Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Malang - Perburuan dan perdagangan lutung jawa masih terjadi di wilayah Provinsi Jawa Timur. Selain perburuan, populasi hewan yang memiliki nama latin Trachypithecus Auratus ini terancam terus menyusut akibat kerusakan habitat. Dalam lima tahun terakhir, tercatat 120 ekor lutung jawa atau lutung budeng diamankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan data lembaga pusat rehabilitasi lutung jawa, Javan Langur Center-The Aspinall Foundation Indonesia Program (JLC-TAFIP), sekitar 70 persen dari 120 lutung jawa yang diamankan itu masih berusia anakan sehingga sangat rentan terhadap kematian. Sebab, anak lutung cenderung gampang stres saat berada dalam proses penyelamatan, terutama saat pemberian makanan,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain karena karakter dan kecenderungan stresnya yang tinggi, ada faktor minimnya pengetahuan dan keterampilan petugas yang menanganinya. Sering kali petugas tidak tepat bertindak sehingga kian memperburuk kondisi anak lutung. "Kebanyakan yang terjadi adalah anak-anak lutung tersebut sudah tidak dapat diselamatkan sebelum dirawat di tempat kami," kata Manajer JLC Muhammad Iwan Kurniawan kepada Tempo pada Kamis sore, 13 Juni 2024.
Pelatihan Penanganan Lutung Jawa
Merespons masalah ini, JLC bekerja sama dengan Balai Besar KSDA Jawa Timur mengadakan pelatihan identifikasi dan penanganan lutung jawa di kantor JLC yang berlokasi satu area dengan objek wisata Coban Talun di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Pelatihannya ditujukan kepada para petugas KSDA, terutama petugas lapangan, dan petugas Unit Pelaksana Teknis Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, serta sukarelawan peduli konservasi lingkungan hidup dan kehutanan.
Pelatihan pertama sudah digelar 25 Januari 2024, yang diikuti 18 orang peserta. Pelatihan kedua, yang diikuti 23 orang, digelar Kamis, 13 Juni 2024 lalu. Menurut Iwan, pelatihan itu untuk memberikan pemahaman dasar agar seluruh peserta dapat mengenali spesies lutung jawa, jenis kelamin, estimasi umur, perilaku dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta habitat dan penyebarannya. Pemahaman dasar ini terangkum dalam materi bioekologi lutung jawa.
Selain pengetahuan bioekologi, kata Iwan, seluruh peserta diberi pengetahuan dasar tentang teknik penangkapan (animal restraint) dan memegang (animal handling) lutung jawa saat melakukan penyelamatan (rescue) atau penanganan teknis lainnya. Selain itu juga ada materi pengenalan dan penguasaan alat bantu tangkap yang digunakan. Seluruh peserta juga diberi pengetahuan dasar mengenai perawatan bayi maupun anakan lutung jawa.
Peserta mengaku senang dengan pelatihan ini. Polisi Kehutanan Madya Balai Besar KSDA Jawa Timur Rakhmat Hidayat mengakui kemampuannya dan koleganya masih kurang saat melakukan identifikasi dan penanganan satwa liar hasil penegakan hukum oleh jajaran KLHK. Termasuk jika ada lutung jawa yang diserahkan oleh masyarakat. "Pelatihan ini sangat membantu kami dalam menangani lutung jawa secara benar dan tepat, sampai lutungnya selamat, terutama yang masih bayi dan anakan," kata Rakhmat.
Peserta pelatihan identifikasi dan penanganan lutung jawa berpose sehabis pelatihan di kantor Javan Langur Center, Kota Batu, Kamis, 13 Juni 2024. TEMPO/Abdi Purmono
Modus Perdagangan Lutung
Perburuan dan perdagangan lutung jawa di Jawa Timur, berdasarkan informasi dari peserta pelatihan yang ditemui Tempo di sela acara, punya sejumlah pola. Dari 120 ekor lutung jawa yang diamankan, 80 persen disita petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur dari hasil perburuan atau penangkapan ilegal di wilayah kerja SKW VI Probolinggo, yang meliputi Lumajang, Pasuruan, Pulau Sempu, Malang, dan Argopuro.
Kasus perdagangan lutung jawa tertinggi yang diungkap petugas terjadi pada 2023. Perdagangannya tidak hanya secara offline, melalui tatap muka antara pedagang dan penjual. Para penjual sekarang terbiasa memasarkannya secara daring alias online melalui jejaring media sosial, terutama Facebook, karena dianggap aman dan sulit ditelusuri.
Mereka lazimnya berkomunikasi secara tertutup dan eksklusif melalui grup media sosial Facebook, Whatsapp, dan Telegram. Semuanya menggunakan akun palsu dan hanya dikenali oleh kalangan mereka saja. Transaksi dilakukan tanpa tatap muka dan biasanya mereka mendaftarkan nomor rekening bersama (rekber) sesama penjual daring kepada calon pembeli. Penggunaan rekber dianggap lebih aman lantaran petugas sulit mendeteksi identitas dan aliran dana penjual.
Hanya sedikit pelaku yang berani berjualan melalui platform lokapasar alias marketplace semacam Shopee dan Tokopedia karena dianggap lebih gampang dilacak aparat penegak hukum. Menurut informasi sejumlah petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, perdagangan satwa liar melalui group di media sosial ini awalnya sulit diungkap oleh petugas.
Perdagangan satwa liar dengan model ini mulai banyak digagalkan setelah para petugas kerap melakukan patroli siber. "Pekerjaan rumah yang masih cukup berat adalah membongkar jaringan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi lewat jaringan grup medsos yang tertutup dan eksklusif itu," kata Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Selain lutung jawa, hewan primata yang paling banyak diperjualbelikan di Jawa Timur adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus). Khusus lutung, bayi dan anakannya yang paling dicari dan laris diperjualbelikan. Di pasar gelap, harga seekor bayi lutung berkisar antara Rp 1 sampai Rp 1,5 juta. Sedangkan harga lutung dewasa antara Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu.
Umumnya bayi dan anak lutung dijual sebagai hewan peliharaan (pet). Sedangkan nasib lutung dewasa biasanya dibunuh. Jasadnya diawetkan, atau dagingnya dijual kepada pembeli yang percaya daging lutung berkhasiat menyembuhkan penyakit asma atau diolah jadi daging bakso.
"Kemungkinan besar induk lutung dibunuh duluan karena induknya sangat agresif saat melindungi anak-anaknya yang hendak dirampas. Yang jelas, pasti ada satu ekor lutung dewasa yang hilang akibat perburuan liar, biasanya ditembak dengan senapan angin," kata Iwan Kurniawan.
Kuat dugaan lutung-lutung yang ditangkap itu berasal dari sejumlah kawasan taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung yang berada di Probolinggo, Bondowoso, Jember, Lumajang, dan Situbondo. Dari hasil pendataan JLC 2010-2018, ditaksir ada 2.700 ekor lutung yang tersebar di kawasan pelestarian alam. Sekitar 60 persen lutung menghuni taman nasional atau hutan lindung.
Kabar terbaru, para pemburu banyak menyasar hutan lindung di Banyuwangi, Jember, Situbondo, Lumajang, dan Malang karena pengawasannya dinilai kurang. Para pemburu itu biasanya menyerahkan hasilnya ke pengepul, lalu berakhir di pedagang.
Sebagai dampak perdagangan satwa liar ini, berdasarkan catatan JLC, dalam 36 tahun terakhir atau tiga generasi, populasi primata endemik Pulau Jawa itu menyusut sekitar 30 persen. Kalau tidak tidak ada upaya pencegahan serius, populasinya bisa saja menuju kepunahan.
"Perburuan di alam sebenarnya masih marak dan itu jadi ancaman serius yang membutuhkan kerja sama kita semua, terutama kerja sama stakeholders (para pemangku kepentingan) untuk menjaga lutung jawa dan satwa liar lainnya aman dan lestari," kata Iwan Kurniawan.
Status Habitat Lutung Jawa
Lutung jawa merupakan salah satu jenis primata endemik hanya dapat dijumpai di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Hewan mamalia ini, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus), sebagai Satwa Dilindungi. Keputusan ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Di tingkat global, Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) memasukkan lutung jawa ke dalam Apendiks II. Ini kategori spesies yang tidak terancam punah, tapi berpotensi terancam punah apabila keberadaannya tidak dimonitor secara ketat. Begitu masuk Apendiks II CITES, lutung jawa tinggal dua langkah lagi menuju kepunahan.
Sedangkan Uni Internasional untuk Konservasi dan Sumber Daya Alam (The International Union for Conservation of Nature/IUCN) melabeli lutung jawa dengan status konservasi sebagai vulnerable (VU) alias rentan. Status ini diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi resiko kepunahan di alam liar pada masa mendatang.
ABDI PURMONO