Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengkritik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin menyediakan 75 gigawatt dari energi terbarukan. Upaya yang ingin dicapai dalam waktu 15 tahun mendatang atau pada 2040 tersebut masih dianggap kurang ambisius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Target tambahan 75 GW energi terbarukan dan 5 GW nuklir pada 2040 yang telah diumumkan bulan ini diprediksi hanya akan menghasilkan listrik bebas fosil sekitar 35 persen dari proyeksi kebutuhan listrik nasional. “Ini berarti targetnya harus ditingkatkan lebih dari dua kali lipat agar visi Presiden Prabowo dapat menjadi kenyataan,” kata analis CREA, Katherine Hasan, dalam keterangan tertulisnya, dikutip pada Jumat, 29 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, tambahan 75 gigawatt belum cukup untuk menutup selisih dari rencana penghentian pembangkit listrik bahan bakar fosil. Apalagi sebanyak 62 persen pasokan listrik Indonesia yang tersambung dengan jaringan PLN (on grid) ataupun berdiri sendiri (off grid), berasal dari jenis bahan bakar itu, yakni batu bara.
Untuk mencapainya, menurut Katherine, Indonesia seharusnya menetapkan target penerapan energi ramah lingkungan yang lebih tinggi. Dia menunjuk, penambahan energi terbarukan di Indonesia setidaknya harus sebesar yang tercantum dalam dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (CIPP) Kemitraan Transisi Energi Berkeadilan (JETP). Di dalamnya ada target tambahan 210 gigawatt pembangkit listrik non fosil pada 2040, dan mencapai 80 persen cakupan energi terbarukan pada periode yang sama.
Karenanya, Katherine menegaskan, jika Prabowo serius ingin pensiunkan seluruh PLTU Batu Bara, target menambah energi terbarukan harus lebih besar lagi. “Tambahan kapasitas energi terbarukan yang dibutuhkan sekitar 25 persen lebih banyak daripada JETP pada 2040, kalau semua PLTU dan pembangkit berbahan bakar fosil di-phase out,” ucap Katherine.
Menurut dia, itu penting karena mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan permintaan listrik, penerapan target 75 gigawatt juga diartikan masih memberi ruang penambahan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil.
CREA memperkirakan, jika penambahan kapasitas energi terbarukan hanya 75 gigawatt, penambahan pasokan listrik dari pembangkit listrik bertenaga fosil pada 2040 akan meningkat hingga 145 persen lebih tinggi daripada 2022.
Sebelumnya, Prabowo Subianto menyampaikan target 75 gigawatt energi terbarukan dan pensiun dini PLTU dalam acara sesi ketiga konferensi G20 di Brasil, 19 November 2024. Dia juga ingin PLTU batu bara dan bahan bakar fosil pensiun 15 tahun ke depan. “Kami memiliki sumber energi terbarukan lainnya dan itulah sebabnya kami sangat optimistis bahwa kami dapat mencapai nol emisi sebelum 2050,” tutur Prabowo.