Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Nasib Si Hidung Panjang

Masalah kelestarian bekantan di hutan plambuan di kalimantan selatan. terjadi perebutan habitat antara manusia dengan bekantan. dianjurkan untuk dipindahkan ke cagar alam.

27 Desember 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NASIBNYA agak gawat, meskipun orang mulai memperhatikan kelestariannya, terutama di Kalimantan Selatan. Penduduk menyebutnya "Makhluk aneh' yang ditemukan di tepian danau buatan Riam Kanan Itulah bekantan (Nasalis Larvatus), monyet berhidung panjang -- berbulu putih dan jingga, yang dijuluki pula "Belanda Borneo". Berbeda dengan orang utan yang lebih banyak berkeliaran di pedalaman dan tinggal di puncak pohon yang tinggi, bekantan menyenangi hutan bakau dan galam di tepian sungai, bagian hilir Celakanya, juStru tepian sungai yang lebih mudah dibabat pohonnya dlsenangi manusia sebagai tempat pemukimannya Maka perebutan habitat telah berlangsung antara bekantan dan manusia di Kalimantan, satu-satunya tempat di dunia yang memiliki jenis primata ini. Di wilayah kota Banjarmasin, misalnya, ada beberapa hektar hutan bakau dan galam di tepian Sungai Plambuan, yang diduga masih dihuni oleh 15 ekor bekantan Pembantu TEMPO yang datang melongok ke sana baru-baru ini sempat melihat tiga ekor bekantan dcwasa bergelayutan di pohon, menjelang magrib. Namun -- seperti diutarakan oleh Bambang Suroso, ketua organisasi pecinta alam Kompas Borneo--bekantan yang tersisa di situ pun sudah terancam kelestariannya. Sebab daerah pemukiman, perkantoran dan industri terus mendesak. Ada anjuran menyelamatkan bekantan di hutan Plambuan itu dengan memindahkannya ke Cagar Alam Pulau Kembang di Sungai Barito hilir. Jaraknya tak seberapa jauh, tak sampai 1 jam naik kelotok, perahu penumpang bermOtor disel. Cagar Alam Pulau Kembang, dengan hutan balaunya yang banyak, memang merupakan tempat Ideal bagi bekantan dan jenis monyet lainnya sepcrti mOnyet Jawa pemakan kepith1g (Macaca fascicularis). Drh Linus Simanjuntak dosen fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta, berpendapat bahwa bekantan yang .likabarkan sering masuk kampung, kalau mendengar pukulan beduk, memang sedang kesepian. Monyet itu, menurut Banjarmasin Post, berekor sampai 3/4 meter berbulu putih bersih dengan rompi' coklat jingga dan suka minum Sirup bila memasuki kampung Binjai. Berkata drh. Simanjuntak "Sesuai dengan reaksi anjing Pavlov, setiap kali mendengar pukulan beduk, dia datang ke kampung dengan harapan akan diberi minuman sirup, lalu menjadi bersahabat dengan manusia." Tapi hidupnya tetap di hutan. Biasanya, monyet yang suka hidup bergerombol itu takut pada manusia. Mungkin lantaran wajahnya yang buruk dengan hidung sebesar singkong, orang tua maupun anak-anak sering melemparinya dengan batu, begitu ada bekantan yang kepergok di pinggiran kampung. Walaupun tergolong primata yang paling pandai berenang, bekantan itu paling mudah ditangkap oleh manusia kalau sedang berenang di sungai dengan saya anjingnya. Dibandingkan dengan uwa-uwa (Hylobatas spp), bekantan bukanlah akrobat udara yang lihai, melahlkan peloncat yang sering teledor dan jatuh hingga mengalami patah tulang. Mungkin dengan latar belakang itu, bekantan kelihatan lebih mudah berurusan lengan penduduk ketimbang orang utan. Banjarmasin Post melaporkan seekor bekantan setinggi 75 cm, kira-kira sebesar bocah 5 tahun, baru-baru ini tertangkap oleh penduduk di Kampung Teluk Selong, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar. Koran itu secara beruntun memberitakan penangkapan atau kontak dengan bekantan, suatu kampanye pelestariannya. "Katakanlah ini semacam menebus dosa, sebab di masa kecil saya di Sampit pernah ikut membunuh bekantan karena ngeri melihat wajahnya yang seperti orang Belanda itu," kata Djok Mentaya, Pemimpin surat kabar . Sejak tahun 1931 pemerintah Hindia Belanda sudah mencantumkannya dalam daftar binatang yang harus dilindungi. Apalagi sekarang, bukan?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus