BINTANG film Maroeli Sitompoel 44 tahun, kelihatan riang dan
segar. Juri FFI di Surabaya telah memilihnya sebagai pemeran
utama pria terbaik (memperoleh Citra) berkat permainannya dalam
film Laki-Laki Dari Nusa Kambangan. "Setelah mendengar keputusan
itu, hati saya rasanya mak plong!" katanya dalam logat Jawa
bernada berat.
Maroeli sudah lama mendambakan Citra. Ia pernah kehilangan
kesempatan memperolehnya dalam film Tuan Tanah Kedawung (sebagai
pemeran utama) di 1972 dan November 1828 (sebagai pemeran utama)
di 1979. Kegagalan itu, katanya, terasa pahit. "Sebab saya
merasa sesungguhnya punya kemungkinan menang."
Hingga kini, Maroeli sudah bermain di 40 film lebih. Ia terjun
ke film pertama kali (1963) dalam Tangan-tangan Kotor (sutradara
Sunjoto Adibroto). Tapi film itu, karena dianggap kiri, dilarang
beredar. Pendidikan aktingnya antara lain diperolehnya dari
Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta. Imbalan yang diterima
aktor kawakan ini -- paling tinggi Rp 2,5 juta dalam Dokter Siti
Pertiwi Kembali Ke Desa - jelas di bawah Jenny Rachman yang
konon menerima Rp 35 juta. Gara-gara mempersoalkan honor itulah,
ia pernah (1973-1975) dikucilkan dari dunia film. "Anak-anak
saya ketika itu hampir mati kelaparan," katanya.
Maroeli, sekalipun berdarah Batak, ternyata lebih mahir
berbahasa Jawa. Ia memang lahir di Cilacap, dan besar di tanah
Jawa. Dari pernikahannya dengan M.F. Susilowati, ia kini
memperoleh tiga anak. Sampai saat ini, ia masih merasa cukup
memperoleh nafkah sebagai pemain film. "Belum terpikir oleh
saya, misalnya, jadi sutradara, sekalipun bidang itu saya
sukai," katanya. Kenapa? "Jika jadi sutradara, saya takut cepat
mati karena terlalu banyak berpikir."
Suasana riang juga meliputi bintang film Mieke Wijaya. Ia,
seperti juga Maroeli yang tak berangkat ke Surabaya, menyongsong
kemenangan itu (lewat siaran langsung TVRI) bersama keluarga di
rumah. Mieke meraih Citra berkat permainannya (sebagai pemeran
utama) dalam Kembang Semusim (sutradara M. Taha) setelah
(1978-1980) absen main film. "Dalam usia seperti sekarang ini
(41 tahun), kemenangan itu punya arti kuat buat saya pribadi,"
katanya. Ia pernah dapat Citra sebagai pemeran pembantu di
Ranjang Pengantin (1974).
Mieke terjun pertama kali ke film (1955) dalam Gagal sebagai
pemeran pembantu. Sampai kini ia sudah bermain di 60 film lebih.
Pendidikan akting (1956-1957) diperolehnya di Akademi Teater
Nasional. Dari pernikahannya dengan Dicky Zulkarnaen juga
bintang film, ia memperoleh empat anak.
Sekalipun profesinya pemain film, Mieke mengaku lebih sering
berada di lapangan bola mendampingi Dicky yang mencintai bola.
Bila tak ada shooting film, pagi hari ia sering jogging di
lapangan silang Monas. Setelah berlari santai, ia biasanya
menunggu (selama 3 jam) Barry, 5 tahun, anak bungsunya, yang
bersekolah di Taman Kanak-kanak Aisyah. "Menonton film pun, saya
jarang melakukannya," katanya. "Heran memang, saya kok justru
lebih sering bergaul di luar lingkungan masyarakat film."
Hasil lengkap FFI pekan lalu di Surabaya: Perempuan Dalam
Pasungan (film cerita terbaik), Ismail Soebardjo (sutradara
terbaik), Mieke Wijaya (pemeran utama wanita terbaik), Maroeli'
Sitompoel (pemeran utama pria terbaik), Parakitri Tahi Simbolon
(skenario terbaik), Ita Mustafa (pemeran pembantu wanita
terbaik), Zaenal Abidin (pemeran pembantu pria terbaik), Tantra
Suryadi (sinefotografi terbaik), George Kamarulah (editing
terbaik), Eros Jarot (tata musik terbaik), Benny Benhardi (tata
artistik terbaik).
Perempuan Dalam Pasungan meraih Citra terbanyak (film cerita
terbaik, penyutradaraan, sinefotografi, dan tata artistik).
Kemudian menyusul Usia 18 (sutradara Teguh Karya) memperoleh
Citra (tata musik, editing dan pemeran pembantu pria).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini