DARI sal gawat RS Pirngadi di Me dan, terdengar suara Basa Tua
Siregar mengerang tak kunjung henti. Patah-patah orang muda
tersebut, 24 tahun, mengemukakan penderitaannya "Kaki patah dan
pergelangan tangan saya cedera berat . . . aduh !"
Penderitaan berat seperti itu --bahkan lebih berat misalnya,
sampai nyawa harus melayang--sebenarnya sudah diperhitungkan
Siregar. Beberapa butir peluru menghantam tubuhnya, 16 Desember
lalu, ketika ia mencoba menghindari grebekan polisi yang
menuduhnya mempunyai prestasi lumayan memimpin sembilan kali
perampokan berdarah!
Jika betul perhitungan polisi, Siregar membawahkan 10 bandit,
maka kelompok yang disebut "BAS" telah tergulung. Siregar
tertangkap bersama dua orang anggotanya. Enam yang lain
diringkus polisi seminggu sebelumnya. Seorang lagi masih buron.
Tapi kepolisian belum memastikan Medan bebas bandit. Sebab
kelompok "BAS", menurut polisi, hanya salah satu dari sekian
kelompok yang mengguncangkan Medan. Sejak Juli lalu hingga bulan
ini, menurut Dantabes Kolonel Soehardi, setiap hari terjadi
perampokan berdarah di Medan. Persenjataan mcreka, di samping
berbentuk senjata api, juga kelewang.
Anak-anak ABRI
Di samping itu, tambah Soehardi. cara kerja bandit-bandit itu
juga meningkat dibanding bulan-bulan sebelumnya. Mereka tak
segan menganiaya dan membunuh korbannya. Seperti dialami Buang
Karto, yang ditemukan tewas di Jalan Denai 3 Desember lalu.
Skuter dan seluruh isi kantung Buang dirampok. Siapa para
pelakunya, masih tanda tanya.
Memang, di samping kelompok di bawah Siregar, menurut Soehardi,
masih ada gang lain di bawah Baharudin, Darto, Himin, Ngatiman
dan Kojek. Masing-masing punya anggota 3-15 bandit. Mereka
residivis yang saling membina ketika sama-sama di penjara. Namun
di atas ketua kelompok, kata Soehardi, ternyata masih ada yang
disebut big boss: seorang militer bernama Usman Bais dan Kojek
sendiri.
Cerita tentang kelompok bandit, diperoleh polisi dari Paidi,
salah seorang anggota Kojek yang tertangkap Oktober lalu setelah
merampok di Perbaungan. Polisi kemudian menggulung mereka satu
demi satu. Usman Bais, terakhir berpangkat sersan mayor,
mendekam di LP Jalan Listrik. Begitu juga kelompok Ngatiman dan
Darto. Tak kurang 14 orang, dari 30 yang tertangkap, terpaksa
menerima pelor polisi yang tergabung dalam tim khusus
antibandit. Seorang di antara anggota kelompok terakhir ini
tertembak mati.
Penyelidikan polisi menunjuk arah tak terduga ada kelompok lain
yang khusus bertugas menyediakan senjata api. Menurut skema
hubunan antar kelompok bandit yang dibuat polisi, kelompok yang
terakhir tersebut dibawahkan M.H. Siahaan (17 tahun), anak
seorang pensiunan perwira ABRI. Di bawah nama Siahaan tercantum
nama Pipi dan Sangkot yang keduanya masih duduk di bangku SMP.
Kelompok Siahaan dibina Udin Ayam (35 tahun), menurut Kolonel
Soehardi, "untuk mempengaruhi anakanak anggota ABRI mencuri
senjata ayahnya." Sangkot, misalnya, mencuri senjata
ayahnya--seorang perwira berpangkat kapten--karena Siahaan
menjanjikan imbalan sebuah sepeda motor.
"Mula-mula saya tak mau," kata Sangkot. "Tapi karena
dipaksa--akan digebuk di sekolah -- akhirnya ketika ayah ke
masjid, senjatanya saya curi." Sebuah pistol dan enam butir
peluru di serahkan Sangkot kepada Siahaan. Tapi Sangkot tak
pernah menerima sepeda motor yang dijanjikan, karena Siahaan
digrebek polisi di rumah Udin Ayam di sebuah kampung di pinggir
kota yang diduga menjadi tempat berkumpul para bandit.
Polisi juga menduga ada kelompok yang berdiri sendiri. Misalnya
kelompok Halomoan Simatupang. Kelompok ini telah diguncang --
meski untuk itu dua orang anggota polisi kena tusuk. Kelompok
lain, menampilkan seorang pelajar SMP bernama Kamaruddin, yang
tertangkap setelah tengkuknya dikenai peluru polisi pertengahan
bulan lalu. Polisi menuduhnya bertanggungjawab atas dua
peristiwa perampokan di Medan Baru.
Ada yang menduga-duga, banditisme di Medan tersebut berlatar
belakang politik? "Saya dengar hal itu masih diusut Laksusda,"
ujar Kolonel Soehardi. Tapi Basa Tua Siregar mengatakan kepada
TEMPO: "Motif kami cuma mau senang-senang -- kepingin punya
sepeda motor." Mengaku hanya berpendidikan SD, Siregar
sebenarnya merasa telah dicukupi makan, pakaian dan uang jajan
sekedarnya oleh orang tuanya yang pegawai negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini