MERACUN dan mendinamit ikan sudah banyak ditindak. Penangkap
ikan belakangan ini mengembangkan cara baru. Yaitu menyetrum
ikan dengan aki (accu). "Cara ini praktis," ujar Ucok, salah
seorang penyetrum ikan di Berohol, Tebingtinggi, Sumatera Utara.
"Sebentar saja saya bisa mendapat banyak ikan."
Peralatan untuk itu sangat sederhana. Setrum sebuah aki 12 volt
disalurkan lewat kawat dan peralatan seperti spul, kondensor dan
karet, ke pucuk tongkat bambu yang dililitkan kabel telanjang.
Ujung tongkat ini dicelup ke dalam air yang ada ikannya, tombol
dipencet dan setrum mengalir.
Biasanya dua atau tiga orang menyetrum ikan. Seorang menggendong
aki itu dengan ransel, seorang lainnya mencelupkan tongkatnya
dan orang ketiga siap menangguk semua ikan yang mabuk kena
setrum.
Cara itu sekarang menjadi mode di berbagai daerah, misalnya, di
sekitar Kota Boyolali, Jawa Tengah. Setiap hari berbagai
rombongan 10 sampai 20 orang bersepeda, mengitari pelosok sungai
di situ. Operasi mereka kadang-kadang mencapai Semarang, sekitar
70 km dari kampung mereka di pinggiran Boyolali.
"Yang jelas dengan setrum ini tidak banyak keluar tenaga," kata
Wiryosuwito, 52 tahun. Bapak dari enam orang anak ini menangkap
ikan sebagai selingan memburuh di sawah. Ternyata hasil
menangkap ikan lebih baik. Setiap hari, katanya, dia mendapat 3
kg ikan yang berarti Rp 1.800. Turun ke sawah, dia hanya
mendapat upah Rp 1.000 sehari.
Wiryosuwito membeli satu set peralatan baru itu seharga Rp
25.000 dari tukang dinamo di Boyolali. Setiap tiga hari
setrumnya diperkuat dengan ongkos Rp 100. Setiap tiga bulan alat
yang bagian utamanya aki itu harus diservis dengan biaya Rp
2.000.
Mode baru yang gampang itu ternyata juga dikenal di Desa Andir,
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Bahkan juga digunakan orang untuk
menangkap kodok. "Dengan setrum, kodok tidak bisa lagi
melompat," kata Saman yang sehari-harinya asyik menyetrum ikan
bersama kakaknya, Rachmat.
Untuk menghasilkan ikan yang besar, menurut Rachmat, alat itu
harus direndam di air sungai sekitar setengah jam. Lebih lama
dari itu, binatang lain seperti kepiting atau belut di pinggir
sungai akan ikut mabuk atau mati. Anak ikan paling duluan
semaput. "Kalau terkena setrum tidak begitu lama, anak ikan itu
bila dilepaskan akan hidup kembali," kata Rachmat.
Alasan yang sama juga dikemukakan Ucok di Sumatera Utara. Kalau
akinya lebih besar, katanya, "anak buaya pun bisa mabuk." Ucok
merasa lebih baik memakai setrum 12 volt daripada meracun atau
mendinamit ikan (lihat Rezeki Dari Air Tuba).
Peternak ikan terkenal di Tegal Mulyo, Yogyakarta,
Suwarno,--yang bulan lalu menemukan ikan aneh di kolam
peternakannya berpendapat lain. "Ikan yang sudah kena setrum,
sel telurnya akan mati," ujarnya. Ikan bekas setrum itu akan
menderita penyakit bintik-bintik pada kulit, yang kemudian pecah
dan menimbulkan bau busuk. "Itulah yang menyebabkan ikan itu
mati," kata Suwarno, anggota Petani Andalan Nasional.
Tidak semua penangkap dan peternak ikan, tentu saja, menyadari
kemungkinan buruk ini. "Kalau pekerjaan ini dilarang, saya mau
makan apa?" tanya Sumiarto dari Wonokerto, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bekas buruh sawah ini sangat khawatir jika
praktek menyetrum ikan dilarang. Ia tidak punya sawah semeter
pun. "Kalau punya sawah, saya tidak mungkin mau kerja begini,"
katanya. Semula Sumiarto memiliki dua set alat setrum yang
disewakan kepada peminat dengan harga Rp 500 sehari satu set.
Peminatnya banyak, tapi musim kemarau panjang dua tahun lalu
mengharuskan ia menjual satu set. Yang satu lagi ia pakai
sendiri sekarang.
Kenyataan seperti inilah yang membuat Pemerintah Daerah Boyolali
bertindak hati-hati. "Kami cemas tetapi sekaligus prihatin atas
nasib mereka," kata Pupati Boyolali, M. Tohir. Bupati ini masih
memikirkan cara yang lebih manusiawi untuk melarang penangkap
ikan itu menggunakan setrum.
Kalaupun mau dilarang, pemerintah sulit juga mencari dasar
hukumnya. Sebab undang-undang yang ada--Staatblad 1920 No. 396
--hanya melarang cari ikan yang menggunakan dinamit atau racun.
"Tidak disebutkan pelarangan dengan alat setrum aki," kata
Guritno, Kepala Dinas Perikanan Pemda Boyolali.
Penangkap ikan dengan aki itu seperti Amat Djajadi dari Desa
Seloginggring, Klaten, mengaku ia belum pernah ditegur. "Malahan
pak polisi membeli ikan saya," katanya bangga. Ia bersama 75
rekan sedesanya masih menikmati alat baru itu untuk mata
pencaharian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini