JIKA ditanya, Emil Salim, Menteri PPLH, pasti akan menjawab
bahwa dia mendorong kehadiran banyak organisasi non-pemerintah
(Ornop), yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Semua itu
ingin diajaknya membantu membina kesadaran masyarakat akan
lingkungan.
Di seluruh Indonesia, kini ada 120 Ornop, bekerja secara
swadaya. "Banyak yang membiayai diri sendiri," kata Ir. Erna
Witoelar, Sekretaris Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup, pusat
informasi tentang Ornop yang berserak itu.
Sejumlah Ornop itu pekan ini membikin kegiatan memperingati Hari
Lingkungan Hidup se-Dunia (5 Juni). Yayasan Pendidikan
Kelestarian Alam misalnya, mengadakan lomba cara mengatasi
sampah rumah tangga. "Sampah rumah tangga akan menjadi masalah
besar, jika penduduk tidak ikut aktif mengatasinya," kata Ny.
Azis Saleh, Ketua Yayasan itu.
Berdiri tahun 1975, Yayasan ini menekankan kegiatannya pada
upaya menanamkan kesadaran memelihara kelestarian alam. Idenya
konon berasal dari orang-orang Belanda, yang tergabung dalam WWF
(World Wild-life Fund). Yayasan ini antara lain bekerja sama
dengan harian Kompas mengadakan Lomba Kuis Bergambar. Dengan
kuis ini, masyarakat mencari rangkaian kata yang berisikan
sebuah pokok pikiran atau slogan tentang lingkungan. Misalnya,
slogan itu berbunyi: "Pemetakan sawah bertingkat-tingkat
mencegah kerusakan tanah." Setiap minggu, Yayasan ini menerima 3
ribu lembar kartu pos yang berisi tebakan kuis itu.
Pernah pula Yayasan ini bekerja sama dengan PPA membuat tulisan
tentang harimau yang dimuat majalah anak-anak Si Kuncung.
Kemudian pembaca diminta menebak kuis - menguji pengetahuan
mereka tentang harimau dari tulisan itu. "Penerangan melalui
kuis berhadiah ini ternyata cukup efektif," kata Ny. Azis Saleh.
Banyak pula yang mengikuti kuis harimau itu.
Ada pula kegiatan khas dari Minggu Study Club (MSC) di Kelurahan
Pejaten (Pasar Minggu), Jakarta. "Kami mencoba berbuat dari
lingkungan yang terdekat dengan kami," kata Purtomo, Ketua MSC.
Selain meneliti perilaku penduduk sebuah RT terhadap sampah,
misalnya, MSC mengumpulkan pendapat penduduk terhadap sebuah
pabrik permen Trebor. Dan hasilnya? Sebanyak 64% penduduk di
sekitarnya merasa bising dengan suara mesin pabrik 72% risau
terhadap gas buangan dan 68% mencemaskan air limbah pabrik itu.
Biaya penelitiannya -- tidak banyak -- diambil dari iuran
anggotanya.
Udang
Biological Science Club (BSC) Universitas Nasional menyambut
Hari Lingkungan ini dengan memperhatikan keadaan air di daerah
Kebun Pala (Kampung Melayu) dan di Kelurahan Pegangsaan.
Penduduk Jakarta di daerah itu membuang air besar di kali tapi
juga mandi dan mencuci di situ.
BSC memang sejak tahun silam memonitor kualitas air sungai di
Jakarta. Beberapa perusahaan seperti Unilever dan Sucofindo
membantunya dengan dana, terutama untuk menganalisa kandungan
logam berat. Dijumpainya antara lain kadar Mercuri di Kali
Ciliwung (Pasar Ikan), jauh di atas batas ambang yang ditentukan
WHO (Organisasi Kesehatan se-Dunia) untuk air minum Kekeruhan
Kali Sunter dijumpainya mencapai 130 unit, sedang Ciliwung
(Pasar Ikan) 94 unit. Padahal standar kekeruhan yang disyaratkan
WHO ialah maksimal 25 unit untuk air minum.
Dan adalah akibat penelitian BSC, kawasan Muara Gembong (Tanjung
Karawang) disarankan Emil Salim menjadi cagar alam. Mengapa?
"Jika hutan bakau di situ habis, Cirebon akan kehabisan udang,"
kata Prasojo Soedomo, Ketua Departemen Biologi BSC. "Juga di
sana terdapat Surili (sejenis kera, Presbytis aygula) yang sudah
langka."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini