Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang berfungsi untuk memitigasi bencana dan mencegah abrasi. Selain itu, mereka juga mengklaim pagar laut dari bilah-bilah bambu tersebut dibangun dari hasil swadaya masyarakat pesisir.
Koordinator JRP, Sandi Martapraja di Tangerang, Sabtu, 11 Januari 2025, mengatakan jika pagar laut yang bikin heboh di publik adalah tanggul yang dibangun oleh masyarakat setempat secara swadaya. "Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Ini dilakukan untuk mencegah abrasi," katanya seperti dikutip Antara.
Lebih Efektif dari Sabuk Pantai?
Klaim pagar laut tersebut untuk mencegah abrasi dan mitigasi menuai kontroversi. Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) menyatakan pagar laut tersebut bukan cara paling efektif untuk memitigasi bencana dan mencegah abrasi.
"Rasa-rasanya ada cara lain yang lebih efektif kalau kita mau bicara mitigasi atau adaptasi perubahan iklim," kata Andreas Aditya Salim, Direktur Program di IOJI, melalui sambungan telepon pada Senin, 13 Januari 2025.
Menurut Andreas, ada beberapa cara yang lebih lazim untuk memitigasi bencana di pesisir. Salah satunya adalah melalui penanaman dan pelestarian hutan bakau, yang juga dikenal dengan sebutan sabuk pantai.
Dia menilai cara tersebut akan lebih efektif jika pihak yang membangun pagar laut memang memiliki tujuan mitigasi bencana. "Dibanding menggunakan pagar bambu seperti itu, kalau pendapat saya seperti itu," ucap Andreas.
Hutan bakau memang dikenal sangat penting bagi keberlangsungan pesisir pantai. Ekosistem ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung alami dari berbagai ancaman lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan.
Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah melindungi pantai dari erosi dan abrasi. Akar bakau yang kuat dan menjalar mencengkeram tanah dengan kokoh, mencegah pengikisan akibat gelombang laut. Dengan adanya bakau, wilayah pesisir menjadi lebih stabil, sehingga aktivitas masyarakat yang bergantung pada lahan pesisir, seperti pertanian dan pemukiman, dapat berlangsung tanpa gangguan besar.
Selain melindungi pantai dari abrasi, hutan bakau juga berperan penting dalam mencegah intrusi air laut ke daratan. Intrusi air laut dapat merusak kesuburan tanah dan mencemari sumber air tawar, yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir. Kehadiran hutan bakau membantu menjaga keseimbangan ekosistem daratan dan memastikan ketersediaan sumber daya alam yang penting ini.
Dalam upaya global melawan perubahan iklim, hutan bakau memainkan peran yang sangat penting. Hutan bakau mampu menyerap karbon dioksida (CO) dalam jumlah besar, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan hutan daratan biasa. Hal ini menjadikan bakau sebagai salah satu solusi alami untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperlambat pemanasan global.
Ekosistem bakau juga sering disebut sebagai tameng alami terhadap bencana seperti tsunami dan badai. Akar dan batang dari “sabuk pantai” ini mampu menyerap energi gelombang besar, sehingga mengurangi dampaknya sebelum mencapai daratan. Hal ini terbukti sangat membantu dalam melindungi kehidupan dan properti masyarakat pesisir laut.
Sultan Abdurrahman, Titik Nurmalasari, Naomy A. Nugraheni, dan Delfi Ana Harahap berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Sekjen Gerindra: Prabowo Setuju Penyegelan Pagar Laut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini