NASIBNYA agak gawat, meskipun orang mulai memperhatikan
kelestariannya, terutama di Kalimantan Selatan. Penduduk
menyebutnya "Makhluk aneh' yang ditemukan di tepian danau
buatan Riam Kanan Itulah bekantan (Nasalis Larvatus), monyet
berhidung panjang -- berbulu putih dan jingga, yang dijuluki
pula "Belanda Borneo".
Berbeda dengan orang utan yang lebih banyak berkeliaran di
pedalaman dan tinggal di puncak pohon yang tinggi, bekantan
menyenangi hutan bakau dan galam di tepian sungai, bagian hilir
Celakanya, juStru tepian sungai yang lebih mudah dibabat
pohonnya dlsenangi manusia sebagai tempat pemukimannya Maka
perebutan habitat telah berlangsung antara bekantan dan manusia
di Kalimantan, satu-satunya tempat di dunia yang memiliki jenis
primata ini.
Di wilayah kota Banjarmasin, misalnya, ada beberapa hektar
hutan bakau dan galam di tepian Sungai Plambuan, yang diduga
masih dihuni oleh 15 ekor bekantan Pembantu TEMPO yang datang
melongok ke sana baru-baru ini sempat melihat tiga ekor bekantan
dcwasa bergelayutan di pohon, menjelang magrib. Namun -- seperti
diutarakan oleh Bambang Suroso, ketua organisasi pecinta alam
Kompas Borneo--bekantan yang tersisa di situ pun sudah terancam
kelestariannya. Sebab daerah pemukiman, perkantoran dan industri
terus mendesak.
Ada anjuran menyelamatkan bekantan di hutan Plambuan itu
dengan memindahkannya ke Cagar Alam Pulau Kembang di Sungai
Barito hilir. Jaraknya tak seberapa jauh, tak sampai 1 jam naik
kelotok, perahu penumpang bermOtor disel. Cagar Alam Pulau
Kembang, dengan hutan balaunya yang banyak, memang merupakan
tempat Ideal bagi bekantan dan jenis monyet lainnya sepcrti
mOnyet Jawa pemakan kepith1g (Macaca fascicularis).
Drh Linus Simanjuntak dosen fakultas Biologi Universitas
Nasional, Jakarta, berpendapat bahwa bekantan yang .likabarkan
sering masuk kampung, kalau mendengar pukulan beduk, memang
sedang kesepian. Monyet itu, menurut Banjarmasin Post, berekor
sampai 3/4 meter berbulu putih bersih dengan rompi' coklat
jingga dan suka minum Sirup bila memasuki kampung Binjai.
Berkata drh. Simanjuntak "Sesuai dengan reaksi anjing Pavlov,
setiap kali mendengar pukulan beduk, dia datang ke kampung
dengan harapan akan diberi minuman sirup, lalu menjadi
bersahabat dengan manusia." Tapi hidupnya tetap di hutan.
Biasanya, monyet yang suka hidup bergerombol itu takut pada
manusia. Mungkin lantaran wajahnya yang buruk dengan hidung
sebesar singkong, orang tua maupun anak-anak sering
melemparinya dengan batu, begitu ada bekantan yang kepergok di
pinggiran kampung.
Walaupun tergolong primata yang paling pandai berenang,
bekantan itu paling mudah ditangkap oleh manusia kalau sedang
berenang di sungai dengan saya anjingnya. Dibandingkan dengan
uwa-uwa (Hylobatas spp), bekantan bukanlah akrobat udara yang
lihai, melahlkan peloncat yang sering teledor dan jatuh hingga
mengalami patah tulang. Mungkin dengan latar belakang itu,
bekantan kelihatan lebih mudah berurusan lengan penduduk
ketimbang orang utan.
Banjarmasin Post melaporkan seekor bekantan setinggi 75 cm,
kira-kira sebesar bocah 5 tahun, baru-baru ini tertangkap oleh
penduduk di Kampung Teluk Selong, Kecamatan Martapura, Kabupaten
Banjar. Koran itu secara beruntun memberitakan penangkapan atau
kontak dengan bekantan, suatu kampanye pelestariannya.
"Katakanlah ini semacam menebus dosa, sebab di masa kecil saya
di Sampit pernah ikut membunuh bekantan karena ngeri melihat
wajahnya yang seperti orang Belanda itu," kata Djok Mentaya,
Pemimpin surat kabar .
Sejak tahun 1931 pemerintah Hindia Belanda sudah
mencantumkannya dalam daftar binatang yang harus dilindungi.
Apalagi sekarang, bukan?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini