Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Petani Kecil Dibuatkan Panduan Bebas Deforestasi untuk Tembus Pasar Global

Panduan dibuat Greenpeace dkk. Telah lewati serangkaian uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama 4 tahun.

25 Juni 2024 | 10.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah lembaga organisasi masyarakat sipil nonprofit meluncurkan pedoman Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil yang bertujuan memastikan komoditas hasil lahan pertanian, bisa menembus pasar global. Panduan tersebut juga dianggap bisa membantu komitmen Indonesia dalam mengatasi krisis iklim.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Deforestasi masih menjadi isu besar untuk Indonesia, tapi dengan panduan ini petani kecil bisa berkontribusi mencapai target konservasi dan komitmen iklim Indonesia," kata Kepala Global Kampanye Hutan Indonesia di Greenpeace, Kiki Taufik, dari keterangan resminya yang diterima Tempo, Senin 24 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Greenpeace Indonesia, kata Kiki, berkolaborasi dalam proses penciptaan panduan ini agar para petani kecil bisa membuktikan bahwa mereka mampu bebas deforestasi, melindungi hutan, dan memenuhi sejumlah persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang Komoditas Bebas Deforestasi Uni Eropa atau EUDR. Panduan telah melewati serangkaian uji coba lapangan bersama petani kecil di Kalimantan Barat selama 4 tahun terakhir.

Panduan Bebas-Deforestasi untuk petani kecil diterbitkan berkat kolaborasi sejumlah lembaga dan pengembangan selama enam tahun tahun. Adapun yang berpartisipasi mengembangkan di antaranya High Carbon Stock Approach (HCSA), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Yayasan Petani Pelindung Hutan, Greenpeace dan Hight Coservation Value Network.

Panduan diterbitkan dengan tebal lebih dari 54 halaman. Di dalamnya mengatur ihwal memproduksi minyak sawit di lanskap produksi campuran dan dikombinasikan dengan komoditas lain, termasuk karet, sistem agroforestri, pekarangan, dan yang mengelola kawasan hutan sebagai bagian dari sistem perladangan berpindah atau sebagai hutan adat.

Selain itu juga berisi petunjuk praktis yang sederhana, misalnya bagaimana komunitas petani dapat mengidentifikasi dan memetakan area tutupan hutan dan lahan di kampung mereka. Dalam setiap tahapan praktisnya, panduan ini mengharuskan adanya persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan dari komunitas terkait. 

Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabaruddin, merespons baik hadirnya panduan ini. Dia menilai sebelumnya petani kecil sering disalahkan atas terjadinya deforestasi di Indonesia dan bahkan produknya tersisih dari pasar. "Kami berharap dengan pedoman ini para petani kecil anggota kami mendapat akses yang lebih adil terhadap pasar," kata Saaruddin dikutip dari siaran pers Greenpeace.

Salah seorang petani dari Kabupaten Sanggau, Valens Adi, menyebut bahwa Komunitas Poyo Tono Hibun sebagai masyarakat Dayak Hibun mendukung hadirnya panduan tersebut. Ketika panduan ini diuji coba di Kalimantan Barat, dia mengklaim, masyarakat Dayak Hibun sacara keseluruhan melihat sendiri dampak positifnya.

"Saya melihat sendiri bahwa toolkit ini benar-benar dikembangkan berdasarkan masukan dari para petani, masyarakat adat dan komunitas lokal ketika diujicobakan di Kalimantan Barat," katanya seraya berharap, "Kami membutuhkan bantuan dari semua pihak agar para petani dapat menerapkan praktik-praktik terbaik dan terus melestarikan hutan tanpa meninggalkan kearifan lokal dan budaya kami."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus