Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Rabivet Tanpa Tumbal Kambing

Pusvetma Surabaya berhasil membuat vaksin rabivet yang diperkenalkan O.G. Larghi. Lebih murah dan daya kebalnya lebih lama dari vaksin rasivet yang harus mengorbankan ribuan ekor kambing. (ksh)

22 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORBAN wabah rabies masih terus berjatuhan. Sudah meluas ke hampir semua provinsi di Indonesia, wabah penyakit anjing gila yang berjangkit selama empat bulan terakhir itu telah membunuh 19 orang. Sementara itu, menurut data terbaru (hingga akhir bulan lalu) yang diumumkan Direktorat Jenderal Peternakan, pekan lalu lebih dari 30 binatang ternak mati karena penyakit yang sama. Direktur Jenderal Peternakan Daman Danuwijaya membenarkan bahwa dilihat dari segi korban, wabah yang berjangkit kali ini masuk kategori serius. Karena itu, aparatnya dan juga aparat Departemen Kesehatan, katanya, terus berusaha mengendalikan penularan virus yang terutama ditularkan oleh anjing, kucing, dan kera itu. Ada dua cara pengendalian yang dilakukan Daman dan anak buahnya. Pertama lewat pembunuhan (eliminasi) hewan yang diduga terkena penyakit itu. Upaya ini sudah digencarkan ke pelbagai daerah. Tercatat seluruhnya 90.000 ekor lebih (anjing, kucing, dan kera) yang terpaksa mereka bunuh. Dan yang kedua lewat vaksinasi hewan yang jadi sumber penyakit rabies itu. Untuk ini, Ditjen Peternakan diakuinya agak mengalami kesulitan. Antara lain, karena belum diketahuinya jumlah pasti hewan yang harus divaksinasi. Dan juga karena terbatasnya dana untuk membuat vaksin. Dana rutin untuk itu, katanya, setiap tahun hanya berkisar Rp 40 juta yang bisa digunakan untuk membuat 500.000 dosis vaksin antirabies. Dengan vaksin itulah, yang sebagian besar dibuat oleh Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma), semacam unit Departemen Pertanian yang bertugas membuat vaksin pada hewan, aparat Ditjen Peternakan bisa memvaksinasi lebih dari 300.000 ekor (anjing, kucing, dan kera). Namun, belum berarti wabah virus rabies itu sepenuhnya bisa dipatahkan. Ini karena vaksin -- yang biasa mereka gunakan namanya Rasivet -- toh hanya mengebalkan hewan tadi terhadap virus sekitar setahun. Setelah itu, ia tetap mungkin ditulari virus lagi. Sementara sasaran yang mau lebih banyak dari produksi vaksin yang dihasilkan. Artinya, juga harus dikorbankan ribuan ekor kambing lagi sebagai tumbal pembuatan vaksin tadi. Buat Ditjen Peternakan ini soal yang cukup pelik. Sebab, untuk membuat vaksin Rasivet yang sebanyak 500.000 dosis saja, setiap tahun mereka harus mengorbankan sebanyak 7.000 ekor kambing. Jika harga kambing seekor sekitar Rp 20.000, bisa dihitung berapa juta rupiah lagi tambahan dana yang harus dikeluarkan Ditjen Peternakan, untuk menambah pembuatan vaksin. Tapi, untunglah. Jalan itu tak lagi harus ditempuh. Sebab, belakangan ini setelah mengadakan uji coba di lapangan selama setahun, mulai 1985, Pusvetma Surabaya sudah berhasil membuat vaksin dengan carabaru: tak lagi dengan menyuntikkan bibit virus ke otak kambing, dan otak ini setelah 14 hari kemudian dilumat-lumat untuk disaring dan lalu diproses jadi vaksin. Melainkan cukup dengan mengembangbiakkan sel-sel yang berisi bibit virus di laboratorium. Cara baru ini biasa disebut dengan istilah tissue culture dan diperkenalkan kepada Pusvetma oleh seorang ahli WHO asal Buenos Aires, Doktor O.G. Larghi. Ahli ini pulalah yang selama beberapa bulan mengajarkan teknologi dan seluk beluk pembuatan vaksin ini yang ditemukan di Argentina tahun 1983. Ada tiga unsur yang mutlak diperlukan untuk pembuatan vaksin yang belakangan ini diberi nama Rabivet oleh Pusvetma itu. Yakni sel BHK 21, virus, dan botol putar yang berada di suatu ruang khusus yang temperaturnya bisa diatur konstan 37 derajat Celsius. Sel BHK 21 adalah semacam jaringan sel yang diambil dari ginjal anak hamster (semacam tikus yang tak hidup di Indonesia). BHK sendiri adalah singkatan dari Baby Hamster Kidney, yang bisa diimpor dari Inggris. Tapi, Pusvetma tak perlu mengimpor karena Doktor Larghi sudah membawa sendiri sel itu ketika datang ke Surabaya. Ke jaringan sel yang bisa dikembangbiakkan sampai beberapa keturunan inilah, virus rabies ditumbuhkan. Caranya, sel mula-mula ditempatkan di medium eagle, semacam cairan berisi antara lain asam amino, dalam sebuah botol kaca berukuran 400 cc. Lalu, bibit virus dicampurkan dengan sel tadi di botol itu. Dan di suhu yang konstan 37 derajat itulah, dalam botol yang terus berputar, proses penumbuhan virus berlangsung selama 4 X 24 jam. "Proses ini memang sangat sulit dan kita tak bisa memastikan apakah virus bisa tumbuh di biakan sel itu atau tidak," tutur Ahmad Mahjuddin, Direktur Pusvetma, kepada Yopie Hidayat dari TEMPO. Tumbuhnya virus baru bisa diketahui setelah medium eagle disuntikkan ke tikus putih dan jika tikus itu ternyata terjangkit virus. Tapi proses belum selesai. Virus yang ada di biakan sel tadi masih harus dijinakkan dulu. Maksudnya dibuat "setengah mati" dengan mencampurnya dengan senyawa kimia seperti BEA (Bromoethylamine hydrobromide), yang bersifat racun, lalu dinetralisasikan dengan senyawa lain sodium thiosulphate dan terakhir dicampur lagi dengan saccharose-glycine, barulah vaksin siap pakai. Apa kelebihan Rabivet dibandingkan vaksin sebelumnya? Menurut Mahjuddin, jika bisa diproduksi secara teratur, Rabivet akan lebih murah daripada Rasivet. Rabivet bisa diproduksi dengan ongkos sekitar Rp 300 per dosis, sedangkan Rasivet sekitar Rp 450. Dan tak hanya ongkos pembuatan. Dalam daya kebal pun Rabivet, ternyata, lebih awet: bisa mencapai dua tahun sedangkan Rasivet hanya setahun. Marah Sakti Laporan Biro Surabaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus