulis "jelek dan ketinggian". Johansyah mengakui berterus terang pada Poppy bahwa kelopak mata itu tak bisa diperbaiki lagi. "Saya berharap dia bisa menerima kenyataan buruk itu," kata Johansyah. Ternyata, tidak. Malah Poppy juga enggan menyebut di klinik mana ia dioperasi. Menurut Johansyah, sebetulnya bedah kosmetik untuk mata sipit tergolong bedah ringan. Mula-mula kelopak mata bagian atas dibius lokal. Lalu dibedah sedalam 3 atau 4 milimeter, sehingga tampak serat keputih-putihan licin yang disebut levator expansion aponeorosis -- biasa disingkat LEA. Serat ini yang membuat mata bisa merem melek. Pada orang pribumi ujung serat itu menempel pada kulit kelopak. Dengan begitu pada saat melek, kelopak mata tertarik ke atas, membentuk lipatan-lipatan kulit yang sedap dipandang. Tapi untuk mata jenis oriental eyelid -- ras Cina -- ujung serat menggantung bebas. Tugas dokter bedahlah untuk menjahitkan ujung serat LEA dengan kulit kelopak mata. Bisa dijahit menjelujur sepanjang kelopak, dapat juga secara simpul satu per satu. Andai kata ada kesalahan dalam menjahit, menurut Johansyah, masih bisa diperbaiki selama serat yang dijahit tidak jauh dari ujungnya. Semua itu memakan waktu 40-60 menit. Nah, yang terjadi dalam kasus Poppy, serat yang terjahit terlalu jauh di ujungnya. Akibatnya, seluruh serat itu jadi berkerut, dan tak tersisa lagi untuk bisa dijahit ulang. Dokter Sidik Setiamihardja -- Ketua Perhimpunan Ahli Bedah Plastik Indonesia (Perapi) -- mengecam praktek-praktek ilegal yang menganggap operasi bedah mata hanya sekadar memotong dan menJahit saJa. Akibatnya, kasus kegagalan operasi itu banyak terjadi. Dua dari sepuluh pasien Sidik adalah akibat kegagalan dokter lain. "Padahal, operasi ini akan sangat mempengaruhi kondisi jiwa pasien," katanya. Bedah plastik ilegal umumnya dilakukan oleh para dokter umum, bekerja sama dengan salon-salon kecantikan. Salon itulah agennya. Bila terjadi keteledoran mengoperasi, hasilnya adalah infeksi atau kulit mata menjadi keriput atau -- yang ini yang paling ditakuti wanita -- bola mata tampak keluar sedang kelopak tak dapat dipejamkan. Walaupun sedang dalam keadaan tidur. Lebih dari itu, biaya operasi ilegal -- kata Sidik bisa mencapai Rp 1 juta. Sedang pada dokter spesialis bedah plastik paling mahal hanya Rp 400 ribu. Demam ingin cantik, ingin tak bermata sipit di kalangan wanita keturunan Cina -- di Johan Clinic saja setiap tahun 200 mata dioperasi -- memang menggelitik para dokter yang bukan ahlinya untuk coba-coba. Sumber TEMPO di IDI Surabaya memastikan setidaknya ada lima dokter bedah di kota itu yang menyalahi kode etik. Namun, sampai kasus Poppy, belum ada tindakan apa apa. Mungkin pihak-pihak yang berwenang masih enggan turun tangan. Sebab, korban, seperti keluarga Poppy itu, tak mau mengadukan kegagalan itu. "Ini sudah takdir," itu saja komentar keluarga Poppy atas kasus itu. Zaim Uchrowi Laporan Saiff Bakham (Surabaya) & Gatot Triyanto (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus