Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Petani Asyik Menyetrum Ikan

Penangkapan ikan dengan cara menyetrum terjadi di berbagai daerah, hal ini dikhawatirkan akan merusak habitat ikan.

26 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MERACUN dan mendinamit ikan sudah banyak ditindak. Penangkap ikan belakangan ini mengembangkan cara baru. Yaitu menyetrum ikan dengan aki (accu). "Cara ini praktis," ujar Ucok, salah seorang penyetrum ikan di Berohol, Tebingtinggi, Sumatera Utara. "Sebentar saja saya bisa mendapat banyak ikan." Peralatan untuk itu sangat sederhana. Setrum sebuah aki 12 volt disalurkan lewat kawat dan peralatan seperti spul, kondensor dan karet, ke pucuk tongkat bambu yang dililitkan kabel telanjang. Ujung tongkat ini dicelup ke dalam air yang ada ikannya, tombol dipencet dan setrum mengalir. Biasanya dua atau tiga orang menyetrum ikan. Seorang menggendong aki itu dengan ransel, seorang lainnya mencelupkan tongkatnya dan orang ketiga siap menangguk semua ikan yang mabuk kena setrum. Cara itu sekarang menjadi mode di berbagai daerah, misalnya, di sekitar Kota Boyolali, Jawa Tengah. Setiap hari berbagai rombongan 10 sampai 20 orang bersepeda, mengitari pelosok sungai di situ. Operasi mereka kadang-kadang mencapai Semarang, sekitar 70 km dari kampung mereka di pinggiran Boyolali. "Yang jelas dengan setrum ini tidak banyak keluar tenaga," kata Wiryosuwito, 52 tahun. Bapak dari enam orang anak ini menangkap ikan sebagai selingan memburuh di sawah. Ternyata hasil menangkap ikan lebih baik. Setiap hari, katanya, dia mendapat 3 kg ikan yang berarti Rp 1.800. Turun ke sawah, dia hanya mendapat upah Rp 1.000 sehari. Wiryosuwito membeli satu set peralatan baru itu seharga Rp 25.000 dari tukang dinamo di Boyolali. Setiap tiga hari setrumnya diperkuat dengan ongkos Rp 100. Setiap tiga bulan alat yang bagian utamanya aki itu harus diservis dengan biaya Rp 2.000. Mode baru yang gampang itu ternyata juga dikenal di Desa Andir, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bahkan juga digunakan orang untuk menangkap kodok. "Dengan setrum, kodok tidak bisa lagi melompat," kata Saman yang sehari-harinya asyik menyetrum ikan bersama kakaknya, Rachmat. Untuk menghasilkan ikan yang besar, menurut Rachmat, alat itu harus direndam di air sungai sekitar setengah jam. Lebih lama dari itu, binatang lain seperti kepiting atau belut di pinggir sungai akan ikut mabuk atau mati. Anak ikan paling duluan semaput. "Kalau terkena setrum tidak begitu lama, anak ikan itu bila dilepaskan akan hidup kembali," kata Rachmat. Alasan yang sama juga dikemukakan Ucok di Sumatera Utara. Kalau akinya lebih besar, katanya, "anak buaya pun bisa mabuk." Ucok merasa lebih baik memakai setrum 12 volt daripada meracun atau mendinamit ikan (lihat Rezeki Dari Air Tuba). Peternak ikan terkenal di Tegal Mulyo, Yogyakarta, Suwarno,--yang bulan lalu menemukan ikan aneh di kolam peternakannya berpendapat lain. "Ikan yang sudah kena setrum, sel telurnya akan mati," ujarnya. Ikan bekas setrum itu akan menderita penyakit bintik-bintik pada kulit, yang kemudian pecah dan menimbulkan bau busuk. "Itulah yang menyebabkan ikan itu mati," kata Suwarno, anggota Petani Andalan Nasional. Tidak semua penangkap dan peternak ikan, tentu saja, menyadari kemungkinan buruk ini. "Kalau pekerjaan ini dilarang, saya mau makan apa?" tanya Sumiarto dari Wonokerto, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bekas buruh sawah ini sangat khawatir jika praktek menyetrum ikan dilarang. Ia tidak punya sawah semeter pun. "Kalau punya sawah, saya tidak mungkin mau kerja begini," katanya. Semula Sumiarto memiliki dua set alat setrum yang disewakan kepada peminat dengan harga Rp 500 sehari satu set. Peminatnya banyak, tapi musim kemarau panjang dua tahun lalu mengharuskan ia menjual satu set. Yang satu lagi ia pakai sendiri sekarang. Kenyataan seperti inilah yang membuat Pemerintah Daerah Boyolali bertindak hati-hati. "Kami cemas tetapi sekaligus prihatin atas nasib mereka," kata Pupati Boyolali, M. Tohir. Bupati ini masih memikirkan cara yang lebih manusiawi untuk melarang penangkap ikan itu menggunakan setrum. Kalaupun mau dilarang, pemerintah sulit juga mencari dasar hukumnya. Sebab undang-undang yang ada--Staatblad 1920 No. 396 --hanya melarang cari ikan yang menggunakan dinamit atau racun. "Tidak disebutkan pelarangan dengan alat setrum aki," kata Guritno, Kepala Dinas Perikanan Pemda Boyolali. Penangkap ikan dengan aki itu seperti Amat Djajadi dari Desa Seloginggring, Klaten, mengaku ia belum pernah ditegur. "Malahan pak polisi membeli ikan saya," katanya bangga. Ia bersama 75 rekan sedesanya masih menikmati alat baru itu untuk mata pencaharian.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus