Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Peta Banditisme Di Medan

Di Medan, hampir setiap hari terjadi perampokan berdarah. Polisi menggulung komplotan yang konon saling berhubungan dibawah satu atau dua bos.

26 Desember 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI sal gawat RS Pirngadi di Me dan, terdengar suara Basa Tua Siregar mengerang tak kunjung henti. Patah-patah orang muda tersebut, 24 tahun, mengemukakan penderitaannya "Kaki patah dan pergelangan tangan saya cedera berat . . . aduh !" Penderitaan berat seperti itu --bahkan lebih berat misalnya, sampai nyawa harus melayang--sebenarnya sudah diperhitungkan Siregar. Beberapa butir peluru menghantam tubuhnya, 16 Desember lalu, ketika ia mencoba menghindari grebekan polisi yang menuduhnya mempunyai prestasi lumayan memimpin sembilan kali perampokan berdarah! Jika betul perhitungan polisi, Siregar membawahkan 10 bandit, maka kelompok yang disebut "BAS" telah tergulung. Siregar tertangkap bersama dua orang anggotanya. Enam yang lain diringkus polisi seminggu sebelumnya. Seorang lagi masih buron. Tapi kepolisian belum memastikan Medan bebas bandit. Sebab kelompok "BAS", menurut polisi, hanya salah satu dari sekian kelompok yang mengguncangkan Medan. Sejak Juli lalu hingga bulan ini, menurut Dantabes Kolonel Soehardi, setiap hari terjadi perampokan berdarah di Medan. Persenjataan mcreka, di samping berbentuk senjata api, juga kelewang. Anak-anak ABRI Di samping itu, tambah Soehardi. cara kerja bandit-bandit itu juga meningkat dibanding bulan-bulan sebelumnya. Mereka tak segan menganiaya dan membunuh korbannya. Seperti dialami Buang Karto, yang ditemukan tewas di Jalan Denai 3 Desember lalu. Skuter dan seluruh isi kantung Buang dirampok. Siapa para pelakunya, masih tanda tanya. Memang, di samping kelompok di bawah Siregar, menurut Soehardi, masih ada gang lain di bawah Baharudin, Darto, Himin, Ngatiman dan Kojek. Masing-masing punya anggota 3-15 bandit. Mereka residivis yang saling membina ketika sama-sama di penjara. Namun di atas ketua kelompok, kata Soehardi, ternyata masih ada yang disebut big boss: seorang militer bernama Usman Bais dan Kojek sendiri. Cerita tentang kelompok bandit, diperoleh polisi dari Paidi, salah seorang anggota Kojek yang tertangkap Oktober lalu setelah merampok di Perbaungan. Polisi kemudian menggulung mereka satu demi satu. Usman Bais, terakhir berpangkat sersan mayor, mendekam di LP Jalan Listrik. Begitu juga kelompok Ngatiman dan Darto. Tak kurang 14 orang, dari 30 yang tertangkap, terpaksa menerima pelor polisi yang tergabung dalam tim khusus antibandit. Seorang di antara anggota kelompok terakhir ini tertembak mati. Penyelidikan polisi menunjuk arah tak terduga ada kelompok lain yang khusus bertugas menyediakan senjata api. Menurut skema hubunan antar kelompok bandit yang dibuat polisi, kelompok yang terakhir tersebut dibawahkan M.H. Siahaan (17 tahun), anak seorang pensiunan perwira ABRI. Di bawah nama Siahaan tercantum nama Pipi dan Sangkot yang keduanya masih duduk di bangku SMP. Kelompok Siahaan dibina Udin Ayam (35 tahun), menurut Kolonel Soehardi, "untuk mempengaruhi anakanak anggota ABRI mencuri senjata ayahnya." Sangkot, misalnya, mencuri senjata ayahnya--seorang perwira berpangkat kapten--karena Siahaan menjanjikan imbalan sebuah sepeda motor. "Mula-mula saya tak mau," kata Sangkot. "Tapi karena dipaksa--akan digebuk di sekolah -- akhirnya ketika ayah ke masjid, senjatanya saya curi." Sebuah pistol dan enam butir peluru di serahkan Sangkot kepada Siahaan. Tapi Sangkot tak pernah menerima sepeda motor yang dijanjikan, karena Siahaan digrebek polisi di rumah Udin Ayam di sebuah kampung di pinggir kota yang diduga menjadi tempat berkumpul para bandit. Polisi juga menduga ada kelompok yang berdiri sendiri. Misalnya kelompok Halomoan Simatupang. Kelompok ini telah diguncang -- meski untuk itu dua orang anggota polisi kena tusuk. Kelompok lain, menampilkan seorang pelajar SMP bernama Kamaruddin, yang tertangkap setelah tengkuknya dikenai peluru polisi pertengahan bulan lalu. Polisi menuduhnya bertanggungjawab atas dua peristiwa perampokan di Medan Baru. Ada yang menduga-duga, banditisme di Medan tersebut berlatar belakang politik? "Saya dengar hal itu masih diusut Laksusda," ujar Kolonel Soehardi. Tapi Basa Tua Siregar mengatakan kepada TEMPO: "Motif kami cuma mau senang-senang -- kepingin punya sepeda motor." Mengaku hanya berpendidikan SD, Siregar sebenarnya merasa telah dicukupi makan, pakaian dan uang jajan sekedarnya oleh orang tuanya yang pegawai negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus