Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bogor - Luas sawah menyusut 50 ribu hektare setiap tahunnya. Luasan itu sudah mencakup sawah irigasi yang terairi sepanjang tahun, tadah hujan, maupun sawah untuk padi gogo yang relatif lebih kering.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menyusut setiap tahun sedangkan laju pertumbuhan penduduk dan kebutuhan akan nasi semakin meningkat," kata Penyuluh Swadaya Petani Padi Gogo Indonesia, yang juga sarjana pertanian dari IPB University, Tonny Saritua Purba, kepada TEMPO pada Minggu 14 November 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tonny, petani padi di Indonesia akan tetap menanam selama memiliki lahan beririgasi atau ada aliran sungai di daerahnya. Ini karena padi irigasi, setelah ditanam, jumlah air akan ditambah lagi setinggi tiga sentimeter agar tanaman padi bisa tergenang.
Faktanya, semakin banyak jumlah petani padi yang sangat bergantung kepada musim hujan. Mereka hanya menanam saat memasuki musim hujan. Itu pula yang, menurut Tonny, panen raya biasa dilakukan pada Maret.
"Karena baru masuk November atau musim hujan para petani mulai menanam, dan menanam padi itu waktunya 115 hari dari awal hingga panen,” ucap Tonny menjelaskan.
Tony mengaku sudah berkeliling ke banyak daerah sebagai penyuluh swadaya petani padi Indonesia dan menyaksikan fakta sawah tersebut. Atas dasar itu dia mengajak pemerintah untuk lebih mengembangkan program perkebunan padi, khususnya untuk padi gogo.
Dia merujuk kepada pemanfaatan lahan tidur milik pemerintah. Dia mengingatkan ketergantungan impor beras selama ini yang bisa mencapai satu juta ton per tahun. “Nah saat ini banyak lahan HGU yang tertidur, kenapa tidak kita maksimalkan untuk padi?" katanya.
Selain itu, Tonny menambahkan kalau padi Gogo saat ini banyak dicari orang karena kualitasnya yang baik. "Termasuk salah satunya adalah beras merah itu juga padi gogo,” ucap Tonny.