IKLAN DARI SURGA
40 Khotbah dari renungan oleh Dr. Fridolin Ukur
Penerbit: Sinar Harapan, 1980, 229 halaman
MEMBACA judul yang bombastis, mungkin orang jadi tertarik
untuk bertanya: apa sih, isinya?
Ternyata, sekalipun tidak se'spektakuler' judulnya, isinya
memang melingkupi seantero masalah manusia. Dari 'Surat menyurat
dengan Yesus' sampai 'Pencuri Gaya Baru dan Pembunuh Stil Kuno'.
Dari 'Mission Impossible' sampai 'Peralihan Generasi'.
Bahasanya enak. Seakan-akan membaca cerita pendek kristiani.
Kita bisa hanyut dan lupa bahwa ke-40 karangan ini sebenarnya
kumpulan khotbah dan renungan yang ditulis pengarangnya tahun
1978.
Ada satu hal yang menarik, ialah soal judul. Seakan judul
seantero karangan ini sengaja diformulasikan sedemikian
eksklusif, supaya orang tertarik membacanya. Misalnya 'Sebungkus
kembang gula Sugus', yang ringkasan isinya adalah pertobatan
seorang pelacur. Memang, judul sudah mengandung makna tertentu.
Tetapi kalau makna tersebut tidak mengindikasikan isi pokok dari
khotbah atau renungannya, jangan heran kalau kami jadi agak
bingung. Tapi maklum, Pak Ukur adalah pendeta yang penyair, sih.
Kreasi kreatif ini memang orisinal. Lain dari rancangan
khotbah atau renungan yang lain. Meski dalam membacanya kami
harus berkonsentrasi penuh, karena banyak sekali kalimat
panjang. Apalagi dalam satu karangan, terkadang disinggung
beberapa masalah pokok. Tetapi Pak Ukur mengajak kami
merenungkan . hanya satu masalah pokok. Tidak jelas, apakah
ulasan pokok yang lainnya implisit di dalam satu masalah pokok
yang dibahas itu, atau memang tidak dibahas.
Contoh, masalah pokok dalam 'Tiada tempat bagi mereka' antara
lain ialah urbanisasi dan kemiskinan. Refleksi theologisnya
terutama di sekitar pemerataan segala bidang kehidupan yang
esensial bagi keadilan dan kemakmuran masyarakat. Tapi, mengapa
refleksi theologis makna urbanisasi tak ada?
Buku ini isinya segudang problem sesehari Ditulis dengan
teliti, sehingga menggiurkan para pendeta dan pengantar renungan
yang tak punya waktu menyusun khotbah dan renungan--untuk
memanfaatkannya secara tinggal pakai. Andai memang demikian,
jemaat akan sering disuguhi makanan rohani yang terdiri dari
banyak pokok masalah, dengan refleksi theologis yang difokuskan
pada satu masalah. Apabila pengkhotbahnya kreatif, dia mungkin
akan mengajak merenungkan beberapa masalah pokok dalam satu
khotbah. Khotbah borongan ini bisa berlangsung paling kurang
setengah jam. Mana tahan ! (Ini bukan mercmehkan peranan
Rohkudus, lho, Pak Ukur).
Komunikatif
Beberapa judul memang benar-benar mengundang pertanyaan.
Misalnya, 'Tiada tempat bagi mereka.' Kalau ini khotbah atau
renungan, mana Perikop pembacaan Kitab Suci yang secara formal
menjadi dasarnya? Ataukah ini suatu refleksi theologis mengenai
salah satu aspek masalah sosial dalam pembangunan? "Proses
deisolasi yang sangat berharga" memang memuat referensi, ialah
Filipi 2: 2 - 4. Tapi, apakah ini bukan suatu refleksi theologis
mengenai implikasi politis dari Pancasila sebagai dasar dan
falsafah negara kita?
'Memperhatikan yang lemah' dan 'Buluh yang Patah Terkulai
tidak akan diputuskanNya' lebih cenderung sebagai kesaksian,
yang memang menghimbau untuk direnungkan maknanya.
Lalu, ada juga kisah haru yang happy ending. Bacalah:
'Perjuangan iman seorang Ibu', 'Sebungkus kembang gula Sugus '.
Tuhan kita, yang kita kenal sebagai Yesus - Juru selamat Yang
Hidup dari alam semesta dan manusia khususnya itu, memang sangat
komunikatif. Bukan hanya dengan khotbah atau renungan saja Dia
menyadarkan kita akan keterlibatan dan taggung jawab kita
terhadap manusia. Khususnya berbagai masalah mengenai pergumulan
bangsa kita, yang entah berapa gudang banyaknya itu. Lewat
cerita pendek, kesaksian, refleksi sebagaimana yang
diperlihatkan Pendeta Dr. Fridolin Ukur dengan bukunya ini, pun
bisa.
Buku ini menyuguhkan seribu satu macam untangan dan visi
pelayanan yang relevan dengan kita di masa kini.
H. Setiawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini