Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Pentingnya Proteksi Hutan untuk Mengatasi Emisi Karbon

Perlindungan hutan alam dianggap lebih efektif mengurangi gas rumah kaca dibandingkan teknologi penangkap karbon

24 Januari 2024 | 15.07 WIB

Penjaga hutan dari kelompok Petkuq Mehuey melakukan patroli di dalam hutan Kalimantan Timur. (ANTARA/HO- Penjaga Hutan Petkuq Mehuey)
Perbesar
Penjaga hutan dari kelompok Petkuq Mehuey melakukan patroli di dalam hutan Kalimantan Timur. (ANTARA/HO- Penjaga Hutan Petkuq Mehuey)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Para pegiat lingkungan menilai proteksi hutan jauh lebih efektif untuk mengatasi persoalan emisi dibandingkan proyek Carbon Capture and Storage (CCS) yang sedang digarap oleh pemerintah. Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik, mengatakan kemampuan penyimpanan karbon hutan gambut dan hutan mangrove jauh lebih baik dibanding lahan mineral. “Masing-masing 10 kali lipat dan 3 kali lipat lebih besar,” ujarnya kepada Tempo, Selasa, 24 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Adapun lahan gambut Indonesia yang luasannya mencapai 13,43 juta hektare, hingga 2019, menyimpan 57,4 gigaton karbon. Jenis lahan gambut pun hanya menutupi 3 persen luas lahan di seluruh dunia, namun bisa menarik 550 gigaton karbon atau 42 persen dari total karbon yang tersimpan di bawah tanah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Kemampuan hutan dianggap lebih unggul mengingat daya serap CCS sebagai proyek ‘gudang’ karbon masih sangat minim, walau sudah berkembang sejak lama. Sebanyak 13 proyek CCS terbesar yang di dunia hanya bisa menyerap menyerap 39 juta ton karbondioksida (CO2) hingga 2021. Angka itu setara 0,1 persen dari total emisi dunia. “Lebih tepat lindungi hutan yang tersisa saja,” ujar Iqbal.  

Deputi Direktur Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), Grita Anindarini, pun mengkritik biaya teknologi CSS yang sangat mahal. Dalam hal penyerapan karbon, kata dia, hutan jelas menjadi solusi yang jauh lebih murah, bahkan gratis jika dikembangkan secara alami. Mengutip riset Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) pada 2022, biaya menangkap karbon bisa menebus US$ 50-100 per ton CO2. Teknologi yang mahal ini pun dikhawatirkan bisa memicu kenaikan biaya pokok tarif listrik di masa depan. “Biaya untuk efisiensi energi belum layak, tapi pengembangan CCS/CCUS yang mahal justru didorong,” katanya.  

Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera; (ESDM) sebelumnya memastikan peraturan presiden (perpres) mengenai teknologi penyimpanan emisi karbon akan terbit dalam waktu dekat, maksimal pada bulan depan. Aturan baru itu menguatkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 yang terbit duluan sebagai pedoman teknologi penimbun emisi. Perpres ini mengatur empat poin utama. Yang pertama adalah penawaran area kerja penyimpanan

Dalam jumpa pers pada 16 Januari 2024, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Mirza Mahendra mengatakan ruang penyimpanan karbon Indonesia yang besar bisa mendukung perekonomian. Merujuk data kementerian, Indonesia memiliki potensi kapasitas penyimpanan sebesar 8 gigaton CO2 di reservoir minyak dan gas (migas), serta 400 gigaton CO2 di saline aquifer (reservoir air bersalinitas tinggi). “Kapasitas storage kita lumayan besar. Ini bisa dimanfaatkan untuk menggulirkan perekonomian,” katanya.

Ulasan perbandingan hutan dan teknologi carbon capture ini bisa dibaca lebih lengkap dalam artikel 'Hutan Solusi Terbaik Penyerap Karbon'

Yohanes Paskalis

Yohanes Paskalis

Mulai ditempa di Tempo sebagai calon reporter sejak Agustus 2015. Berpengalaman menulis isu ekonomi, nasional, dan metropolitan di Tempo.co, sebelum bertugas di desk Ekonomi dan Bisnis Koran Tempo sejak Desember 2017. Selain artikel reguler, turut mengisi rubrik cerita bisnis rintisan atau startup yang terbit pada edisi akhir pekan.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus