BERBAGAI danau kecil kehijauan yang menghiasi Pulau Singkep
tampak indah dari udara. Di seputarnya, di atas hamparan tanah
putih, berdiri rumah penduduk dengan pohon kelapa, nangka, karet
atau jambu monyet.
Umumnya danau itu--bekas penambangan timah dan disebut
kolong--ternyata tak terawat, penuh rawa dan jadi sarang nyamuk,
bahkan bisa mengundang bahaya. Sebuah kolong di kawasan Dabo
baru-baru ini menelan 2 anak yang tak hati-hati bermain.
Penambangan timah di daratan P. Singkep, luas 774 kmÿFD,
dilakukan secara terbuka. Kulit bumi yang subur dikuliti sampai
kedalaman belasan meter. Lalu dilakukan penyemprotan dengan air.
Lewat sebuah pipa, pasir dialirkan ke bak pemisah untuk
mendapatkan bijih timah. Dari sekian banyak pasir, hanya
sebagian kecil saja bijih timahnya. Pasir dan batuan lain,
dengan sendirinya, harus dibuang. Sisa penambangan berupa pasir
keputihan ini disebut tailing.
Sebuah tambang dengan deposit 40 ton akhirnya bisa merusak tanah
sampai 50 hektar. Bayangkan, kulit bumi yang subur terkupas dan
tailing dengan ketinggian 34 meter terhampar luas.
Rusak
Kapal keruk yang digunakan tambang merusak lebih hebat lagi,
karena mesti dibuatkan kanal untuknya melintas dari pantai ke
tempat penambangan. Jaraknya hanya 1-2 km saja, tapi tailing
yang ditimbulkannya lebih luas.
Unit penambangan Timah Singkep (UPTS) kini mengerjakan 16
tarnbang semprot dan 3 tambang kapal keruk, termasuk yang
ditempatkan di Pulau Kundur dan Pulau Karimun. Karyawannya
berjumlah 2.000.
Penambangan timah di Singkep dimulai tahun 1812 oleh Sultan
Lingga. Tahun 1889 ia beralih ke tangan N.V. Sitem (Singkep Tin
Maatschappij) milik Belanda. Sejak 1959, ia jadi milik negara RI
dan dikelola UPTS.
Setelah sekian lama ditambang, Pulau Sigkep kini (36.000
penduduk) memang sudah rusak. Hampir sepertiga areal pulau itu
nyaris tak bisa ditanami apa pun. Di sepanjang jalan dari Dabo
ke Sungai suluh atau Kuala Raya, misalnya, hanya tumbuh ilalang.
Pepohonan sulit tumbuh, walau tanah dipupuk secukupnya.
PT. Timah mencoba--bekerja sama dengan Litbng Departemen
Pertanian -- memperbaiki lingkungan bekas penambangan. Tak hanya
di Singkep, tapi juga di Banka dan Belitung. Kebun percobaan di
Sungai Lumpur, Singkep dibuat sejak L979. Seluas 30 hektar
ditanami kelapa hybrida, kapuk, kayu manis, lada dan jambu
monyet. Jumlahnya 1.500 pohon. Juga ditanam pinus dan akasia,
2.000 batang jumlahnya.
Hasilnya "belum menggembirakan," kata M. Burhanan, Sekretaris
UPTS. Sekitar 70% tanaman yang hidup. Kelapa dan jambu monyet
menunjukkan prospek yang baik. Tapi banyak yang tumbuh kurus,
walau pemupukan sudah so% di atas dosis normal.
Tambang yang sudah ditinggalkan 15 tahun, kata Sulaiman, petugas
Departemen Pertanian di kebun percobaan, "secara alami sudah
bisa ditanami kembali." Tapi tak selalu. Pada areal kebun
percobaan yang mengandung tanah liat, tanaman relatif tumbuh
lebih baik. Tapi tanah pasir, walau akar menembus lebih dalam,
tanaman ternyata kurus. Padahal sebelum penanaman, lubang lebar
dibuat dan diisi tanah asli yang masih kaya humus.
Menanam di atas tanah bekas umbang baru, menurut Ir. Zahiruddin
Saleh dari Pusat Penelitian Agro-Ekonomi, Bogor, "sama saja
dengan menanam di atas ubin." Tapi ada juga tanaman penduduk --
terutama yang di atas tanah bekas tambang tua--yang berhasil.
Seperti karet dan pisang, bahkan cengkih. Namun tanah bekas
tambang tua ini, yang sudah hijau dan dihuni penduduk, suka
digali kembali oleh UPTS. Menurut Camat Singkep, Jalil Rasid,
hal itulah yang sering membuat penduduk was-was. Di bukit
Kabung, misalnya, 300 penduduknya kini gelisah. Di sela kebun
mereka, terdengar deru mesin eksplorasi. Contoh lain di Dabo
Lama, yang ditinggalkan perusahaan tambang sejak 1925 dan sudah
enak dihuni. Di sana baru saja ada penggusuran tanpa penggantian
yang sebanding.
Penambangan tempo dulu masih memakai peralatan sederhana--bijih
timah tak bisa dikeduk semua. Maka, setelah diteliti dan
dianggap secara ekonomis bisa menguntungkan, "kami menambangnya
kembali," tutur Gocntoro, jurubicara UPTS. Sementara itu belum
ada peraturan yang melarang bekas tambang dijadikan tempat
pemukiman.
Selain usaha penghijauan, pernah dicoba memanfaatkan kolong,
yang ditaburi ikan mujair dan nila impor dari Taiwan. Usaha ini
tak berhasil. Tingkat keasaman air tinggi sekali hingga ikan tak
bisa hidup nyaman. Sedang masyarakat kurang mendukung. "Mereka
lebih suka ikan laut," kata Goentoro.
Berapa deposit timah di bumi Singkep? Sulit diketahui. Setiap
saat, dengan peralatan modern, bisa ditemukan cadangan baru.
Deposit lepas pantai diduga lebih besar. Produksi timah Singkep
kini sekitar 1.250 ton setahun. Sekitar 55% ditambang di laut.
Dalam masa mendatang, penambangan di darat mungkin dikurangi.
Kalau usaha penghijauan berhasil, kata Zahiruddin, ada
kemungkinan penduduk bisa beralih jadi petani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini