Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ringkasan Berita
Perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat semakin meluas hingga ke lereng Gunung Kerinci.
Analisis citra satelit yang dilakukan Taman Nasional hingga November 2021 mencatat luas wilayah perambahan hutan mencapai 1.028 hektare.
Cara terbaik menghadapi perambahan hutan adalah dengan melakukan kolaborasi melalui kemitraan konservasi.
SEBATANG meranti tegak merana di ladang kentang yang terhampar di lereng bukit menuju Danau Belibis di Desa Giri Mulyo, Kayu Aro Barat, Kabupaten Kerinci, Jambi. Pohon setinggi 10 meter dan berdiameter 50 sentimeter yang nyaris mati itu menjadi saksi bisu perambahan hutan di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Di sekitar pokok meranti itu tampak tunggul-tunggul pohon berdiameter setinggi orang yang dibakar perambah setelah membuka hutan yang kini menjadi ladang hortikultura.
Pemilik ladang kentang itu bernama Yanto. “Mendaki sedikit lagi, sudah sampai ke danau,” tuturnya, yang sedang menyiangi ladangnya sambil menunjuk ke arah Danau Belibis pada Ahad, 26 Desember 2021. “Saya membeli ladang ini lima tahun lalu seharga Rp 50 juta untuk 1 hektare dari orang yang membuka lahan. Mana berani saya merambah (hutan)?” ujarnya. Ia menyadari lahannya berada dalam kawasan TNKS yang plangnya terpancang jauh di bawah ladangnya.
Danau Belibis seluas 2,45 hektare itu terletak di puncak bukit di ketinggian 2.082 meter di atas permukaan laut. Bukit Danau Belibis berada di sisi barat daya kaki Gunung Kerinci yang setinggi 3.802 meter. Pada 30 tahun silam untuk mencapai danau itu butuh waktu tiga jam mendaki, melewati hutan yang pohon-pohonnya rapat. Kini hutannya cuma tersisa yang mengelilingi Danau Belibis. Hanya perlu 15 menit mendaki untuk menembus hutan itu.
Di sisi utara Danau Belibis, hutan yang juga hilang sudah jauh sampai ke lereng Gunung Kerinci. Padahal, menurut Wilson Novarino, peneliti burung dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas, dulu area itu menjadi koridor satwa. “Dua puluh tahun lalu masih hutan. Di sana saya bertemu jejak harimau. Di situ juga banyak rusa, tapir, dan siamang. Rangkong dan burung hantu juga ada,” ujarnya.
Saat itu, Wilson mengamati burung di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat di Shelter I jalur pendakian Gunung Kerinci hingga ke Danau Belibis dan Danau Gunung Tujuh. “Gunung Kerinci ini kalau dulu terlihat kakinya, sekarang sudah terlihat perutnya,” tuturWilson. Pada 1990, ketika Tempo berkunjung ke Danau Belibis banyak terlihat belibis yang mirip bebek berbulu hitam di pinggirnya. Namun hari itu tak seekor pun yang tampak.
Wilson mengingatkan, perambahan hutan di Gunung Kerinci dan Danau Belibis, selain menghilangkan habitat satwa, mengancam ketersediaan sumber air. Kawasan itu berperan menyediakan air bagi daerah di sekelilingnya. “Danau Belibis itu seperti embung untuk menjamin cadangan air. Ketika fungsi ekologinya terganggu, otomatis daerah sekitarnya bisa kekeringan,” katanya.
Basuki, Kepala Desa Batang Sangir, cemas perambahan hutan yang mulai terasa pada 2000-an dan makin masif sejak lima tahun terakhir menyebabkan banjir makin sering datang. “Dulunya tidak pernah ada banjir. Tapi beberapa tahun terakhir, lima belas menit saja hujan, air langsung turun liar dari lahan yang telah terbuka di Gunung Kerinci ataupun dari Danau Belibis,” katanya.
Kalau hujan turun satu hari satu malam, kata Basuki, rumah warga di daerah yang rendah seperti di Desa Bendung Air akan kebanjiran. “Cuaca juga makin tak menentu. Dulu hujan stabil, pasti ada dalam minggu. Sekarang hujan bisa lama tidak turun saat musim kemarau,” ucap Basuki. “Kekurangan air bersih makin terasa karena sumber mata air menyusut,” ujarnya.
Kepala Wilayah Satu Balai Besar TNKS Teguh Ismail mengatakan, dari hasil analisis citra satelit yang dilakukan pihaknya, hingga November 2021 terdata luas wilayah perambahan hutan di kaki Gunung Kerinci mencapai 1.028 hektare. “Perambahan hutan di Gunung Kerinci dan di sekitarnya memang terus terjadi dan tidak kami bantah,” katanya di kantor Balai Besar TNKS di Sungai Penuh, Rabu, 29 Desember 2021.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo